Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kolaborasi Kebajikan di Ruang Digital, Langkah Menebar Kebaikan Tanpa Batas dan Aral

9 Agustus 2022   13:17 Diperbarui: 9 Agustus 2022   13:51 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang digital seharusnya menjadi sarana untuk berbagi kebaikan | Ilustrasi gambar : pixabay

Perbuatan baik bisa kita lakukan kapan saja dan dimana saja. Tidak hanya terbatas di dunia nyata, melainkan juga di dunia maya. Ruang dan waktu bukanlah halangan untuk menebar kebajikan. Kesempatan menunaikan serta menularkan kebaikan akan senantiasa terbentang luas di tengah peradaban yang tanpa batas.

Keberadaan ruang digital telah mereduksi sekat pembatas yang selama ini ada. Terlebih sejak internet melanda dan menjadi bagian penting dari kehidupan kita.

Berdasarkan laporan "Digital 2022 April Global Statshot Report" yang dirilis oleh Hootsuite dan We Are Social sebagaimana dilansir oleh laman kompas.com, terdapat sekitar 7.93 miliar jiwa penduduk dunia dengan 63% persen diantaranya atau sekitar 5 miliar jiwa telah menggunakan internet[1].

Sedangkan di Indonesia sendiri 73.7% dari 204.7 juta jiwa (per Januari 2022) penduduknya juga telah menjadi pengguna internet[2]. Dan dari jumlah tersebut rata-rata menghabiskan waktunya 8 jam 52 menit setiap hari untuk menjelajah internet atau dunia maya[3].

Dengan semakin baiknya sumber daya pendukung mulai dari koneksi jaringan, keterjangkauan biaya akses, hingga kualitas perangkat keras (hardware) ataupun perangkat lunak (software) maka bukan tidak mungkin angka-angka tersebut akan terus bertambah.

Sehingga sebagian besar waktu kita dimasa kini dan masa-masa mendatang sangat mungkin akan lebih banyak dihabiskan di ruang digital. Interaksi kita dengan dunia maya akan jauh lebih intensif dibandingkan interaksi kita dengan dunia nyata.

Dengan demikian, ruang digital akan memberikan pengaruh besar terhadap kepribadian kita, mempengaruhi cara kita hidup, mempengaruhi cara kita bersikap, mempengaruhi cara kita bertindak, dan seterusnya.

Disisi lain, dorongan untuk berbuat baik atau sebaliknya sangatlah dipengaruhi oleh aliran informasi yang ada, konten yang tersedia, serta ragam fenomena yang ditemukan dalam proses perjalanan mengarungi ruang digital tersebut.

Semakin banyak hal-hal baik (positif) yang masuk ke otak kita maka akan semakin mendorong kita ke arah sikap dan tindakan yang lebih baik pula. Begitupun sebaliknya.

Bijak dan Bajik di Ruang Digital

Belakangan ini, ruang digital sering dianggap sebagai biang keladi kegaduhan, sumber konflik, ataupun pemicu perpecahan. Disana merupakan media yang sempurna untuk mencurahkan kata-kata, mengutarakan pendapat, sampai dengan beradu debat.

Ruang digital seharusnya menjadi sarana untuk berbagi kebaikan | Ilustrasi gambar : pixabay
Ruang digital seharusnya menjadi sarana untuk berbagi kebaikan | Ilustrasi gambar : pixabay

Namun sayangnya, sebagian orang terkadang justru kurang bertanggung jawab terhadap tindakannya, berbicara semaunya, melontarkan kata-kata dengan semena-mena, atau bahkan menghina orang lain yang tidak sepandangan dengannya.

Disamping itu, ruang digital juga memungkinkan sebagian orang untuk mengkamuflase dirinya menjadi pribadi yang berbeda dibandingkan kehidupannya yang "asli". Seorang pribadi pendiam bisa terlihat "galak" di ruang digital melalui lontaran kata-kata atau selentingan kalimat menyayat.

Mereka yang terlihat lemah lembut dan santun dalam bertutur kata bisa berubah menjadi orang kasar dan lantang bersuara. Pribadi seseorang seakan berubah seratus delapan puluh derajat dengan keberadaan ruang digital yang memungkinkan berekspresi secara bebas.

Oleh karena itu, diperlukan kebijaksanaan kita dalam beraktivitas di ruang digital. Juga pentingnya keterlibatan dari para bijak bestari agar turut mengambil peran di ruang digital ini. Sebagai penyeru kebajikan, penasihat kebaikan, dan menjadi guru, teladan, serta panutan yang bisa dijangkau oleh semua orang.

Apabila para bijak bestari tidak segera mengambil peran maka dikhawatirkan peran tersebut akan diambil oleh mereka yang tidak punya kompetensi atau kecakapan untuk melakukannya. Warganet akan mendapat panutan yang salah. Figur yang tidak sepatutnya dijadikan teladan jangan sampai tampil di depan.

Keterlibatan aktif para bijak bestari ini adalah sebuah cara untuk memperjuangkan apakah kebaikan akan diperhatikan atau sebaliknya. Mereka yang terjun di ruang digital sepatutnya bukan hanya orang-orang dengan orientasi materialis saja. Akan tetapi, para bijak bestari pun juga harus memiliki semangat serupa.

Kolaborasi Kebaikan

Ruang digital merupakan ranah yang harus disentuh dan digarap oleh para bijak bestari agar tidak semakin dikuasi oleh mereka yang hanya berorientasi pada materi dan mengabaikan esensi dari kehidupan yang semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan.

 "Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman."{HR. Muslim}

Kebaikan harus diperkenalkan, dipublikasikan, dan dikabarkan kepada semua orang. Sampaikan walau hanya satu ayat. Semakin banyak yang menyampaikan  maka itu akan semakin baik.

Kolaborasi merupakan kunci untuk menebar kebaikan di ruang digital | ilustrasi gambar : pixabay
Kolaborasi merupakan kunci untuk menebar kebaikan di ruang digital | ilustrasi gambar : pixabay

Para ustadz, cendekiawan, pemuka agama dan orang-orang yang memiliki khasanah wawasan kebaikan mumpuni hendaknya turut terlibat aktif dalam mendorong tumbuh suburnya kebaikan di masyarakat. Terutama melalui ruang digital yang kini telah menjadi tempat membaur banyak orang.

Agar para bijak bestari ini mendapatkan atensi dari segenap penghuni ruang digital yang lain tentunya mereka tidak hanya sekadar menggunakan pendekatan yang monoton, cara-cara lama yang ketinggalan zaman, atau jauh dari kriteria menarik untuk diperhatikan.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa ada sebagian bijak bestari yang kurang memiliki pemahaman terhadap teknologi atau tidak memiliki ketertarikan terhadap digitalisasi. Namun itu bukan berarti keilmuwan mereka lantas tidak bisa kita berdayakan untuk kebaikan yang lebih luas.

Dalam hal ini para bijak bestari harus memiliki inisiatif atau setidaknya  orang-orang yang mengenal para bijak bestari tersebut perlu berupaya untuk memfasilitasi keterlibatan para bijak bestari ini di ruang digital.

Sebagai contoh, selama beberapa tahun terakhir ini saya cukup sering mengikuti kajian online yang disampaikan oleh sosok alim bernama Kyai Haji Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang biasa dikenal dengan sebutan Gus Baha.

Keberadaan beliau saya ketahui berkat adanya unggahan youtube, facebook, dan media sosial (medsos) yang dilakukan oleh para muhibbin, santri, dan para penyelenggara kajian yang turut mengundang beliau sebagai pembicara.

Padahal sebenarnya Gus Baha sendiri merupakan pribadi yang terkesan cuek terhadap teknologi. Karena untuk sekadar WhatsApp (WA) saja beliau tidak punya. Beliau juga bukan sosok yang ingin publisitas. Meskipun begitu khasanah keilmuwan beliau sangatlah luar biasa yang teramat sayang untuk dilewatkan begitu saja.

Wawasan beliau tentang kebaikan dan atau kebajikan adalah sesuatu hal yang harus diketahui oleh banyak orang dalam cakupan yang lebih luas. Dan kita tahu bahwa internet atau ruang digital merupakan media yang paling memungkinkan untuk melakukan itu semua.

Berkolaborasi dengan sosok bijak bestari seperti Gus Baha ini tentulah penting dilakukan oleh para kreator konten agar kebaikan tetap terjaga dan menyebar luas ditengah zaman seperti sekarang. Agar menjadi penyeimbang di ruang digital yang penuh dengan dinamika. Agar orang-orang seperti saya dan yang lainnya bisa mendapatkan asupan wawasan berharga.

Serupa yang dilakukan oleh Najwa Shihab dengan "merangkul" ayahandanya yaitu Kyai Haji Quraish Shihab untuk turut terlibat dalam pembuatan konten youtube merupakan contoh lain dari pelibatan sosok bijak bestari dalam memperkenalkan kebaikan kepada khalayak luas melalui ruang digital.

Sebagai seorang penyedia konten di ruang digital, Najwa Shihab telah membuka akses bagi warga dunia maya untuk turut belajar sesuatu yang berharga dari sosok cendekiawan besar. Kolaborasi ayah anak dari keluarga Shihab barangkali merupakan sebuah contoh berharga dalam hal menebar kebaikan di ruang digital.

Paradigma Lama dan Perubahan Zaman

Bagi sebagian orang khususnya di kalangan bijak bestari mungkin ada yang beranggapan bahwa teknologi digital, internet, dan khususnya media sosial merupakan sesuatu yang kurang baik. Paradigma lama yang berkembang memberikan pemahaman bahwa teknologi adalah candu, sumber masalah, dan sebagainya.

Habib Husein Ja'far Al-Hadar, K.H. Quraish Shihab, dan Najwa Shihab di kanal youtube
Habib Husein Ja'far Al-Hadar, K.H. Quraish Shihab, dan Najwa Shihab di kanal youtube "narasi" | Sumber gambar : Tangkapan layar kanal Youtube "narasi"

Sementara itu disisi yang lain peradaban kita saat ini justru sedang menjurus ke arah digitalisasi. Bahkan era metaverse sudah menjelang di depan mata. Sehingga mengabaikan hal itu sepertinya bukan pilihan yang bijak.

Seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa ruang digital belakangan kerap dipandang sebagai sumber masalah, maka sepatutnya kebajikan juga perlu diberlakukan disana agar supaya bisa menghapus stigma negatif tersebut.

Zaman telah berubah, seruan kebaikan tidak cukup hanya di dunia nyata. Dunia maya pun juga memerlukan atensi serupa atau bahkan lebih seiring semakin bertambahnya "penghuni" disana.

Menukil perkataan dari Habib Husein Ja'far Al-Hadar selaku Direktur Akademi Kebudayaan Islam Jakarta yang sekaligus merupakan pemilik kanal youtube "CAHAYA UNTUK INDONESIA", beliau mengatakan bahwa tipologi ulama ada tiga, yaitu[4] :

  • Khutabi, yaitu berdakwah atau khutbah melalui lisan
  • Kutubi, yaitu berdakwah melalui tulisan
  • Yutubi, yaitu berdakwah melalui youtube.

Menurut beliau, untuk mendukung tipologi yang ketiga (yutubi) diperlukan adanya kecakapan digital, kecakapan kreativitas, dan kecakapan konteks agar supaya video yang disampaikan mendapatkan respon positif dari penghuni dunia maya.

Dengan demikian para bijak bestari yang memiliki keilmuwan memadai yang tidak semuanya memiliki kecakapan penunjang di ruang digital perlu mendapatkan dukungan yang cukup dari semua pihak. Termasuk kita yang mungkin hanya berperan sebagai penikmat konten juga harus bisa memposisikan diri disana.

Setidaknya kita bisa turut berperan menjadi fasilitator yang turut mem-viral-kan konten digital yang memuat nilai-nilai kebajikan agar bisa tersampaikan kepada sebanyak mungkin orang yang mengakses ruang digital tersebut.

Karena bagaimanapun juga era VUCA yang penuh gejolak (Volatility), penuh dengan ketidakpastian (Uncertainty), sangat kompleks (Complexity), serta mengandung banyak keambiguan (Ambiguity) kerapkali menjadikan kita kehilangan arah.

Sehingga memiliki pemahaman yang baik mengenai kebajikan sangatlah krusial bagi kita yang hidup di era ini. Kita butuh pijakan, pedoman, dan nilai-nilai luhur agar dapat mendasari semua keputusan yang kita ambil secara tepat. Karena dengan begitu maka kita akan mampu turut serta menebarkan kebajikan sesuai dengan pemahaman yang benar kepada orang lain di dunia nyata maupun dunia maya.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun