Rasa-rasanya kurang pantas ganjaran sebesar 2 juta dari gaji sementara nyawanya dipertaruhkan. Lebih nahas lagi tatkala tanggungjawab ganti rugi justru ia juga yang harus menanggung.Â
Entah ini sang atasannya yang keterlaluan atau memang teman saya tadi tidak sanggup melakukan perlawanan. Mungkin ia berada dalam dilema dimana pekerjaan tersebut sangat ia butuhkan sehingga hal itu membuat dirinya ibarat kambing congek yang dicocok hidungnya.
Seharusnya untuk tugas dengan risiko tinggi seperti mengambil uang dalam jumlah besar di bank ada prosedur standar yang mesti dijalankan. Mungkin itu dengan melibatkan pengawalan polisi atau tenaga keamanan lain. Bukan hanya seorang diri seperti yang teman saya lakukan.Â
Bisa jadi prosedur semacam itu tidaklah menjadi perhatian mereka karena anggapan bahwa mereka masih perusahaan kecil. Tapi pandangan semacam itu justru melahirkan kekacauan yang lebih besar, bukan?Â
Sedangkan perampokan yang teman saya alami itu seharusnya meningkatkan kesadaran bahwa risiko pekerjaannya ternyata tidaklah seperti yang dikira. Seorang pekerja bergaji murah dengan risiko "mewah" tentu harus menimbang ulang pekerjaannya apakah yang dilakukannya memang sudah sepadan atau tidak.
Seorang pekerja tentunya memahami bahwa tingginya risiko pekerjaan seharusnya sebanding dengan imbalan yang didapat. Semakin besar risikonya maka potensi pendapatannya juga semakin tinggi. Seharusnya.Â
Namun hal itu tidak serta merta berdiri sendiri. Risiko memang harus dihadapi, tapi disisi lain risiko juga harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak sampai menciptakan efek bermasalah.Â
Selain itu para pemberi kerja hendaknya juga menimbang ulang apresiasi mereka kepada para pekerjanya apakah yang selama ini mereka berikan sudah layak atau belum. Jangan kemudian menuntut kompensasi ganti rugi atas tidak turut andilnya ia dalam mengupayakan langkah pencegahan atas setiap potensi masalah yang ada. Bagaimanapun juga harus ada kepantasan antara pendapatan dengan pekerjaan.
Â
Salam hangat,
Agil S Habib