Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Lima Puluh ke Lima, Sholat Itu Ibadah Mudah yang Sering Kita Tunda-tunda dengan Alasan yang Mengada-ada

26 Februari 2022   11:22 Diperbarui: 27 Februari 2022   16:21 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puji syukur layak kita haturkan kehadirat Allah SWT karena kita masih diberikan umur sehingga bisa bersua kembali dengan bulan Rajab tahun ini. Untuk kembali meneladani kisah perjalanan Kanjeng Nabi Muhammad SAW setelah diperjalankan Ilahi Rabbi melalui Isra Miraj yang sudah berulang kali kita peringati ini.

Entah dalam setiap periode waktu itu kita menyambut hangat momen tersebut sebagai suatu pelajaran berharga bagi hidup atau sebatas bersuka ria terhadap tanggal merah yang membarenginya.

Tapi apapun itu, dan bagaimanapun sikap kita dalam memandang peringatan Isra Miraj, sejarah disyariatkannya ritual ibadah sholat lima waktu merupakan esensi utama yang sepertinya harus selalu kita ulang-ulang nilai yang tersembunyi dibaliknya.

Bagaimanapun juga, tujuan diturunkannya perintah sholat bukanlah untuk memberatkan kita sebagai hamba-Nya dan sebagai umat dari Baginda Nabi Muhammad SAW. Justru sebaliknya, sholat adalah hadiah bagi kita. Sholat adalah media yang paling utama untuk menyejukkan hati yang luka, jiwa yang rapuh, dan kehidupan yang kadang tidak ramah untuk dijalani seseorang.

Allah SWT menjadikan sholat itu mudah untuk kita lakukan. Bahkan seringkali kita tidak butuh waktu sampai lima menit untuk menunaikannya. Apalagi kita semua juga tahu bahwa pada awalnya ibadah rukun Islam yang kedua ini awalnya berjumlah 50 waktu. Yang lantas kemudian "didispensasi" menjadi hanya lima waktu saja.

Dari lima puluh menjadi lima. Menjadi hanya 10%-nya saja. Bukankah sebenarnya kita ini sudah sangat dipermudah? Tapi mengapa masih saja ada begitu banyak dari kita yang meremehkannya? Mencari-cari alasan pembenaran untuk meninggalkannya. Yang seringkali alasan tersebut sebenarnya terkesan mengada-ada.

Sibuk, capek, dan lain sebagainya. Sesibuk apa kita dari toal waktu 24 jam sehari sehingga untuk menyisihkan waktu sholat yang beberapa menit saja tidak bisa? Kalau boleh dibilang sebenarnya kita bukan sibuk, tapi "maruk" dengan hingar-bingar kehidupan yang kita jalani ini.

Juga mengapa sampai menjadikan capek sebagai alasan untuk meninggalkan sholat. Sementara sholat sendiri bisa dilakukan sembari berdiri, duduk, atau bahkan berbaring. Ada begitu banyak toleransi yang Allah SWT berikan pada kita agar supaya kita bersuka cita bersua dengan-Nya melalui ritual ibadah sholat. Sholat itu kebutuhan kita. Bukan kebutuhan Allah SWT.

Kita mesti ingat bahwa amal ibadah apa yang pertama kali dipertanyakan kelak di hari akhir. Sholat. Jika sholat kita buruk maka amal yang lain dianggap tidak berguna. Lantas, bagaimana jadinya jika sampai kita meninggalkannya? Mau menjawab apa kita? Sedangkan pada saat itu lidah kita kelu, mulut kita buntu. Hanya anggota badan lainnya yang berbicara untuk mengatakan bawah mereka selama hidup pernah dipergunakan untuk bersujud menyembah-Nya atau justru berleha-leha.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun