Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Pemilu Presiden Rasa "Got Talent"

15 Desember 2023   14:14 Diperbarui: 18 Desember 2023   05:09 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana debat capres pertama di KPU | Sumber gambar: kompas.com/Antara Foto/Galih Pradipta

Sudah nonton debat calon presiden (capres) pertama? Apa pendapat kalian? Momen apa yang paling kalian ingat dari ketiga capres tersebut? Atau justru yang diingat adalah momen 'pemandu sorak' yang terpergok dilakukan oleh salah satu cawapres?

Saya kira ada banyak kesan yang ditangkap oleh segenap rakyat Indonesia yang menyaksikan ajang debat tersebut, baik secara live ataupun siaran ulangnya. Baik yang menonton secara penuh maupun yang melihat penggalan tayangannya saja.

Tetapi, apakah yang sebenarnya ingin kalian cari dari pelaksanaan debat capres-cawapres yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut? Gagasan kah? Atau sekadar hiburan belaka?

Beberapa waktu lalu ada sebuah stasiun televisi yang mengajukan pertanyaan kepada masyarakat sekadar untuk menangkap kesan terhadap proses debat kemarin. Serta untuk melihat sejauh mana debat capres mempengaruhi pilihan mereka.

Yang membuat saya cukup kaget adalah ternyata ada juga masyarakat kita yang menentukan pilihan berdasarkan kesan lucu, bukan kepada gagasan atau ide untuk negara ke depan. 

Mungkin tidak sedikit dari masyarakat kita yang kadung kecewa dengan umbaran janji masa lalu dari para pemimpin yang berkuasa saat ini. Bukan perkara mudah memang untuk memulihkan kepercayaan yang kadung terenggut.

Hanya saja, mengalihkan kriteria hanya pada unsur hiburan belaka kok rasa-rasanya itu justru mengerdilkan diri kita sendiri yang sebenarnya memiliki kapasitas untuk menalar dan berfikir secara logis. Yang mampu membuat pertimbangan dan perkiraan berdasarkan referensi yang ada.

Jika elemen gimik lebih diutamakan, terlepas hal itu dilakukan secara sadar ataupun dorongan alam bawah sadar kita, maka apa bedanya pemilu presiden dengan ajang pencarian bakat populer selayaknya Indonesian Got Talent, American Got Talent, dan lain sebagainya?

Apabila dalam ajang got talent kita menggandrungi kontestan tertentu maka vote akan kita berikan pada mereka hingga akhirnya menapaki kursi juara. Selepas itu, mereka berkarir dengan megah untuk kesuksesan dirinya sendiri. Sementara kita yang telah mengantarkan mereka pada kemapanan hanya bisa melihat dari jauh tanpa bisa menikmati hasil pilihan kita secara langsung.

Paling banter hanya ucapan terima kasih yang kita peroleh dari mereka.

Nah, akankah pemilu presiden-wakil presiden Indonesia juga berjalan seperti itu pada tahun 2024 mendatang? Rona-ronanya sih demikian. Apalagi melihat tren elektabilitas sekarang mempertunjukkan bahwa paslon tertentu yang enggan menghadiri debat justru menduduki puncak klasemen

Gimik

Sah-sah saja sebenarnya mengumbar gimik ke hadapan publik. Itu adalah bagian dari strategi marketing untuk merengguk suara pemilih. Karena bagaimanapun juga tidak sedikit dari kita yang mengedepankan emosi untuk menentukan pilihan ketimbang menjadikan intelektual sebagai dasar pengambilan keputusan.

Meskipun seringkali kita mengingkari hal tersebut dengan memberikan pembenaran secara logis apa keputusan emosi kita.

Saya pribadi tidak anti dengan gimik. Karena bagaimanapun hal itu merupakan bagian dari potret besar kompetisi yang harus dihormati. Hanya saja proporsi yang saya berikan untuk mengakomodasi gimik bisa jadi jauh lebih kecil ketimbang orang-orang di luar sana. So, ini hanya perkara subjektivitas saja.

Terkait dengan subjektivitas pilihan ini saya hampir selalu teringat pernyataan yang terlontar dari karakter Han dalam film Tokyo Drift, ia mengatakan, "Hidup itu sederhana. Tentukan pilihan dan jangan pernah menyesalinya."

Dan beberapa waktu mendatang pilihan itulah yang mesti kita jatuhkan untuk menentukan sosok pemimpin bagi negeri ini lima tahun mendatang.

Seiring kesempatan ini datang hanya setiap lima tahun sekali maka seharusnya pilihan itu perlu dipikirkan matang-matang. Membuat pertimbangan sebaik mungkin dengan memperhatikan berbagai aspek. Khususnya yang berkaitan langsung dengan kepentingan diri sendiri pada saat ini dan (setidaknya) lima tahun yang akan datang.

Apabila pilihan itu dijatuhkan secara serampangan dan sembarangan, atau hanya berdasar pandangan sederhana capresnya lucu, ganteng, nggemesin, dan seterusnya, maka jangan menyalahkan orang lain apabila kebijakan yang lahir nantinya tidak bersahabat dengan kepentingan kita. Right?

Toh, mereka yang terpilih dan segenap tim suksesnya pasti akan mendapatkan kue kekuasaan dan bisa melanjutkan hidup dengan tenang. Sementara kita yang ada di bawah hanya bisa berharap bahwa keadaan akan membaik tanpa bisa menuntut karena itulah pilihan yang telah kita ambil.

Jadi, sudahkah kalian menentukan pilihan? 

Saran saya sih, khususnya para undecided voter, tunggu sampai selesai debat kelima selesai agar bisa melihat setiap paslon secara utuh tanpa topeng yang disembunyikan. Terlebih jikalau keputusan kalian sekarang masih berlandaskan gimik saja tanpa membedah visi, misi, gagasan, dan rekam jejak yang bisa dipertanggungjawabkan.

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib Esais, dapat dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun