Sementara itu, untuk kohesi sosial sendiri berkaitan dengan kepaduan yang mempertahankan kelangsungan masyarakat atau kelompok sosial.
Dengan kata lain, solidaritas mekanik dan kohesi sosial ini mengarah pada hubungan interaksi sosial yang harmonis dan bersahabat.
Dalam sebuah artikel penelitian berjudul Ramadan: The month of fasting for muslim and social cohesion-mapping the unexplored effect ditemukan bahwa aktivitas kedermawanan berupa zakat dan infaq mampu memperkuat kohesi sosial serta solidaritas mekanik di kalangan umat muslim.
Efek ini saya kira akan lebih dirasakan oleh masing-masing individu pembayar zakat manakala mereka melakukan interaksi langsung dengan para mustahiq zakatnya.
Lantas, apakah ini berarti badan amil zakat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap interaksi sosial? Khususnya terkait dengan solidaritas mekanik dan kohesi sosial?
Belum tentu.
Peran amil zakat diperlukan untuk memastikan pembagian zakat terjadi secara merata. Coba bayangkan ketika ada tetangga yang sangat miskin lantas semua tetangga yang lain berduyun-duyun membayarkan zakat kepadanya. Akhirnya, beberapa tetangga lain yang juga kurang mampu secara ekonomi (tapi masih lebik baik kondisinya), menjadi terabaikan.
Hal ini tentu tidak tepat juga. Sehingga dengan keberadaan amil zakat maka upaya pembagian zakat fitrah bisa berlangsung secara lebih proporsional. Proporsionalitas inilah yang memungkinkan terjadi legowo antar anggota masyarakat. Hal ini diperlukan juga untuk mewujudkan interaksi sosial yang harmonis dan bersahabat.
Jadi, mana yang lebih berdampak sosial? Membayar zakat secara langsung atau lewat perantara amil zakat? Saya kira ini kembali pada perspektif dan keyakinan kita masing-masing.
 Maturnuwun.
Agil Septiyan Habib Esais, dapat dikunjungi di agilseptiyanhabib.com