Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Saat Meeting dengan Bos Serasa Belajar dengan Guru "Killer"

18 Maret 2021   10:22 Diperbarui: 18 Maret 2021   22:21 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bos sedang marah pada pegawai.| Sumber: imtmphoto via Kompas.com

Pernah mengalami momen tegang dan tidak nyaman setiap kali diajak meeting oleh Si Bos di tempat kerja? 

Barangkali perasaannya hampir sama dengan ketika dulu pada masa-masa sekolah kita mengikuti mata pelajaran tertentu di mana gurunya terkenal killer. 

Definisi guru killer sendiri mungkin sering disematkan kepada beliau-beliau yang "gemar" memberi hukuman, "hobi" marah-marah, "suka" mengunci pintu sehingga murid yang telat datang tidak bisa masuk, dan sebagainya. 

Sensasi psikologis yang muncul ketika menjadi seorang murid dihadapan guru killer tersebut sepertinya terulang kembali saat kita terjun di dunia kerja dengan bos kita memiliki kecenderungan serupa. 

Bedanya, kalau si guru killer biasanya dimaksudkan untuk kepentingan sang murid sendiri maka si bos killer umumnya cenderung membela kepentingan profit bisnis yang dikelolanya.

"Ketegangan emosi mungkin akan dirasakan oleh mereka sebagai pekerja yang bersua bos dengan berkecenderungan 'killer'. Namun hal itu seharusnya tidak menjadikan kita takut dan paranoid secara berlebihan. Apa yang berada dalam kendali kita maka itulah yang mesti dikerjakan dengan sebaik mungkin. Selebihnya, jalani saja."

Hubungan yang terjadi antara pekerja dengan bosnya atau antara murid dengan gurunya juga relatif jauh berbeda. Masing-masing dari keduanya diikat oleh dua jenis kepentingan yang berbeda satu sama lain. Hubungan bos dengan anak buah lebih mungkin didasarkan pada urusan materi, utamanya gaji. 

Sementara relasi antara guru dan murid adalah perihal pendidikan, di mana seorang guru memiliki tugas dan tanggung jawab mendidik murid-muridnya sehingga bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Ada kepentingan jangka panjang dari setiap cara guru mempraktikan pengajarannya. 

Disisi lain, hubungan bos dengan anak buah adalah kerja sama dan kesepahaman yang diikat oleh suatu kesepakatan. Bukan karena adab sopan santun, tata krama, atau akhlak yang melandasi mengapa anak buah harus taat pada ataasannya. Melainkan lebih kepada keharusan untuk patuh pada struktur organisasi.

Ilustrasi bos marah-marah | Sumber gambar : www.freepik.com
Ilustrasi bos marah-marah | Sumber gambar : www.freepik.com
Perkara moral lebih dominan dalam relasi antara guru dan murid. Berbeda halnya dengan relasi bos anak buah yang terkesan lebih formal, kaku, dan struktural. 

Dari sudut pandang kita sebagai seorang anak buah ataupun murid yang pernah duduk di bangku sekolah, bersua dengan karakter killer dalam sosok bos maupun guru pengajar tentu memberikan sensasi khas. 

Deg-degan, grogi, khawatir, was-was, atau mungkin paranoid. Meskipun bagi sebagian orang yang lain bisa jadi menganggapnya biasa-biasa saja atau justru terasa lebih menyenangkan. Namun orang-orang dengan perasaan semacam itu biasanya hanya sebagian kecil saja.

Seandainya digambarkan dengan kurva distribusi normal, maka para pekerja atau murid yang tidak merasakan gelisah ketika bersua bos atau guru killer tadi termasuk dalam kelompok "diluar rata-rata". 

Sementara kita tahu bahwa umumnya populasi didominasi oleh rata-rata. Dengan demikian orang-orang yang merasakan sensasi deg-degan, grogi, was-was, dan respon sejenis hal itu cenderung lebih dominan ketimbang mereka yang memberikan respon lain.

Cara Bersikap

Apa yang bisa dilakukan oleh seorang murid ketika berhadapan dengan guru killer? 

Menuruti semua arahan yang diberikan, mengerjakan tugas yang diembankan, disiplin mengikuti ketentuannya, dan sejenisnya. Begitupun halnya saat seorang pekerja berjumpa dengan bos killer. 

Ketika kita diajaknya meeting maka yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Menyiapkan seluruh tugas sebagaimana yang diminta dengan tepat. Atau sesering mungkin menjadi "yes man" sehingga terkesan sebagai pribadi penurut dimata si bos.

Bagi mereka yang pintar mencari celah pendekatan barangkali akan melakukan beberapa upaya tertentu yang bisa melunakkan hati si bos. Dan hal ini biasanya terkait dengan aspek emosi. Karena bagaimanapun juga seorang manusia hatinya tidak terbuat dari batu sehingga sangat mungkin untuk dijinakkan. 

Meski tidak bisa dipungkiri bahwa caranya bisa jadi mudah atau bisa jadi sulit. Biasanya kemampuan seperti ini tidak setiap orang memilikinya. Hanya beberapa orang dengan kemampuan spesial yang bisa. Sebagian orang menyebut kemampuan itu dengan sebutan "speak-speak nabi".

Tapi tidak perlu khawatir, bahwa kita yang tidak dianugerahi kelebihan semacam itu masih memiliki kesempatan untuk "selamat" dari "murka" bos killer. 

Syaratnya, yaitu menunaikan setiap tugas dan perintah dengan sebaik mungkin. Kalaupun pada akhirnya masih ada kekurangan barangkali caranya hanya ini, tebal telinga dan kuat hati. 

Sehingga jika nantinya ada kalimat toxic yang keluar dari mulut si bos hal itu tidak sampai membuat kita terpukul. Kecuali apabila tindakan sang bos sudah terlalu berlebihan maka tidak ada salahnya untuk melakukan tindakan "perlawanan". Tentu dalam batas kewajaran.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun