Dalam model bisnis Term of Period (TOP) situasi semacam ini sangat riskan menguras kas perusahaan karena barang yang masuk tidaklah produktif alias hanya anteng di gudang penyimpanan saja tanpa memberi andil penciptaan pendapatan. Singkat kata ada stok slow moving/death stock.
Di sinilah kambing hitam itu disematkan kepada perencana produksi karena dianggap gagal melakukan kalkulasi pengadaan. Padahal, perencana produksi "hanya" pihak kedua yang menerima informasi dari tim penjualan. Ketika data primernya bermasalah, bukankah bisa dipastikan bahwa data berikutnya akan ikut bermasalah juga?
Tapi, hal itu terkadang diabaikan oleh pihak "berwenang" atau manajemen yang menganggap bahwa itu memang sepenuhnya salah perencana produksi.
Uji Data
Setelah beberapa tahun menjalani situasi yang kurang lebih mirip dalam beberapa kesempatan, saya dan tim perencana produksi menyadari satu hal yakni kita tidak bisa serta merta percaya kepada sumber data tanpa terlebih dahulu melakukan kroscek, verifikasi, dan perbandingan data dengan rekaman informasi yang sudah didokumentasikan dari periode-periode sebelumnya.
Baca Juga:Â Jebakan Data Historis dalam Membuat Rencana Produksi
Hal ini penting dilakukan terutama jika deviasi data permintaan forecast cukup besar dibandingkan realisasinya. Upaya uji data semacam ini perlu dilakukan oleh perencana produksi terlepas hal itu dilakukan secara formal (memiliki prosedur yang terstandariasi) ataupun non formal dengan harapan bisa meminimalisir risiko "kegagalan" order.
Selain itu, upaya uji data perlu kita lakukan agar kita dapat terhindar dari pengambinghitaman pihak lain.
Â
Maturnuwun.
Agil Septiyan Habib, Planmaker
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H