Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Narkoba Itu Ditaruh di Bawah Kasur Tempat Tidurku

14 Juli 2021   21:16 Diperbarui: 14 Juli 2021   21:18 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang yang mengalami kecanduan| Sumber gambar : health.detik.com / Thinkstock

Baru-baru ini berita menghebohkan kembali terjadi yaitu perihal publik figur terkenal yang tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie ditangkap aparat kepolisian akibat mengonsumsi narkoba. Menyusul Anji yang sudah terlebih dahulu ditangkap dengan kasus serupa. Kedua pesohor tersebut pun menambah deretan panjang tokoh terkenal yang menghuni jeruji besi akibat narkoba.

Mereka yang semestinya menjadi teladan yang baik bagi masyarakat justru berperilaku sebaliknya dengan alasan yang bisa dibilang konyol seperti merangsang kreativitas, tekanan pekerjaan, efek pandemi, dan lain sebagainya.

Namun, terkadang sulit bagi kebanyakan orang awam seperti kita untuk menyadari cara berfikir orang-orang seperti itu sampai kita benar-benar berada dekat dengan mereka, mendengar keluh kesahnya, dan melihat lebih jauh sebab musebab sehingga mereka sampai terjerumus kedalam dekapan barang haram tersebut.

Saya pribadi pernah membaur dengan teman-teman yang mana mereka turut mengalami kecanduan mengonsumsi barang haram jenis narkoba. Saat masih duduk di bangku SMA cukup banyak teman yang nongkrong di tempat kos. Ngobrol sana-sini, bermain musik, minum anggur, menikmati kepulan asap rokok, bahkan hingga mengonsumsi narkoba.

Meskipun mereka terlihat begitu urakan dan tidak jelas dengan segala aktivitasnya, serta melakukan tindakan yang jauh dari kata berfaedah semacam itu, sebagai pribadi saya justru bersyukur karena mereka memiliki kesadaran untuk tidak mengajak serta orang lain yang belum terjerembab agar turut serta menjadi seperti mereka.

Yang ada justru lontaran nasihat dan kata-kata pengingat bahwa apa yang mereka lakukan tersebut adalah salah dan meminta orang lain agar tidak mengikuti jejak mereka. Bagaimanapun juga yang mereka lakukan itu adalah salah. Mereka pun menyadarinya demikian. Hanya saja yang namanya sudah kecanduan maka dorongan untuk lepas dari kebiasaan buruk itupun terasa begitu sulit untuk dilakukan.

Mencicip Miras

Puji syukur meski membaur dengan teman-teman yang memiliki kebiasaan menenggak minuman keras dan juga mengonsumsi narkoba saya pribadi tidak pernah sampai tergiur untuk sekadar mencicipinya. Terlebih mereka juga tidak secara terang-terangan menampakkan aktivitas haramnya tersebut di depan mata. Tapi jejak-jejak aktivitas mereka seperti botol bekas miras justru ditaruh berjejer di depan kamar.

Entah mereka melakukan "ritual" haramnya saat saya sedang berada di sekolah atau pada saat tidur lelap di malam hari. Karena kebetulan salah seorang anak pemilik kos memang memiliki kebiasaan demikian dan sering membawa serta beberapa teman-temannya untuk bersenang-senang. Tentu dengan tidak diketahui langsung oleh orang tuanya.

Pernah suatu ketika saya mengalami kejadian menyebalkan namun juga bisa dibilang lucu. Saat itu kebetulan saya sedang menjalankan ibadah puasa sunnah dan menjelang datangnya waktu berbuka. Setelah adzan maghrib berkumandang saya pun mencari minuman yang ada di kamar kos untuk diminum skadar sebagai pelepas dahaga.

Kebetulan sekali beberapa waktu sebelumnya saya melihat sebuah minuman berwarna merah marun didalam sebuah botol ditaruh di sebelah lemari. Saya berasumsi bahwa itu adalah minuman sejenis cola milik partner satu kamar kos karena aromanya sepintas memang mirip. Atau mungkin karena dorongan rasa haus sehingga persepsi saya akan jenis minuman itu hanya terpaku pada satu hal, yaitu ada minuman manis yang siap untuk disantap.

Akan tetapi ketika tiba waktunya untuk berbuka, saat minuman didalam kemasan botol itu mulai saya tenggak maka seketika itu juga langsung saya semburkan dari dalam mulut. Rasa-rasanya saya mengenal minuman itu. Terasa seperti anggur miras. "Sialan!". Gumam saya dalam hati. Ini pasti ulah orang-orang itu yang dengan sembarangan menyimpan minuman pestanya di kamar saya.

Saya mencoba memaklumi apa yang terjadi saat itu dan menganggap bahwa bisa jadi saya juga salah karena kalap langsung meminum minuman tersebut tanpa melakukan kroscek terlebih dahulu. Gegara haus maka yang terlihat sebagai minuman segar pun langsung dilibas tanpa periksa sana-sini.

