Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Perihal Sampah Sisa Makanan yang Jadi Persoalan Lingkungan

26 Desember 2022   22:05 Diperbarui: 27 Desember 2022   19:30 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaku kecil dulu nenek saya selalu mewanti-wanti agar ketika makan jangan sampai menyisakan makanan. Bahkan untuk tersisa satu butir nasi sekalipun dilarang. "Nanti nasinya nangis." Begitu kata beliau.  

Entah pernyataan tersebut hanyalah metafora untuk menggugah rasa iba seorang anak kecil terhadap makanannya atau memang cuplikan dari akibat yang ditimbulkan manakala kita membiarkan makanan tersisa.

Setelah beranjak dewasa saya merasa bahwa apa yang dikatakan oleh nenek perihal 'nasi menangis' itu memang benar adanya. Terutama ketika masa-masa pasca saya lulus SMA dan belum memiliki pekerjaan tetap.

Kala itu saya merasakan betul betapa berharganya sesuap nasi, terlebih saat saya dan kakak saya mesti pontang-panting kesana-kemari untuk mendapatkannya. Setiap kali ada uang untuk membeli sebungkus nasi, kami benar-benar akan melahap semuanya tanpa sisa. Bahkan sampai butiran nasi yang terakhir.

Pernah suatu ketika saya membeli soto ayam setelah sekian lama tidak pernah menikmatinya. Kala itu ada irisan tomat yang sedari dulu sangat saya hindari. Biasanya saya enggan untuk memakan tomat mentah karena tidak cocok dengan rasanya.

Akan tetapi, saat menyantap soto ayam itu saya merasa sayang untuk membuangnya. Jarang-jarang makan soto ayam membuat saya ingin menikmati semuanya. Termasuk juga dengan irisan tomat mentahnya pun saya makan juga.

Sehingga ketika melihat ada orang-orang makan yang menyisakan begitu banyak makanan di piring hidangannya saya merasa jengah. Apalagi saat menjumpai rumah-rumah makan dan restoran mewah yang mana tidak sedikit diantaranya membersihkan meja bekas makan pelanggannya dengan setumpuk nasi dan lauk pauk tersisa. Sebenarnya masih bisa diselamatkan, tapi ternyata malah dibuang.

Bukan cuma buang-buang makanan, perilaku menyisakan dan menyia-nyiakan makanan juga berkontribusi besar terhadap penumpukan sampah. Bahkan menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) disebutkan bahwa sisa makanan adalah penyumbang sampah tertinggi (45,1%) mengalahkan jenis-jenis  sampah lain seperti plastik (15,6%), kayu/ranting/daun (14,6%), kertas/karton (12,4%), dan sebagainya.

Tumpukan sampah sisa makanan ini lama-kelamaan akan menghasilkan gas-gas polutan yang mendorong terjadinya efek rumah kaca. Pemanasan global dan gangguan lingkungan lain salah satunya bermula dari sini.

Di beberapa negara maju yang memperhatikan betul isu-isu lingkungan, perilaku semacam ini tidak bisa ditolerir. Di Jerman misalnya, seseorang yang hanya 'berkapasitas' makan 1,5 bungkus hamburger untuk sekali makan tetapi memutuskan membeli 2 bungkus  dengan hanya memakan sebagian dan membiarkan sebagian yang lainnya terbuang biasanya akan mendapatkan teguran dari orang-orang di sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun