Setelah mengeluarkan lembaran uang 50 ribu rupiah dari dompet untuk membayar biaya administrasi cek fisik kendaraan, sontak yang terpikir pertama kali di benak saya adalah perbandingan dengan harga beras.
Untuk beras kualitas biasa saja harganya mencapai Rp 12.500 per kilogram. Itupun beras dengan kualitas sangat pas-pasan. Uang 50 ribu tadi sebenarnya bisa dipakai untuk membeli 4 kilogram beras. Lumayan, apalagi belakangan harga beras memang naik gila-gilaan.
Tapi, apakah Kapolri Listyo Sigit benar-benar mengetahui hal ini ya? Apakah memang sudah masuk ke meja kerja beliau informasi perihal biaya cek fisik kendaraan yang naik signifikan itu?
Saya kok ragu ya bahwa besaran biayanya memang sebanyak itu.
Biarpun hanya membayar lima tahun sekali, apakah ada jaminan bahwa lima tahun mendatang tidak terjadi kenaikan tarif lagi? Eits, atau jangan-jangan memang ada ulah dari oknum-oknum aparat tertentu yang memang mencoba mengais tambahan rupiah untuk diri dan keluarganya ? Lumayan lho jumlahnya untuk tambahan beli beras.
Saya hanya khawatir bahwa praktik pungli itu masih belum benar-benar hilang dalam belantika pelayanan publik kita saat ini. Praktik ini seolah sudah menjadi hal yang lumrah terjadi dimana saja. Pelayanan di tingkat desa hingga layanan publik lainnya tak lepas dari hal ini.
Bagi masyarakat yang punya uang lebih dan tutup mata dengan praktik ini mungkin akan merasa biasa-biasa saja. Namun apakah itu juga berlaku bagi semua?
Apabila biaya administrasi untuk mendapatkan layanan publik semakin nirempati, tidak mustahil akan makin banyak orang yang jengah untuk taat pada aturan.
Ketika kendaraannya sudah mati surat-suratnya, akan dibiarkan. Jangan dibayangkan hanya satu dua orang yang berpikir demikian, bisa jadi ada banyak orang di luar sana yang memiliki pandangan serupa.
Salam Presisi.
Â