Berdasarkan survei yang dilakukan oleh McKinsey terhadap lebih dari 860 eksekutif perusahaan, diperoleh informasi bahwa perusahaan-perusahaan dengan level pertumbuhan tertinggi ternyata menanamkan investasinya pada aset tidak berwujud sekitar 2.6 kali lebih banyak dibandingkan perusahaan-perusahaan lain yang memiliki pertumbuhan rendah.
Secara umum, survei tersebut menyimpulkan bahwa perusahaan yang berinvestasi lebih banyak dalam aset tidak berwujud mengalami pertumbuhan bisnis yang lebih besar.
Meskipun begitu ternyata ada sebagian pelaku bisnis, baik itu pada level usaha kecil maupun berskala besar, yang cenderung enggan untuk menanamkan investasi pada aset ini. Padahal dari survei yang dilakukan McKinsey ini sudah memberikan gambaran besar terkait keuntungan dari memberikan atensi lebih terhadap aset tidak berwujud tersebut.
Hal ini terjadi mungkin oleh karena beberapa sebab berikut sehingga aset tidak berwujud dirasa masih belum layak untuk mendapatkan atensi lebih besar ketimbang aset berwujud sebagai objek "pertaruhan" modal bisnis.
<1-> Minim "Knowledge"
Pengetahuan menjadi landasan awal dalam menentukan sikap ataupun tindakan terhadap berbagai situasi dan kondisi. Begitupun dengan intangible asset ini. Minimnya wawasan menjadikan pelaku bisnis cenderung merasa "berat hati" untuk memberikan perhatian lebih akan arti penting memiliki aset tak berwujud.
Padahal, jika pelaku bisnis memiliki informasi lebih banyak terkait sisi manfaat yang diberikan oleh aset tersebut bagi bisnis maka sudut pandat mereka akan terbarukan. Sehingga mencari tahu informasi lebih banyak adalah suatu kebutuhan jikalau pelaku bisnis ingin menangkap peluang pertumbuhan yang lebih baik di masa depan.
<2-> Nirwujud
Seiring ketidakberwujudannya, intangible asset memerlukan cara pantau yang berbeda dibandingkan perlakuan kita terhadap aset berwujud. Sehingga terkesan kita menangani sesuatu yang tak kasat mata.
Perhatian terhadap aset semacam ini tentunya membutuhkan effort yang berbeda dibandingkan saat kita memberikan perhatian tersebut pada aset berwujud. Tahap-tahap perkembangan dari kondisi terkini aset memerlukan atensi yang tidak sekadar sekelebat melihat saja, melainkan juga perlu "dipelototi". Yang mana dalam hal ini ada energi lebih yang diperlukan.
<3-> ROI Rumit
Return of Investment (ROI) seringkali dijadikan sebagai acuan untuk mengukur potensi dari investasi dalam sebuah bisnis. ROI yang lebih cepat biasanya mendapatkan prioritas lebuh ketimbang yang membutuhkan waktu lama. Terlebih untuk investasi-investasi yang cukup pelik penentuan nilai ROI-nya seiring besarnya faktor ketidakpastian yang melekat disana.
Untuk menghitung ROI aset tidak berwujud biasanya perlu mengonversi beberapa aspek yang nilainya cenderung kualitatif. Sehingga membuat pengukuran menjadi lebih rumit.
Aset tidak berwujud biasanya memiliki "atribut" semacam ini sehingga membuatnya lebih mungkin diabaikan atau setidaknya menjadi prioritas urutan belakang dibandingkan investasi yang berwujud seperti membeli mesin baru, membuka toko baru, dan sebagainya.
Apakah ada diantara ketiga hal tersebut yang terjadi pada organisasi bisnis yang kamu tempati?
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H