Sekarang adalah eranya belanja digital. Membeli beragam kebutuhan dari berbagai platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, Bukalapak, Amazon, dan lain sebagainya. Apa-apa saja yang hendak dibeli cukup diketikkan namanya, dipilih barangnya, ditransfer uangnya, dan pesanan pun diterima selang beberapa waktu kemudian.
Disatu sisi hal ini memang memberikan kita banyak sekali kemudahan untuk menemukan segala jenis sesuatu tanpa harus berkeliling ke segala penjuru. Cukup melalui genggaman tangan dan semuanya bisa dilakukan sambil lalu.
Sisi luar biasanya dari cara baru berbelanja ini adalah si penjual bahkan bisa lebih tahu keinginan dari para calon pembelinya ketimbang pembeli itu sendiri. Kehendak kita seperti sudah dipetakan, dibaca, dan ditafsirkan oleh penyedia layanan sementara kita sendiri bisa jadi belum berencana untuk melakukan pembelian tersebut.
Hal ini adalah imbas dari teknologi yang dipadukan dengan ilmu pengetahuan khususnya statistik dan psikologi kebiasaan manusia. Dimana segala bentuk item belanjaan kita direkam serta dirangkaikan untuk memunculkan jenis-jenis barang yang lain dengan tujuan untuk "merangsang" hasrat kita berbelanja kembali.
Situasi ini sebenarnya perlu kita perhatikan. Bahkan mungkin kita perlu menanyai diri kita sendiri sebelum mulai berbelanja terkait apakah kita ini tahu atau tidak dengan apa yang kita mau dan kita perlu. Jangan-jangan hasrat kita untuk membeli sesuatu dari platform e-commerce adalah karena adanya "arahan" dari platform itu sendiri.
Kita menjadi bingung untuk menentukan antara apa yang kita butuh dan apa yang kita mau. Keinginan akan selalu ada meskipun sebenarnya kita tidak butuh. Jikalau kita tidak mampu mengendalikan diri serta memberikan batasan-batasan terkait apa yang perlu dan tidak perlu dilakukan maka hal itu bisa jadi akan menciptakan kecanduan yang sulit diobati.
Teknologi memang begitu memanjakan kita sampai-sampai untuk memperoleh sesuatu kita tidak perlu melakukan sesuatu apapun. Beragam kemudahan itu justru menjadikan kita kehilangan kehendak pribadi dan kesadaran diri untuk memilih dan menentukan sendiri apa yang harus kita prioritaskan dan abaikan.
Apakah kita sudah termasuk sebagai bagian dari hal ini? Apakah kita tidak lebih tahu tentang kebutuhan diri sendiri dibandingkan para penyedia layanan e-commerce yang kita pakai?
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H