Kerapkali para pelaku bisnis beranggapan bahwa setiap jenis produk dapat diperlakukan dengan suatu strategi bisnis yang sama. Misalnya strategi untuk menekan jumlah level stok seminimal mungkin, penyiapan produk berdasarkan historikal penjualan beberapa waktu sebelumnya, minimasi changeover produk, dan sebagainya.
Beberapa pendekatan tersebut sebenarnya tidak ada yang salah. Hanya saja kita harus menempatkannya sesuai jenis produk yang dihasilkan. Di mana untuk beberapa jenis produk tertentu lebih sesuai dengan suatu jenis strategi sementara untuk produk yang lain tidak sesuai, tapi lebih cenderung tepat apabila menggunakan pendekatan strategi yang lainnya.
Dalam kajian Supply Chain Management produk-produk tersebut dikategorikan menjadi dua kelompok besar, yaitu produk fungsional dan produk inovatif.
Produk fungsional merupakan sekumpulan produk yang kebutuhannya cenderung lebih stabil dan mudah diprediksi melalui forecasting. Kita ambil contoh air mineral, beras, minyak goreng, snack, dan beberapa macam produk pemenuh kebutuhan kita sehari-hari lainnya.
Sedangkan produk inovatif lebih terkait pada beberapa macam barang yang tingkat permintaannya cenderung fluktuatif. Alat-alat elektronik seperti smartphone merupakan salah satu wujudnya. Produk-produk fashion seperti pakaian, hijab, dan sejenisnya memiliki kecenderungan permintaan yang bervariasi.
Dinamika dari produk-produk inovatif sangatlah tinggi dibandingkan produk-produk fungsional. Yang bahkan usia siklus hidupnya terkadang hanya beberapa bulan saja. Selalu saja muncul inovasi produk baru yang membuat produk sebelumnya terasa usang.
Para pelaku bisnis perlu mengetahui produk yang dihasilkan oleh bisnisnya termasuk dalam kategori yang mana. Karena hal itu akan sangat berpengaruh terhadap penentuan strategi untuk memajukan bisnis tersebut.
Produk fungsional lebih mengedepankan efisiensi proses dengan menjadikan efisiensi biaya sebagai orientasi utama, selain ketepatan waktu dalam mengisi stok. Mengingat produk-produk fungsional cenderung lebih mudah digantikan dan dilupakan oleh produk sejenis lainnya apabila salah satu produsen terlambat memberikan supplainya ke market.
Pada umumnya, para penyedia produk fungsional ini akan menjaga level stoknya untuk mengamankan pasokan karena potensi untuk menghabiskannya akan lebih mudah dilakukan ketimbang produk inovatif.
Disisi lain, produk inovatif harus lebih berorientasi pada respon terhadap market. Tingkat inovasi yang tinggi pada kalangan produk ini menjadikan siapa yang paling cepat merespon pergerakan konsumen di market lebih berpotensi mengungguli yang lainnya.
Dengan tuntutan inovasi ini maka diperlukan adanya sumber daya yang fleksibel sebagai penunjang penciptaan produk. Yang mana hal itu nantinya sangat mungkin akan menjadikan biaya produksi membengkak. Changeover produk akan lebih tinggi dibandingkan produk fungsional.
Untuk mengompensasi kondisi tersebut maka umumnya produk-produk inovatif cenderung memiliki harga lebih tinggi ketimbang produk fungsional. Hal ini bisa diibaratkan sebagai "ganti rugi" atas kurangnya efisiensi dalam proses operasional yang dilakukan.
Sebenarnya masih ada beberapa hal lain perihal perlunya kita memahami kategori suatu produk apakah masuk sebagai golongan produk fungsional atau inovatif. Hal itu akan sangat membantu para pelaku bisnis untuk mengelola bisnisnya dengan strategi pendekatan yang tepat. Sehingga tujuan utama terkait profit bisnis bisa dimaksimalkan.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H