Sehingga sebisa mungkin setiap orang yang terlibat dalam suatu fungsi kerja harus bisa saling mawas diri. Memandang pekerjaan bukan semata-mata sebagai sesuatu hal yang harus dituntaskan meski harus melahirkan dilema bagi rekan kerjanya yang sekaligus teman dekat.
Hal inilah barangkali yang menjadi dasar berpikir seorang atasan untuk melarang anak buahnya bergaul dengan pihak lain yang memiliki kepentingan perihal pekerjaan yang berurusan dengan lini kerjanya. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa melarang kedekatan semacam itu bisa jadi juga terlalu berlebihan.
Idealnya adalah setiap orang dengan orang yang lain itu bisa berhubungan baik satu sama lain. Membaur dengan akrab selayaknya keluarga. Terlebih apabila mereka memiliki kesamaan visi pada suatu hal tertentu.
Orientasinya seharusnya pada kesuksesan visi bersama itu. Terlepas mungkin setiap pihak memiliki visi misinya masing-masing, tapi hubungan baik semestinya tidak menjadi alasan bahwa satu pihak akan mengganggu pencapaian visi misi pihak lainnya.
Dalam hal inilah sikap profesional itu perlu dikedepankan agar tidak terjadi pencampuradukan mana yang selayaknya berada dalam ranah koneksi pertemanan dan mana yang sepatutnya menjadi urusan pekerjaan.
Perlu adanya kebijaksanaan dari semua pihak yang terlibat agar semua mengerti batasan mereka masing-masing. Menyamaratakan semua urusan memang lebih mudah dilakukan tapi memiliki konsekuensi yang kurang baik terhadap koneksi yang terjalin antar pribadi yang terlibat.Â
Dan untuk memastikan sikap semacam ini tentu tidaklah gampang. Perlu kedewasaan, pembiasaan, dan niat baik untuk saling menjaga dan mengapresiasi kewenangan pekerjaan masing-masing.
Tapi bukan berarti sesuatu yang sulit dilakukan adalah mustahil dilakukan, bukan? Mungkin suasana kerja akan lebih menyenangkan apabila larangan semacam itu tidak sampai harus diberlakukan.
Salam hangat,
Agil S Habib