Sepertinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sedang dongkol-dongkolnya dengan kinerja tim pembantunya. Terutama yang bersinggungan langsung dengan minyak goreng.Â
Apalagi baru-baru ini salah satu pejabat penting di Kementerian Perdagangan (Kemendag) ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama dengan tiga tersangka lain dari pihak korporasi.
Tak ayal, Presiden Jokowi pun memerintahkan agar kasus tersebut diusut tuntas karena dinilai sudah menjadi pemicu permsalahan di masyarakat. Tidak lama berselang setelah pernyataan tersebut, Presiden Jokowi sepertinya masih belum reda amarahnya sehingga pernyataan susulan pun disampaikan.
Beliau melarang ekspor segala bentuk bahan yang berkaitan dengan minyak goreng. Mulai dari bahan baku minyak gorengnya sampai dengan minyak goreng itu sendiri. Peraturan tersebut akan mulai diberlakukan nanti di tanggal 28 April sampai dengan batas waktu yang masih akan ditentukan kemudian.
Kalau Pak Jokowi kadung gondok maka hal-hal yang seharusnya tidak ditindak secara ekstrim pun langsung dilibas. Mengutip pernyataan Dahlan Iskan (Presiden Wow!, disway.id), sebenarnya kebutuhan minyak goreng nasional "hanya" 5 juta ton. Berbanding 50 juta ton untuk pasar ekspor. Sehingga harusnya larangan eksport cukup diberlakukan sebagian saja.
Tapi jurus-jurus sebelumnya mulai dari DMO dan sejenisnya ternyata tidak memberikan dampak yang luar biasa. Justru pemerintah yang menjadi pesakitan. Sampai menyulut aksi demo mahasiswa beberapa waktu lalu itu.
Sehingga mungkin presiden menganggap bahwa situasi perihal minyak goreng ini tidak bisa dituntaskan dengan cara yang biasa. Harus memberikan efek kejut sehingga semua pihak paham bahwa terasa begitu aneh tatkala negara produsen minyak goreng terbesar di dunia justru mengalami kelangkaan minyak goreng.
Biarpun baru berlaku di tanggal 28 April nanti, harusnya keputusan presiden ini mampu memberikan terapi kejut yang cukup mengagetkan para pengusaha minyak goreng berikut para oknum yang menikmati keuntungan di belakang layar supaya terbangun dari kursi nyamannya.
Efek dari pemberlakuan kebijakan ini mungkin ada beberapa hal :
- Pengusaha minyak goreng lebih getol menggenjot ekspornya disisa waktu yang ada
- Minyak goreng di pasar Indonesia kembali melimpah dengan harga murah
- Pihak-pihak yang berkepentingan dengan keuntungan ekspor minyak goreng menyerukan kaki tangannya untuk "menyerang" kebijakan presiden ini
- Tim Kemendag sibuk luar biasa sampai lupa bahwa minggu depan sudah lebaran
- Para pakar ekonomi sibuk mengangkat topik hilangnya devisa negara
- Dan lain-lain
Tapi bagi warga pinggiran macam saya, apapun efek yang timbul pasca pernyataan Presiden Jokowi kemarin seharusnya disikapi dengan satu tujuan yang sama. Kasus minyak goreng langka itu bukanlah hal yang biasa. Harus segera dituntaskan.
Ekspor memang penting sebagai salah satu sumber pemasukan negara. Terlebih di era pemulihan akibat pandemi ini. Tapi yang lebih penting lagi adalah kebutuhan masyarakat harus tetap tercukupi.
Karena begitu aneh rasanya tatkala kebutuhan yang hanya 5 juta ton itu tidak terpenuhi sementara ekspor yang 50 juta ton masih berjalan lancar. Bukankah itu sama artinya dengan "kemaruk". Mentang-mentang ekspor sedang mahal maka semua sumber daya dialokasikan kesana. Bisnis memang mencari keuntungan terbesar. Tapi tidak sebegitunya juga.
Mungkin Pak Jokowi ingin bilang ke mereka melalui pelarangan ekspor ini, "Kapokmu kapan?". Kalau Pak Jokowi sudah "gondok" (dongkol) maka ekspor minyak goreng pun langsung beliau gembok.
Semoga apa yang dilakukan oleh bapak presiden ini memang benar-benar dimaksudkan untuk menegur seluruh tim kerjanya berikut para pengusaha minyak goreng agar lebih peduli terhadap kepentingan bangsanya dulu. Bukan justru sebuah gimik yang sekadar bermain narasi tapi tidak ada tindakan eksekusi.
Salam hormat untuk Pak Jokowi.!
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H