Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengubah Sisa Jadi Berkah: Peran Perempuan dan Energi Surya dalam Transisi Energi Adil untuk Semua

13 Juni 2024   11:52 Diperbarui: 13 Juni 2024   11:56 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Irisan otak-otak sedang dijemur | Sumber gambar: dokumentasi pribadi
Irisan otak-otak sedang dijemur | Sumber gambar: dokumentasi pribadi

Singkat kata, ibupun bercerita bahwa beliau sengaja memotong-motong sisa gorengan otak-otak kemarin yang kami taruh di kulkas. Kebetulan, ibu melihatnya dan memberikan sentuhan yang menurut kami terbilang out of the box kala itu. Membuat sebuah kriuk dari bahan otak-otak sisa.

Cukup dengan memotongnya menjadi irisan tipis-tipis kemudian menjemurnya dibawah panas terik sinar matahari seraya membiarkannya hingga cukup kering dan siap digoreng menjadi snack atau kriuk yang gurih dan nikmat.

Budaya "Eman-eman" dan Prinsip Daur Ulang

Semasa kecil dulu saat tinggal di perkampungan salah satu desa di Jawa Timur, sering sekali saya melihat bagimana orang tua zaman dulu begitu terampil mengolah dan memberdayakan beberapa jenis makanan sisa menjadi suatu jenis makanan baru yang ternyata juga nikmat untuk disantap.

Pertama, dengan masih langkanya pemilik rice cooker atau penanak nasi elektrik pada masa itu, penampakan banyaknya nasi sisa kemarin terbuang karena basi merupakan pemandangan yang jamak ditemui.

Nenek saya biasanya menggelar nasi basi tersebut ke atas tampah atau nampan yang lebar dan kemudian menjemurnya diatas atap rumah atau di depan teras agar mendapatkan paparan sinar matahari.

Sekali dua kali kami ditugasi beliau untuk mengusir ayam-ayam tetangga yang datang mendekat mencoba menjadikan jemuran nasi itu sebagai santapan mereka.

Butuh waktu sekitar tiga hari untuk mengeringkan nasi tersebut. Bisa lebih cepat atau lebih lambat tergantung cuaca. Kalau musim hujan bisa menelan waktu hingga satu minggu. Kalau matahari sedang terik-teriknya, waktu dua hari pun sudah cukup.

Ketika suatu waktu saya bertanya ke nenek mengapa nasi basi itu tidak langsung dibuang saja atau diberikan ke ayam atau bebek, beliau menjawab singkat, "Eman-eman, Le.". Saya pun hanya diam sembari mengangguk.

Tidak lama berselang pasca nasi sisa yang kami jemur mengering sempurna, nenek pun mencucinya kembali sampai bersih. Meskipun bentuknya tidaklah kembali utuh layaknya beras biasa. Tampak sedikit kecoklatan dan gosong imbas terpapar panas matahari.

Di tempat kami, kami menyebut nasi sisa yang dikeringkan tersebut dengan sebutan "karak". Dan setelah karak tersebut ditanak kembali layaknya menanak nasi pada umumnya maka kami pun menyebutnya sebagai "nasi karak". Sebagian orang mungkin lebih familiar menyebutnya sebagai nasi aking.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun