Romansa antara FC Barcelona dengan pemain terbaiknya, Lionel Messi, alias La Pulga telah mencapai penghujung kisah. Cerita manis diantara keduanya yang berlangsung belasan tahun pada akhirnya akan mencapai titik peraduan. Terlepas akhir kisah keduanya happy ending atau sad ending itu bukan soal. Karena setiap kisah yang punya awal tentunya akan punya akhir juga.
Justru keberadaan akhir cerita itulah yang menjadikan keseluruhan cerita menjadi penuh makna. Serangkaian pengalaman yang berjalan mengiringi hari-hari dan tahun-tahun yang telah lampau akan menjadikan penghujung waktu terasa lebih bermakna. Suka duka, tangis tawa, semuanya membaur menjadi satu dalam sebuah harmoni yang menghadirkan magis bagi para penikmatnya.
Segala problematika, dinamika, kisah perjuangan, dan mungkin kontroversi telah menjadi penghias cerita hubungan romansa La Pulga dan El Barca. Barca bersama La Pulga pernah merengkuh semua trofi kompetisi pada medio 2008/2009 dibawah komando Pep Guardiola. Demikian juga keduanya pernah menghadirkan cerita fenomenal La Remontada saat secara heroik membalik keadaan tatkala bersua tim ibu kota, PSG. Dan mereka pun juga pernah sama-sama berduka ketika tim Bavaria, Bayern Muenchen, yang menghujani mereka delapan gol sehingga menjadikan Barca dan La Pulga seolah ambruk ke tanah.
Kisah antara Barcelona dan Messi merupakan rangkaian perjalanan panjang yang seakan-akan tidak pernah berakhir. Sehingga kemudian muncul pihak-pihak yang merasa bosan dengan EL Barca, dengan tiki-taka, dan juga dengan La Pulga. Sebagian rival menantang Messi agar pergi dari zona nyamannya di catalunya. Agar romansa keduanya tak lagi berpadu seperti sebelumnya. Tapi apadaya tidak ada yang mampu memisahkan ikatan cinta diantara mereka.
Hingga kemudian pandemi COVID-19 tiba. Segenap tim sepakbola merana. Urusan finansial mengalami jalan terjal. Pemotongan gaji menjadi solusi. Demikian halnya dengan pengetatan regulasi. Semua dilakukan demi satu hal yaitu mempertahankan kompetisi.
Akhir Ikatan Cinta
Terpisah jarak nun jauh dari Messi dan Barcelona berada, semasa pandemi mulai mewabah hadirlah sebuah cerita drama yang entah mengapa begitu digemari warga Indonesia. Ratingnya terus-menerus menjadi yang yang tertinggi. Membuktikan cerita itu begitu digemari.
Namanya adalah sinetron Ikatan Cinta. Bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, tua muda, seakan-akan semuanya terpikat dengan sinetron yang satu ini. Mas Al, Mbak Andin, dan soundtrack "Tanpa Batas Waktu" begitu membius para penikmatnya.
Judul soundtrack itu pula yang seakan merepresentasikan kebiasaan lama drama ala Indonesia. Berlarut-larut, berkepanjangan, bertele-tele, dan tidak mempunyai kejelasan konsep cerita. Ketika ratingnya tinggi, peminatnya banyak, maka iklannya akan bejibun. Sehingga konsep cerita yang awalnya hanya A sampai Z menjadi bertambah AA sampai AZ. Tanpa batas waktu untuk akhir cerita.
Seketika ratingnya anjlok maka seketika itu juga jalan cerita dipersingkat lagi menuju akhir agar animo publik terpancing kembali. Kebiasaan semacam itulah yang sepertinya menjadikan cerita drama Indonesia cenderung monoton dan kurang kreatif. Berbeda sekali misalnya dengan cerita dari negeri seberang yang bahkan digemari sampai ke mancanegara.