Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Presidensi G20, "Tipping Point" Wujudkan Visi Indonesia Maju Melalui Transformasi Digital dan Investasi Hijau

29 Juli 2022   10:37 Diperbarui: 29 Juli 2022   10:39 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia digadang-gadang akan tampil sebagai kekuatan baru ekonomi dunia di masa depan. Hal itu bukan tanpa alasan mengingat negara yang kita cintai ini memang memiliki potensi besar untuk mencapainya. Visi Indonesia Maju merupakan "summary" dari keyakinan bahwa Indonesia mampu untuk mewujudkan hal itu.

Mychal Jefferson, Chairman Hamershlag Private, dalam webinar Road to New York, Indonesia Investment Forum menyampaikan keyakinannya bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-4 dunia karena didukung oleh pilar penting bernama Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM)[1].

Saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi[2]. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia pada tahun 2019 yang lalu mencapai 67.6%, sementara jumlah penduduk usia tidak produktif hanya sekitar 26-27%[3].

Besarnya SDM usia produktif ini akan sangat mendukung laju perekonomian apabila dikelola secara tepat. Tingginya jumlah penduduk usia produktif seharusnya berkorelasi positif terhadap pendapatan per kapita suatu negara[4].

Pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2021 menurut BPS adalah sebesar US$ 4.349,5 per tahun[5]. Sedangkan sebuah negara dikatakan maju menurut Bank Dunia (World Bank) apabila pendapatan per kapita  mencapai US$ 11.906 atau lebih per tahun[6].

Pendapatan per kapita merupakan wujud nyata pertumbuhan ekonomi[7], dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi mengindikasikan keberhasilan pembangunan sebuah negara. Dimana pertumbuhan ekonomi minimal 6% per tahun harus dikejar apabila ingin mencapai target pendapatan per kapita US$ 12.000 -- US$ 13.000 per tahun[8].

Bukan perkara mudah memang. Namun, terwujud atau tidaknya visi Indonesia Maju sangat ditentukan dari upaya pembangunan yang kita lakukan.

Pandemi dan Transformasi Digital

Peran SDM sangatlah penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun, peran SDM tersebut selama beberapa waktu terakhir ini sedang diuji seiring datangnya pandemi covid-19 yang mengancam aset terpenting manusia yaitu kesehatan. Untuk melindunginya maka pembatasan aktivitas sosial pun diberlakukan.

Pandemi mandorong akselerasi bisnis melalui transformasi digital | Ilustrasi gambar : antaranews.com / Pexels
Pandemi mandorong akselerasi bisnis melalui transformasi digital | Ilustrasi gambar : antaranews.com / Pexels

Dampak dari kebijakan tersebut mengakibatkan mobilitas publik terhambat, perputaran ekonomi melambat, dan aktivitas bisnis tersendat. Imbasnya, terjadi penurunan angka pendapatan per kapita Indonesia dari US$ 4.050 pada tahun 2019 menjadi hanya US$ 3.870 di tahun 2020[9].

Disatu sisi, pandemi memang menyulitkan. Tetapi disisi lain pandemi justru menjadi momen kebangkitan dari pemanfaatan ruang digital sebagai media pendorong pertumbuhan ekonomi yang baru. Memberikan solusi atas keterbatasan ruang dan waktu.

Pada tahun 2021 lalu ekonomi digital Indonesia berhasil meraup Rp 401 triliun nilai transaksi. Diproyeksikan pada tahun 2030 mendatang potensi ekonomi digital Indonesia akan mencapai Rp 4.531 triliun[10].

Banyak perusahaan rintisan teknologi (startup) yang bermunculan dengan sebagian diantaranya bahkan berhasil menjadi korporasi raksasa seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan lain sebagainya.

Para pelaku bisnis "lama" dari level UMKM hingga perusahaan besar berbondong-bondong mempergunakan ruang digital sebagai media untuk men-scale up lini usahanya.

Menilik perkembangan tersebut sepertinya pemberdayaan ruang digital masih akan berlanjut untuk waktu-waktu mendatang seiring arus ekonomi global yang memang mengarah pada transformasi ekonomi digital dan ekonomi terbarukan[11].

Perubahan Iklim dan Investasi Hijau

Alam telah menjadi sandaran hidup segenap warga Indonesia. Eksploitasi kekayaan alam menjadi cara kita bertahan. Menghasilkan energi, menjalankan ekonomi, menggalakkan industri, dan mengembangkan transportasi. Yang ternyata efek sampingnya baru kita sadari belakangan.

Ekonomi berkelanjutan adalah kunci untuk bertahan dan mencapai kemajuan | Ilustrasi gambar : tribunnews.com / Parapuan
Ekonomi berkelanjutan adalah kunci untuk bertahan dan mencapai kemajuan | Ilustrasi gambar : tribunnews.com / Parapuan

Indonesia menduduki urutan kelima negara penyumbang emisi karbon (CO2) terbesar dunia dengan prosentase 4.1% secara global[12]. Dengan tiga kontributor terbesarnya yaitu dari sektor industri (37%), transportasi (27%), dan energi (27%)[13].

Padahal CO2 merupakan penyabab utama gas rumah kaca yang berdampak buruk bagi bumi. Pemicu perubahan iklim yang mengakibatkan suhu bumi memanas, bencana kekeringan meningkat, permukaan air laut meninggi, dan sebagainya.

Perubahan iklim diperkirakan akan menjadi tantangan berat dimasa depan dengan skala ancaman yang menyamai pandemi[14] serta akan mereduksi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global[15].

Pada 22 April 2016 Indonesia bersama negara-negara dunia menandatangani Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang isinya terkait komitmen negara-negara di dunia untuk mereduksi emisi karbon global, terlibat aktif dalam upaya penanggulangan perubahan iklim, serta mendorong terlaksananya ekonomi terbarukan[16].

Dunia memang sedang bertransformasi menuju green economy yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan[17].

Dalam hal ini sebenarnya Indonesia relatif diuntungkan karena memiliki kekuatan yang bisa dimaksimalkan tatkala memasuki era ekonomi tersebut, seperti :

  • Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar, mulai dari matahari yang mencapai 207.8 Giga Watt (GW), air (75 GW), angin (60.6 GW), bioenergi (32.6 GW), panas bumi (23.9 GW), dan arus laut (17.9 GW)[13].
  • Potensi kredit karbon Indonesia mencapai 113.18 gigaton CO2e[17]. Dengan nilai pendapatan yang bisa diperoleh melalui perdagangan karbon tersebut mencapai US$ 565.9 miliar atau sekitar Rp 8.000 triliun[18].

Sayangnya, saat ini masih terjadi ketimpangan aliran investasi hijau antara negara maju dan negara berkembang dimana hanya seperlima saja investasi energi hijau yang mengalir ke negara berkembang. Selain itu, harga jual beli kredit karbon dari proyek hijau di negara-negara maju juga cenderung lebih mahal daripada negara berkembang yakni US$ 100 berbanding US$ 10[19].

Kondisi ini akan menghambat upaya transisi energi terbarukan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Padahal transisi menuju energi terbarukan merupakan suatu keharusan. Apalagi Presiden Joko Widodo sudah mengatakan tahun 2030 nanti Eropa dan Amerika sudah tidak mau lagi menerima barang-barang yang berasal dari energi fosil[13].

Dengan demikian eksport produk-produk Indonesia yang masih mengandalkan energi fosil pasti akan kehilangan pasarnya jika tidak bergegas melakukan perubahan.

Oleh karena itu, kita harus mendorong pertumbuhan investasi hijau di berbagai lini strategis serta menghilangkan seluruh hambatannya, seperti :

  • Melakukan pemerataan pemahaman tentang urgensi serta keuntungan ekonomi hijau dan investasi hijau, khususnya di kalangan dunia usaha.
  • Mendukung lahirnya regulasi dan pemberian insentif/disinsentif yang mampu mengakomodasi pertumbuhan investasi hijau.
  • Memberantas korupsi dan menegakkan aturan mengenai prinsip-prinsip kepedulian lingkungan.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Wariyo, menyampaikan strategi peningkatan Sustainable Finance Instrument (SFI) melalui pengembangan instrumen keuangan dan investasi hijau, pembangunan ekosistem instrumen keuangan berkelanjutan, serta bantuan teknis berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman semua pihak[20]. Strategi ini diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap praktik ekonomi berkelanjutan di Indonesia.

Sangatlah penting untuk berkolaborasi antara lembaga keuangan, pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Kejaksaan RI untuk aktif mempromosikan pembiayaan dan instrumen pasar keuangan yang memperhatikan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) serta menghindarkannya dari potensi korupsi yang mengganggu tegaknya ekonomi hijau.

  

Momentum Presidensi G20

Indonesia akan menjadi tuan rumah hajatan negara-negara besar dunia yang merepresentasikan 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 ke-17.

Momen pertemuan para perwakilan negara-negara G20 | Sumber gambar : bi.go.id
Momen pertemuan para perwakilan negara-negara G20 | Sumber gambar : bi.go.id

Tema "Recover Together, Recover Stronger" yang diusung dalam Presidensi G20 Indonesia ini menunjukkan arti penting kerja sama, kolaborasi, dan sinergi untuk menyelesaikan tantangan global bersama-sama.

Sebuah semangat yang dimaksudkan untuk merangkul seluruh anggota G20 agar bersinergi memulihkan kondisi bangsa pasca pandemi, menyikapi ancaman krisis iklim, dan meredam perbedaan pandangan seiring pecahnya konflik Rusia-Ukraina.

KTT G20 Presidensi Indonesia memiliki peran yang krusial, terutama bagi Indonesia sendiri. Inilah kesempatan besar kita untuk mengorkestrasi negara-negara lain supaya mendukung pertumbuhan dan perbaikan kondisi dunia agar selaras dengan kepentingan Indonesia.

Inilah "tipping point" bagi kita untuk melesat diantara jajaran negara-negara ekonomi kuat lainnya. KTT G20 Presidensi Indonesia adalah tentang sebuah momentum kemajuan.

1.>> Duduk bersama para pemimpin dunia yang terfragmentasi oleh konflik Rusia-Ukraina 

Mungkin ini merupakan kunci penting KTT G20 Presidensi Indoensia yang akan menentukan lancar tidaknya pembahasan agenda pemulihan global. Mengingatkan negara-negara anggota bahwa sekarang adalah momen untuk melakukan recovery, bukan konfrontasi.

2.>> Penguatan arsitektur kesehatan global sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan pandemi selanjutnya

Arsitektur kesehatan global merupakan bagian dari upaya kita untuk mempertahankan kestabilan ekonomi negara selama masa kritis akibat pandemi. Ini merupakan bagian dari membangun ketahanan ekonomi yang menjadi prasyarat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

3.>> Peningkatan konektivitas digital serta tata kelola data di tingkat internasional untuk menunjang transformasi digital

Digitalisasi sudah merambah kemana-mana, teknologi internet telah tumbuh dengan pesat. Yang memungkinkan kita terkoneksi dengan dunia.

Seiring dengan hal itu, kita ternyata membutuhkan dukungan konektivitas digital yang mumpuni. Terlebih saat ini kita sedang menuju era metaverse yang memerlukan dukungan koneksi berkualitas.

Disamping itu, perihal tata kelola data juga menjadi bahasan penting yang perlu diperhatikan. Dengan semakin berkembangnya era internet maka perlindungan terhadap data menjadi lebih penting.

 

4.>> Melakukan "reminder" komitmen pemberdayaan energi terbarukan khususnya investasi hijau agar senantiasa dikedepankan 

Pudarnya komitmen terhadap penerapan energi terbarukan akan menjadi langkah mundur dan menunda akselerasi menuju Indonesia maju yang berbasis ekonomi hijau. Disamping itu, risiko ancaman perubahan iklim pun akan semakin meningkat.

Tentunya kita tidak rela melihat pantai pariwisata Bali yang mempesona itu tenggelam oleh peningkatan ketinggian air laut, bukan? Kita tentu tidak ingin melihat hutan-hutan Indonesia yang rindang itu terbakar akibat suhu udara yang makin panas, bukan?

KTT G20 memegang mandat penting untuk menciptakan stabilitas dunia agar senantiasa aman ditinggali. Bagaimanapun juga kita semua hidup di atas bumi yang sama, itulah alasan utama bagi kita untuk peduli tentang betapa pentingnya investasi hijau sebagai pilar ekonomi dunia di masa depan.

Jalan menuju Indonesia maju memang tidak mudah. Tapi bukan berarti jalan yang mustahil untuk dilewati. Bahkan jalan itu akan turut melindungi alam yang kita tinggali ini.

Semoga bermanfaat.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun