Yang lebih tepat adalah bahwa pemilu itu untuk memilih siapa yang dirasa paling sesuai dan paling cocok dengan padangan kita. Kita memilih seseorang untuk mewakili pikiran kita, gagasan kita, keinginan kita.
Hal ini yang perlu kita tilik lagi manakala rasa kecewa dan trauma pilpres melanda.
Ubah Kecewa Menjadi Karya
Saya pribadi termasuk orang yang kecewa melihat hasil quick count. Inginnya tidak percaya, tapi framing media terlalu kuat untuk dilawan. Harapan masih menyala, hanya saja cukup dijaga dalam hati. Serta sedikiti percikan doa untuk merawat asa. Syukur-syukur bisa menjadi nyata.
Hari H pencoblosan, terutama saat pengumuman hitung cepat terasa sangat menyebalkan. Saya mencoba menuangkan kekecewaan tersebut melalui tulisan yang berisi tentang keluh kesah serta kegelisahan terhadap realitas pesta demokrasi.
Menuangkan harapan lewat tulisan, juga kekecewaan, juga kekhawatiran, dan lain sebagainya. Pada intinya semua yang memenuhi isi kepala coba saya tuangkan dalam beberapa baris kalimat untuk menjadi sebuah artikel.
Bukan artikel luar biasa memang. Hanya beberapa ratus kata dan beberapa puluh kalimat. Setidaknya hal itu bisa sedikit meringankan beban di benak saya yang masih dirundung kecewa.
Percaya Pada Yang Kuasa
Harapan saya tidak sepenuhnya terkubur pasca deklarasi kemenangan (versi quick count) dari salah satu kandidat. Meskipun kecil peluang untuk berharap pada panitia penyelenggara pemilihan, toh saya masih memiliki satu Dzat yang tidak mungkin luput pengawasan-Nya.
Sang Maha Pencipta yang menguasai segala sesuatu. Terpilih tidaknya kandidat yang saya dukung sepenuhnya menjadi hak prerogatif-Nya. Seculas apapun kecurangan tidak akan mempengaruhi manakala hal itu tidak tertulis di lauhul mahfudz.Â
Begitupun sebaliknya.
Jadi, inilah yang mesti kita lakukan. Percaya pada yang Kuasa. Terpenting kita sudah berusaha dengan segenap kemampuan dan kapasitas yang kita miliki. Itu saja.
Kembali ke Realita
"Pemilu tidak akan mengubah apapun. Kita tetap harus cari makan sendiri." Itulah salah satu quote yang sering bertebaran dari ketikan tangan orang-orang yang entah mereka apatis atau justru realistis.