Kamu yang memandang jauh kedepan tentu memiliki visi, resolusi, ataupun goal untuk diraih. Terutama menyangkut kehidupan pribadi. Namun yang seringkali terjadi adalah kamu justru mengalami fluktuasi motivasi dimana pada suatu saat tertentu hasrat untuk menggapai mimpi begitu menggebu-gebu, sedangkan pada saat yang lain hanya seperti bunga-bunga yang layu.
Meminta nasihat dan petuah dari orang lain adakalanya berhasil. Tetapi hal itu umumnya tidak bisa bertahan lama. Sehingga dalam hal motivasi ini seharusnya memang diri kita sendirilah yang paling bisa diandalkan demi terus memelihara asa meraih sesuatu.
Lantas dengan demikian kamu pun memutuskan untuk berikrar pada diri sendiri bahwa ada hal-hal besar yang ingin kamu capai. Kamu bercerita dan melakukan deklarasi bahwa mimpi ini dan itu suatu saat nanti akan kamu raih. Kata-kata besar dituliskan dan dipajang di dinding kamar dengan harapan kamu selalu ingat bahwa kamu punya mimpi.
Tapi apakah kamu tahu bahwa yang kamu lakukan itu ternyata hanyalah mitos yang justru menjauhkan kamu dari mimpi besarmu?
Berikut ini adalah 5 mitos motivasi yang mungkin selama ini kita anggap benar tapi kenyataannya malah sebaliknya. Tulisan ini disarikan dari buku "The Motivation Myth" karya Jeff Haden.
Mitos 1: Menceritakan goal kamu ke orang lain
Terkadang kita merasa perlu untuk berbagi kisah dengan orang terdekat bahwa kita memiliki mimpi besar di masa depan. Kita berharap bahwa mereka akan memberikan dukungan, memanjatkan doa untuk kita, dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mewujudkan goal itu.
Tapi tahukah kamu, berdasarkan riset diketahui bahwa orang-orang yang menceritakan resolusi, visi, tujuan, dan goal mereka di masa depan ternyata justru tidak melakukan atau mencapai goal itu.
Hal ini disebabkan tatkala kita menyampaikan hendak mencapai sebuah goal ke orang lain, alam bawah sadar kita mendefinisikan hal itu bahwa goal sudah tercapai. Dengan demikian motivasi untuk mewujudkan goal tersebut menjadi hilang. Apakah kamu pernah mengalaminya?
Mitos 2: Menemukan makna terdalam sebuah goal
Apa yang kita lakukan seringkali diharuskan untuk memiliki makna. Saat kita mempunyai angan dan harapan untuk memiliki motor gede (moge) misalnya, di benak kita pun muncul pertanyaan. Untuk apa punya moge? Dan kita pun menjawab agar keren. Untuk apa keren? Supaya dipuji banyak orang. Untuk apa dipuji banyak orang? Agar bahagia.
Akan terus berlanjut pencarian makna itu sampai kemudian kita pun merasa putus asa bahwa yang kita lakukan sangatlah jauh dari makna terdalam yang kita perjuangkan itu.