Apabila yang bersangkutan melakukan penyangkalan dan perlawanan bisa-bisa ia akan diadukan kepada polisi lingkungan guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena tindakannya tersebut dianggap menyia-nyiakan makanan dan tidak menghargai sumber daya yang disediakan oleh alam.
Barangkali kita belum bisa sefrontal Jerman dalam mendukung upaya pelestarian lingkungan. Akan tetapi, kita bisa memulainya dari keluarga yang mengajarkan kepada anak-anaknya agar tidak menyisakan makanan yang dimakan. Lebih baik mengambil porsinya kesedikitan ketimbang kebanyakan tapi akhirnya malah terbuang.
Demikian halnya dengan para pengelola rumah makan dan restoran perlu memahami bahwa membuang-buang makanan adalah tindakan terlarang. Meskipun hal itu dilakukan oleh pelanggan yang tidak habis menyantap pesanannya. Justru seruan ajakan untuk tidak menyisakan makanan yang dimakan perlu digencarkan. Seperti memberlakukan aturan jika makanan tidak habis maka harus membayar lebih sebagai kompensasi.
Sampah sisa makanan mungkin sekilas terlihat sederhana. Padahal dari yang sederhana itu ternyata berakumulasi menjadi problematika besar yang butuh usaha ekstra untuk menuntasannya. Upaya untuk menuju kesana mungkin tidak perlu sampai harus menyelenggarakan seminar atau pertemuan bangsa-bangsa, cukup memberikan seruan dan ajakan kepada segenap rumah tangga Indonesia terkait urgensi reduksi sampah sisa makanan.
Karena bagaimanapun juga sektor rumah tangga memiliki peran paling dominan terkait kontribusi penghasil sampah ketimbang sektor-sektor yang lainnya.
Tinggal sekarang siapa yang mau memulainya.
Salam hangat.
Agil S Habib, Penulis Tinggal di Tangerang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H