Kisah ini dialami oleh teman dekat dari salah seorang rekan saya di tempat mereka bekerja. Di sebuah perusahaan yang disamarkan namanya menjadi PT B, agar supaya tidak menyinggung langsung perusahaan yang bersangkutan.
Sebut saja nama karyan tersebut sebagai KK. Yang sudah bekerja cukup lama di perusahaan tersebut selama kurang lebih 7 tahun lamanya sebagai staf pelaksana di suatu departemen perusahaan.
Situasi kerja yang KK alami selama ini sebenarnya terbilang biasa-biasa saja, santai, dan tidak jauh dari gejolak meskipun disana ia masih berstatus sebagai karyawan kontrak. Kontrak kerjanya diperpanjang setiap tahun dengan penyesuaian gaji yang disepakati.
Sampai sekitar 2 tahun belakangan situasinya menjadi kurang bersahabat bagi KK. Mungkin karena kehadiran beberapa orang baru yang kurang "sreg" dengan kinerja KK tersebut.
Sebuah alasan yang dikemudian hari dijadikan dalih oleh pihak perusahaan untuk tidak melanjutkan lagi kerjasama kedua belah pihak. Dengan kata lain, kontrak KK tidak lagi diperpanjang setelah masa baktinya sepanjang 7 tahun itu di perusahaan.
Arogansi Putus Hubungan Kerja
Mungkin KK bukanlah satu-satunya karyawan di perusahaan tersebut yang berstatus sebagai karyawan kontrak. Akan tetapi, KK merupakan sosok yang terbilang sial karena harus mengalami nasib kurang baik setelah kontrak kerjanya tidak diperpanjang lagi oleh perusahaan.
Sebenarnya perihal diperpanjang atau tidaknya kontrak kerja karyawan hal itu memang sepenuhnya menjadi wewenang dari pihak perusahaan. Sebuah hal yang "biasa". Apakah mereka masih membutuhkan tenaga dari karyawan yang bersangkutan atau tidak. Juga mungkin terkait adanya beberapa kebijakan untuk efisiensi dan sejenisnya.
Namun, yang menjadikan "kebijakan" memutus kontrak kerja KK oleh perusahaan sangatlah keterlaluan adalah karena hal itu baru diinformasikan sekitar 10 hari menjelang periode kontrak kerja KK berakhir. Itu artinya, KK hanya memiliki waktu 10 hari saja untuk berkemas dan mempersiapkan dirinya mencari pekerjaan pengganti yang baru.
Nasib KK terasa pilu karena sampai masa berakhirnya kontrak kerja ia masih belum mendapatkan pekerjaan pengganti. Hanya pernah mendapatkan paggilan untuk melakukan wawancara kerja yang belum membuahkan hasil diterima.
Sungguh tindakan yang arogan dari perusahaan.
Nasib Pilu Karyawan Tak Dianggap
KK baru saja menjadi seorang ayah, menjadi kepala keluarga, membahagiakan orang tua. Akan tetapi, dalam sekejap kegenap kebahagiaan itu seperti berbalik 180 derajat. Ia dihempaskan dari ketinggian yang baru dirinya sadari ketika semua terasa begitu terlambat.
Dunia kerja memang kadang kejam. Tapi bagi KK kenyataan yang ia alami ternyata lebih kejam dari yang pernah ia sangkakan selama ini. Ia tidak habis pikir kenapa perusahaan yang ia bela selama 7 tahun lamanya begitu tega memperlakukan dirinya seperti itu.
Padahal perkaranya hanya karena anggapan terkait kinerja yang dibawah standar. Padahal KK sudah menjalani pekerjaan itu selama 7 tahun lamanya. Barankali yang pernah dikatakan oleh sebagian orang tentang "politik pekerjaan" itu memang benar adanya.
Beberapa orang rela menyingkirkan satu dengan yang lainnya demi kepentingannya masing-masing. Yang sangat mungkin kepentingan tersebut belum tentu memberikan kontribusi positif bagi perusahaan.
Mungkin pengalaman KK ini menjadi salah satu alasan terkait betapa besarnya penolakan serikat pekerja untuk menghilangkan status karyawan kontrak karena hal itu dinilai merugikan karyawan.
KK tidak diberikan apresiasi yang layak atas kontribusinya terhadap perusahaan selama 7 tahun terakhir. Bahkan KK kini terpaksa harus menjadi pengangguran pasca status karyawan kontraknya usai. Entah sampai kapan.
Sungguh disayangkan memang. Tapi bagaimanapun juga karyawan tidak bisa berbuat banyak untuk melakukan penolakan terhadap kesewenang-wenangan yang ia alami. Dalam kasus KK, mungkin ia hanya bernasib sial karena sebelum dirinya yang diputus kontrak kerjanya, ada orang lain yang mengalami nasih serupa. Namun, masih diberikan cukup waktu sekitar 2 bulan lamanya untuk mempersiapkan diri mencari tempat baru. Apakah KK merupakan karyawan yang tak dianggap oleh perusahaan tersebut?
Apakah dunia kerja memang begitu kejamnya? Atau jangan-jangan ada sifat kemanusiaan kita yang hilang oleh terpaan zaman?
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H