Jejak Narkoba

Pengalaman mengicip miras mungkin merupakan salah satu hal yang paling saya kenang dalam hidup. Karena saya pribadi berprinsip bahwa minuman haram tersebut harus dijauhi. Tidak ada toleransi untuk turut serta berada dalam pengaruhnya. Baik itu dalam konteks coba-coba atau terlebih sengaja.

Bagaimanapun juga berada di sekitar lingkungan orang-orang yang terbiasa hidup dengan barang-barang haram sedikit banyak hal itu akan turut membuat kita terkena efeknya. Sehingga kita harus memiliki kewaspadaan tinggi agar tidak sampai menerima konsekuensi negatif yang ditimbulkan oleh keadaan tersebut.

Saya pernah terkaget-kaget ketika sedang beres-beres kamar. Rapi-rapi di sana-sini sebagaimana layaknya orang yang lagi beberes. Betapa terkejutnya saya saat membuka kasur tempat tidur dan tiba-tiba menemukan sebungkus obat tersimpan disana. Saya yakin betul bahwa itu adalah sejenis narkoba berbentuk pil yang pernah diceritakan oleh salah seorang teman yang kebetulan sering nongkrong disana.

Tapi bagaimana bisa barang haram tersebut ditinggal disini? Betapa beraninya mereka? Pada saat itu saya tidak sampai terfikir bahwa akan ada penggeledahan atau penggerebekan dari aparat berwajib untuk merazia barang-barang haram yang tersembunyi di sudut-sudut rumah kontrakan sebagaimana tempat saya kos kala itu. Terlebih lingkungan tempat kos saya waktu itu memang kebanyakan diisi oleh anak-anak sekolahan dan juga mahasiswa karena kebetulan tempatnya relatif dekat dengan lingkungan kampus dan tempat saya sekolah.

Saat itu saya hanya bisa geleng-geleng kepala betapa ngawurnya orang-orang itu yang dengan sembarangan menaruh barang haram "berharga"-nya di sembarang tempat. Tanpa bilang-bilang bahwa mereka menitipkan barang ini dan itu. Main asal taruh dan sejenisnya.

Mungkin karena kami sudah terbiasa berlaku terbuka sehingga merasa bahwa semua yang dilakukan adalah baik-baik saja dan tanpa masalah. Meskipun sebenarnya secara pribadi saya cukup tidak nyaman dengan situasi tersebut. Hanya saja mengusir mereka sepertinya bukan tindakan yang bijak karena bagaimanapun juga mereka juga tidak menginginkan saya menjadi bagian dari mereka. Sebatas teman untuk ngobrol dan berseda gurau.


Kegetiran yang Dipendam

Ada beberapa orang yang sering nongkrong di tempat kos saya kala itu. Kebetulan mereka adalah teman dari partner kos yang menghuni satu kamar yang sama. Teman inilah yang sepertinya menjadi pemicu hadirnya teman-teman lain tadi berikut beberapa kegiatan mereka yang gemar meminum miras ataupun mengonsumi narkoba.

Cukup lama saya membaur bersama mereka sampai salah seorang diantaranya mengisahkan awal mula mengapa ia sampai terjerat sebagai pecandu narkoba. Badannya kurus ceking meskipun masih tampak sehat. Sudah menikah namun tidak tampak memiliki antusiasme dalam hidup.

Memiliki pekerjaan ala kadarnya yang mana sebagian dari pendapatannya tersebut ia pakai untuk membeli narkoba. Usut punya usut ternyata pertama kali ia mengonsumsi narkoba itu adalah atas ajakan salah seorang temannya. Temannya tersebut menawarinya untuk mencoba "sesuatu yang baru". Sekadar perkenalan. Diberikan secara gratis.

Dan iapun seperti masuk perangkap. Ia keterusan dan menjadi pecandu. Padahal bisa dibilang orangnya tidak banyak polah dan enak diajak ngobrol. Beberapa kali ia menawari saya bacaan buku komik yang kerapkali disewanya dari rental somik sewaan. Dan karena dirinya pula saat itu saya menjadi menggandrungi salah satu komik anime olahraga asal Jepang. Yang masih terus saya ikuti sampai saya melanjutkan kuliah. Judulnya "Hajime no Ippo" atau "Fight Ippo".

Setiap kali episode baru muncul ia pun membawakan komik sewaannya ke tempat kos saya untuk dibaca. Dan disela-sela aktivitas kami membaca komik itulah ia menceritakan kisah perjalanan hidupnya mengenal narkoba dan terjebak disana. Berselang beberapa lama setelah partner satu kamar kos saya memutuskan pindah, teman tadi pun mulai jarang datang lagi. Aktivitas minum-minuman keras pun menghilang meskipun beberapa botol masih tersimpan di lemari depan kamar.

Dan satu lagi, bungkusan narkoba itu sudah tidak lagi tergeletak dibawah kasur tempat tidur saya. Tapi saya berharap bahwa teman yang kecanduan tadi bisa melepaskan diri dari kecanduannya tersebut dan menjalani kehidupannya yang baru. Bukan kehidupan dibalik jeruji besi selayaknya yang dialami Anji, Nia Ramadhani, dan Ardi Bakrie.

Salam hangat,

Ash

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun