SKCK atau Surat Keterangan Catatan Kepolisian mungkin merupakan salah satu jenis dokumen yang paling populer dan termasuk sebagai salah satu daftar persyaratan yang harus disiapkan oleh para calon pencari kerja di perusahaan BUMN, syarat pendaftaran menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagai syarat masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan mungkin juga sebagai persyaratan untuk mengakses layanan publik lainnya.
Terkait dengan SKCK ini sendiri secara pribadi saya hanya pernah mengurusnya sekali saja seumur hidup. Dari pengalaman pertama dan (mungkin) yang terakhir tersebut saya merasa sangat tidak nyaman saat berurusan dengan birokrasi terkait.
Ada kesan ribet, berbelit-belit, dan yang paling tidak mengenakkan adalah menghabiskan duit. Karena pengalaman kurang mengenakkan tersebutlah akhirnya setiap kali ada sesuatu even yang memerlukan adanya penyiapan surat-surat atau dokumen sejenis maka saya pun lebih memilih untuk tidak mengikuti even tersebut daripada harus mengalami keribetan serupa untuk yang kedua kali.
Pengalaman tidak mengenakkan tersebut sebenarnya sudah cukup lama saya alami. Yaitu tatkala hendak mengurus proses daftar ulang penerimaan mahasiswa baru di salah satu PTN sekitar tahun 2008 lalu. Waktu itu pihak kampus mempersyaratkan adanya bukti Surat Keterangan Bebas Narkoba.
Dan untuk mengurus hal itu ternyata birokrasinya cukup panjang. Mulai dari RT/RW, desa, kecamatan, Polsek, hingga polres. Dalam rangka mendapatkan Surat Keterangan Bebas Narkoba tersebut setidaknya ada dua berkas penting lain yang perlu dipersiapkan. Pertama, SKCK. Dan yang kedua adalah hasil tes urin yang menyatakan kondisi bebas narkoba.
Langkah pertama adalah memperoleh SKCK terlebih dahulu. Dan pihak yang paling pertama saya datangi adalah ketua RT/RW setempat untuk mendapatkan surat pengantar. Setelah memberikan penjelasan panjang lebar akhirnya surat pengantar tersebut pun saya peroleh sebagai acuan untuk mendapatkan surat rekomendasi selanjutnya dari desa.
Perihal urusan dengan pihak desa sebenarnya tidak banyak hal yang perlu disiapkan. Hanya surat pengantar dari RT/RW berikut copy KTP saja, dan surat rekomendasi pun akan dibuatkan. Yang menjadi lama adalah orang-orang yang bersangkutan di desa tidak selalu ada di tempat. Ada urusan lain yang mungkin perlu dikerjakan sehingga mau tidak mau mengharuskan kita untuk menunggu.
Mungkin inilah salah satu aktivitas paling menyebalkan yang berulang kali harus saya lalui dalam upaya mengurus berkas bernama SKCK ini. Terlebih lokasi dari satu tempat ke tempat yang lain pun tidak bisa dibilang dekat. Dari rumah pak RT/RW menuju kantor kepada desa bisa 15 sampai 20 menit perjalanan. Ditambah lagi keharusan untuk menunggu sampai yang bersangkutan datang.
Kalau tidak salah sekitar 1 jam urusan dengan desa beres dalam rangka mendapatkan surat rekomendasi selanjutnya menuju kantor kecamatan. Situasi yang terjadi di sana pun hampir sama dengan di kantor desa. Masih menunggu lagi. Sekitar setengah sampai satu jam baru kemudian surat pengantar atau surat rekomendasi dari kecamatan diterbitkan.
Surat pengantar dari kecamatan ini diperlukan untuk mendapatkan surat sejenis dari pihak polsek. Ada cerita menarik ketika berurusan dengan petugas polsek waktu itu. Entah karena sedang memanfaatkan situasi atau karena sedang butuh bantuan maka saya pun disuruh untuk membelikan sebungkus rokok.Â
Untungnya uangnya sudah dikasih oleh beliau yang meminta bantuan tersebut. Tidak memakai uang saya. Karena saat itu uang yang saya kantongi juga pas-pasan. Apalagi dari beberapa tempat yang saya kunjungi sebelumnya ada uang administrasi yang perlu dibayarkan.
Semua aktivitas mengurus berkas ini saya lakukan dengan memanfaatkan angkutan umum. Khsusnya saat mendatangi beberapa tempat seperti kantor kecamatan, polsek, hingga polres. Sementara untuk rumah Pak RT/RW dan juga kantor kepada desa saya diantarkan oleh saudara menggunakan sepeda. Oleh karena tempatnya yang cukup jauh maka mau tidak mau angkutan umum adalah satu-satunya opsi terbaik yang bisa saya pilih waktu itu. Sehingga ongkos yang harus dikeluarkan pun menjadi bertambah.
Singkat kata, saya pun sampai di kantor polres di kabupaten kota tempat tinggal saya waktu itu. Ada keharusan untuk mengantri foto, melakukan photo copy KTP, dan tentunya membayar biaya administrasi. Dari semua urusan terkait pengurusan berkas SKCK, mulai dari singgah di rumah Pak RT/RW hingga mendapatkan berkas SKCK setidaknya saya menghabiskan uang sekitar 150 ribu rupiah. Sebuah nominal yang mungkin terasa lebih berharga nilainya waktu itu.
Ditambah dengan pengurusan Surat Keterangan Bebas Narkoba totalnya pun mencapai 200 ribu rupiah. Seandainya saat itu saya memiliki sepeda motor pribadi dan jikalau letaknya tidak terlalu jauh antar lokasinya maka mungkin akan lebih cepat dalam menuntaskan urusan berkas tersebut.Â
Tapi apadaya karena hanya bermodal kaki saja maka situasinya terasa lebih ribet. Kalau diperhatikan waktunya, saya memulai proses pengurusan berkas tersebut sekitar pukul 7 pagi dan baru benar-benar bisa pulang ke rumah dengan tuntas segala urusan pada pukul 4 sore.
Ruang Pembelajaran
Pengalaman tersebut terasa sangat berharga. Dan bagi saya pribadi cukup menyita waktu dan tentunya uang. Sehingga ketika di kesempatan yang lain ada lowongan pekerjaan di instansi pemerintah yang mengharuskan adanya berkas serupa maka saya pun lebih memilih untuk tidak mengambil kesempatan tersebut.
Beberapa kali kesempatan mulai dari lowongan pekerjaan hingga kesempatan beasiswa tidak saya ambil akibat kerumitan dalam mengurus berkas tersebut. Apalagi waktu itu saya menempuh pendidikan di luar kota. Sehingga mengurus berkas semacam SKCK dan sejenisnya mau tidak mau mengharuskan saya untuk pulang kampung dan itu tentunya butuh waktu yang tidak sebentar dan tentunya kebutuhan materi yang tidak sedikit.
Dengan segala kondisi keterbatasan yang ada saat itu maka setiap peluang yang mengharuskan adanya berkas terkait dengan berat hati terpaksa saya abaikan. Meskipun terkadang ada rasa iri saat melihat teman-teman yang lain terlihat begitu gampang menuntaskan urusan berkas tersebut. Saya hanya bisa menyangka bahwa barangkali birokrasi di daerah tempat tinggal mereka tidaklah seribet tempat saya saat itu.
Saat ini saya sudah berpindah jauh dari tempat tinggal saya waktu itu. Dan untungnya saya masih belum terlalu perlu untuk mengurus berkas tersebut lagi disini. Tapi saya pribadi berharap tidak perlu mengurusinya lagi untuk waktu-waktu mendatang.
Mungkin karena memang tidak ada keperluan atau mungkin karena masih tersimpan trauma harus mengalami keribetan untuk mengurus sebuah berkas yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih sederhana.
Setidaknya bagi orang-orang yang mungkin suatu saat berkepentingan untuk mengurus berkas serupa barangkali harus menyiapkan beberapa hal sebelum mulai mengeksekusi.Â
Berkas-berkas persayaratan penunjang seperti photo copy KTP, foto 3x4, dan tentunya sejumlah uang untuk membayar perlu dipersiapkan.Syukur-syukur selama prosesnya bisa menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga memungkinkan kita untuk bergerak lincah tatkala dibutuhkan.
Lebih baik lagi apabila kita sudah mengetahui semua tahapannya berikut semua kelengkapan yang diperlukan sedari awal sebelum memulai mendatangi satu per satu setiap tempat. Apalagi saat ini internet sudah jauh lebih mudah diakses bahkan dengan gawai sendiri. Tinggal cari tahu hal-hal apa saja yang diperlukan dan langkah selanjutnya akan lebih mudah. Bahkan sepertinya layanan online sudah sangat berkembang pesat sehingga ada banyak hal yang bisa dihemat, mulai dari waktu, tenaga, dan tentunya rupiah.
Mungkin saat itu saya kurang persiapan sebelum memulai. Hanya bermodal keinginan untuk mendapatkan berkas saja tanpa didasari informasi yang benar-benar jelas dari awal. Karena bagaimanapun juga saat itu hanya bermodalkan informasi terbatas dari mulut beberapa orang dan saya pun mulai melangkah. Tapi untungnya bisa membuahkan hasil sesuai harapan.
Semoga teman-teman yang memiliki kepentingan serupa bisa memetik pelajaran dari apa yang dulu saya alami dan bisa lebih mudah melalui alur birokrasi ini.
Salam hangat,
Ash
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H