Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Satu Jam Bersama Kecerdasan Buatan ChatGPT, Menghapus Kekhawatiran Teknologi Masa Depan

13 Desember 2022   14:46 Diperbarui: 13 Desember 2022   15:02 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kecerdasan buatan | Sumber gambar : pixabay.com / geralt

"Sekarang sudah ada ChatGPT. Apakah keterampilan menulis masih diperlukan di masa depan?" Yuda tetiba mengutarakan pertanyaan dengan nada gelisah di WA grup pelatihan menulis kami. Yang lantas mendapatkan tanggapan beragam dari beberapa teman yang lain.

"Selama masih ada orang baca, pasti masih ada kebutuhan." Nugi coba menyampaikan tanggapan.

"Jawabannya mungkin serupa untuk pertanyaan, 'Mengapa harus ada guru sedangkan segala jenis informasi bisa ditemukan dengan mudah melalui google dan ragam sumber bacaan lainnya?'" Lisa menimpali dengan analogi pertanyaan lain yang senada.

"Percuma dong kita capek-capek belajar nulis, latihan nulis,  kalau akhirnya bisa digantikan dengan mudah oleh Artificial Intelligence (AI)." Yuda kembali melontarkan pernyataan skeptis terhadap keberadaan AI yang dinilainya sebagai biang keladi tersingkirnya peran manusia dalam bidang kepenulisan.

Sejenak saya memiliki pandangan yang sama dengan Yuda, atau lebih tepatnya merasakan kekhawatiran serupa perihal kemungkinan tereliminasinya keterampilan menulis pasca munculnya platform kecerdasan buatan ChatGPT yang berbasis AI tersebut.

Tentu menyakitkan apabila melihat gelora niatan menulis yang sudah dinyalakan sejak lama tiba-tiba harus padam oleh kemunculan teknologi kecerdasan buatan yang mampu berproses lebih cepat dari kita.

Kekhawatiran menghadapi kehadiran kecerdasan buatan ChatGPT mungkin bisa disamakan seperti masa-masa menjelang perubahan milenium yang lalu ketika grup musik kasidah Nasidaria mengumandangkan lagu berjudul "Tahun 2000". Ketika penduduk makin banyak, sawah ladang menyempit, mencari nafkah makin sulit, tenaga manusia diganti mesin, dan pengangguran merajalela.

Meskipun pengangguran memang benar-benar merajalela sekarang ini, akan tetapi manusia tetap masih memegang kendali. Mesin dan otomatisasi memang sudah banyak menggantikan peran manusia, namun keberadaan manusia tetap eksis sampai saat ini. Bahkan mampu menghasilkan produk teknologi seperti ChatGPT yang mendapat kecurigaan lanjutan sebagai pemupus eksistensi manusia itu sendiri.

Demi menghapus kegelisahan tersebut maka saya merasa perlu untuk berbicara empat mata dengan ChatGPT dalam rangka mengklarifikasi langsung perihal siapa ia sebenarnya, apa yang mampu ia kerjakan, dan bagaimana ia mempengaruhi beragam jenis profesi yang was-was akan keberadaannya.

Setelah melewati diskusi sekitar satu jam jam akhirnya saya memperoleh gambaran tentang siapa gerangan kecerdasan buatan ChatGPT ini.

ChatBot

ChatGPT adalah sebuah chatbot atau semacam fitur tanya jawab yang akan merespon setiap pertanyaan yang kita ajukan kepadanya secara otomatis. Apa yang kita tanyakan akan dijawabnya. Lantas apa bedanya dengan "Si Mbah Google"?

Ketika kita hendak mecari tahu informasi tertentu dan mengetikkan kata kuncinya di laman mesin pencari google.com, maka yang muncul adalah berderet-deret URL yang bisa kunjungi untuk mendapatkan informasi yang kita inginkan. Biasanya dengan cuplikan isi tulisan yang menjadi sajian dari URL sumber tersebut.

Dengan kata lain, kita sebagai pengguna harus mencari tahu sendiri dengan memilih URL mana yang dianggap sesuai, memilih penjelasan dari masing-masing sumber, dengan opsi yang sangat banyak dari halaman pertama sampai terakhir. Jumlahnya bisa mencapai ratusan bahkan jutaan halaman. Yang mana kemudian hal ini memantik keberadaan SEO atau Search Engine Optimization dimana para pemilik URL berlomba-lomba untuk menampilkan kontennya pada halaman pertama hasil pencariaan Mbah Google.

Sedangkan pada ChatGPT kita cenderung lebih intim untuk mempertanyakan satu dan lain hal. Kita ajukan pertanyaan selayaknya kita bertanya pada orang lain perihal topik materi tertentu. Misalnya pertanyaan "Bagaimana cara meningkatkan profit bisnis?", "Apa yang harus dilakukan untuk mengurangi pengangguran?", dan sebagainya.

Berbeda dengan google.com yang menampilkan serentetan halaman web yang bisa kita pilih untuk kunjungi satu per satu, ChatGPT langsung memberikan uraian jawaban dari pertanyaan yang kita ajukan. Terkait pertanyaan "Bagaimana cara meningkatkan profit bisnis?" misalnya, ChatGPT akan memberikan konfirmasi jawaban "Untuk meningkatkan profit bisnis dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya... bla..bla..bla.. dan seterusnya."

Atau mungkin saat kita bertanya, "Bagaimana menurutmu tentang komunitas LGBT?". ChatGPT akan memberikan tanggapan yang cenderung normatif. "Pernikahan sejenis di agama Islam dilarang. Namun, dalam hubungan sosial kecenderungan seksual seseorang hendaknya dihargai... bla..bla.. bla."

Seolah-olah kita mendapatkan chat langsung dari seorang pakar suatu bidang tertentu di tempat nun jauh disana dan memberi kita penjabaran terhadap pertanyaan yang kita ajukan. Setiap jawaban akan menyesuaikan konteks pertanyaan kita. Ia akan memberikan tanggapan ketika kita memintanya.

Bahkan untuk menjawab pertanyaan matematika seperti satu ditambah satu sama dengan berapa juga akan direspon jawaban secara langsung. Seperti ketika Anda meminta bocoran kunci jawaban sebuah soal ujian ke teman di ruang sebelah melalui chat WA.

Tidak Update

Sayangnya, kecerdasan buatan ChatGPT tidak memiliki kemampuan menanggapi beberapa berita terkini. Juga tidak sanggup memprediksi sesuatu yang memerlukan kecakapan analisa dan koneksi jejaring beberapa sumber informasi yang kemudian dipadupadankan satu sama lain untuk menarik kesimpulan akhir berdasarkan semua info yang ada itu.

ChatGPT hanya sebatas menjawab apa yang kita tanya atau menanggapi yang kita nyatakan sesuai dengan kapasitas rekaman informasi yang sudah ditanamkan kepadanya. Dengan kata lain, ia tidak atau belum mampu menambah perbendaharaan informasinya sendiri layaknya Skynet Terminator ataupun organisme hidup yang belajar dan berfikir.

Barangkali anggapan semacam itu akan terjadi dimasa depan. Siapa tahu. Hanya saja untuk saat ini ekspektasi itu harus kita singkirkan terlebuh dulu seiring ChatGPT yang masih sangat terbatas kemampuannya, namun tetap lebih terfokus dalam merespon pertanyaan ataupun pernyataan yang kita lontarkan kepadanya tanpa kita harus memilih dan memilah sendiri layaknya di laman google.com.

 

Satu Perspektif

ChatGPT hanya memiliki satu pandangan terkait topik tertentu sesuai dengan yang telah ditanamkan dalam memorinya. Sedangkan dengan Mbah Google kita mampu melihat beragam jenis pandangan dari berbagai pembuat konten tulisan.

Singkat kata, Mbah Google menyajikan beragam perspektif untuk kita pilih. Sedangkan kecerdasan buatan ChatGPT langsung memberikan informasi yang ia tahu tanpa memberikan kita opsi alternatif. Dalam hal ini bukan tidak mungkin yang disampaikan oleh ChatGPT adalah informasi yang salah, sehingga kita perlu melakukan kroscek dan verifikasi.

Kita bisa menganggapnya sebagai perspektif ChatGPT, bukan perspektif dari para penyedia informasi di link URL selayaknya kita lihat di laman Mbah Google.

Selain beberapa gambaran mengetahui status kecerdasan buatan ChatGPT sebagai Chatbot yang tidak bisa meng-update informasinya sendiri serta cuma memiliki satu perspektif informasi, saya masih belum menangkap kemampuan dari platform ini yang katanya bisa menggantikan peran manusia untuk menghasilkan suatu karya tulis yang otentik seperti copywriting, kreasi artikel tulisan, dan sejenisnya. Dan untuk peran yang lain sepertinya juga tidak semudah itu digantikan oleh ChatGPT.

Yang saya tangkap justru ChatGPT ini tak ubahnya sumber referensi lain yang menjadi penyedia data informasi spesifik yang bisa menjadi inputan bagi kita dalam mengkreasi jenis tulisan tertentu ataupun untuk menggali referensi tertentu. ChatGPT bukanlah alat pencipta konten, akan tetapi merupakan salah satu alat bantu yang memberikan masukan bagi manusia untuk mengkreasi konten.

Bahkan saat saya bertanya langsung apakah kecerdasan buatan ChatGPT akan menghilangkan peran manusia dengan tegas ia menjawab bahwa hal itu tidak akan terjadi. Ia menegaskan bahwa dirinya hanyalah faktor pendukung dari keberadaan manusia sebagai faktor utama.

Dan saya rasa kita hanya patut khawatir hanya pada diri kita sendiri yang enggan mengikuti perubahan dan mencoba belajar hal-hal baru. Karena bagaimanapun zaman akan terus berubah. Manusia yang satu akan mengkreasi sebuah karya yang bisa saja berimbas terhadap eksistensi manusia yang lain. Dalam hal inilah dorongan untuk berpangku tangan dan menjadi obyek zaman mesti ditinggalkan.

ChatGPT hanyalah salah satu dari produk zaman yang dikreasi oleh manusia itu sendiri. Sehingga ketimbang menaruh syak wasangka pada kecerdasan buatan tersebut alangkah baiknya bagi siapapun untuk merawat kecerdasannya sendiri dan tetap waras menyikapi perubahan demi perubahan yang terjadi itu.

Salam hangat.

Agil S Habib, Penulis Tinggal di Tangerang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun