Sejak menginjakkan kaki pertama kali di perantauan tiga bulanan lalu, baru beberapa hari ini keponakan saya mulai memasuki dunia barunya sebagai karyawan salah satu perusahaan. Setelah berulang kali mencari pekerjaan, mengirimkan lamaran, dan mendapat berulang kali penolakan akhirnya ia pun bisa diterima kerja juga.
Saya dan istri biasanya berbagi tugas antar jemput karena kendaraan yang kami miliki terbatas. Sesekali istri meminta agar keponakan saya tadi pulang pergi naik angkutan umum saja. Tapi saya masih ragu untuk memberikan izin karena akses angkutan umum yang masih cukup jauh dari area tempat tinggal kami, serta adanya risiko keamanan yang mengintai seiring jam pulang kerja di malam hari.
Bagaimanapun juga, kemudahan akses akan menjadi pertimbangan besar untuk menggunakan atau mengabaikan angkutan umum. Disamping frekuensi keberangkatan armada angkutan juga turut menentukan. Setiap pengguna angkutan umum tentu ingin sesegera mungkin sampai ke tujuan tanpa perlu mengeluarkan banyak energi menunggu keberangkatan.
Bahkan seandainya memungkinkan para pengguna angkutan umum itu berharap selepas keluar rumah sudah bisa langsung naik kendaraan menuju destinasi yang ditentukan. Cepat, mudah, dan tentunya aman.
Perihal keamanan dalam mengendarai angkutan umum ini juga masih perlu menjadi perhatian. Karena dari beberapa cerita yang beredar ternyata masih berulang tindak kejahatan di angkutan umum dimana ada penumpang perempuan yang "dikerjai" oleh sopir angkutan. Beberapa diantaranya bahkan sampai kehilangan nyawa.
Kabar-kabar semacam itu tentunya memantik kengerian dari masyarakat yang akhirnya cenderung enggan dan menjauhi penggunaan angkutan umum. Sementara kita tahu bahwa sebenarnya angkutan umum tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam banyak hal.
Mulai dari mengurangi kemacetan, mengurangi ongkos pengeluaran harian masyrakat, dan yang tidak kalah penting adalah mereduksi emisi gas buang yang berperan besar dalam upaya penyelamatan lingkungan.
Menurut Badan Energi Internasional, sektor transportasi Indonesia bertanggung jawab terhadap 23% total emisi karbon dioksida tahun 2018. Dan berdasarkan paparan Kementerian Perhubungan diketahui bahwa jumlah kendaraan pribadi ternyata jauh mengungguli jumlah angkutan umum yang ada.
Pada tahun 2021 lalu terdapat sekitar 77 juta kendaraan pribadi yang meliputi mobil, sepeda motor, dan beberapa jenis kendaraan lainnya. Sedangkan untuk angkutan umum jumlahnya hanya berkisar di angka 500 ribuan saja yang terdiri dari bus, minivan, dan beberapa angkutan publik lainnya.
Dengan demikian bisa kita tarik kesimpulan bahwa kontributor terbesar emisi karbon di Indonesia adalah kendaraan pribadi. Logika sederhananya, agar suplai emisi bisa dikurangi maka yang perlu dilakukan adalah mengurangi jumlah kendaraan pribadi tersebut atau setidaknya meminimalisir jumlah yang beroperasi dijalanan.