Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pasar Muamalah, Keinginan Kembali ke Sunnah atau Kegundahan Terhadap Rupiah?

4 Februari 2021   05:16 Diperbarui: 4 Februari 2021   05:25 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : islam.nu.or.id

Nilai mata uang rupiah boleh dibilang memang terus mengalami pelemahan, terutama jika dilihat dari tren pasca kelahirannya sejak mata uang dengan nominal Rp 1 muncul pertama kali. Jika dibandingkan dengan Dollar misalnya, sampai saat ini sepertinya nominal 1 Dollar masih tetap saja ada di pasaran. Mungkin penjelasannya akan sangat rumit, panjang, dan kompleks terkait bagaimana fenomena seperti ini terjadi. Ada ilmu ekonomi tingkat tinggi serta beberapa isu konspirasi yang menjadikan mengapa satu mata uang begitu jumawa sementara mata uang yang lain begitu lemah. 

Kita mungkin pernah mendengar negara Venezuela yang begitu menderita pasca meninggalnya presiden flamboyan Hugo Chavez. Negara itu begitu menderita dengan kondisi ekonomi yang porak poranda. Inflasi yang terjadi di negara tersebut mencapai 10.000.000% yang salah satunya disebabkan oleh kolapsnya pasar minyak dunia. Venezuela yang 95% pendapatannya tergantung dari ekspor minyak pun akhirnya harus menerima nasib pahit atas kondisi tersebut.

Nilai mata uang suatu negara amat tergantung dengan kekuatan ekonominya. Kita bisa melihat dollar begitu kuat karena status keberadannya dicari-cari sebagai alat transaksi antar negara. Hampir sebagain besar negara di dunia menjadikan dollar sebagai alat transaksi ekonomi sehingga keberadaannya selalu dicari-cari. Bahkan setiap hari kita hampir selalu mendengarkan pemberitaan perihal nilai tukar rupiah terhadap dollar sebagai rujukan memantau kondisi perekonomian. 

Cadangan devisa negara-negara di dunia pun tidak sedikit yang dirupakan dalam wujud dollar Amerika Serikat (AS). Sehingga menjadikan mata uang ini begitu berharganya bagi banyak kalangan. Disisi lain, AS sendiri bisa dengan mudah mencetak kembali uang kerta dollarnya tanpa underlying apapun. 

Beban yang ditimbulkan dari pencetakan uang tanpa dasar patokan bisa sangat berbahaya sebagaimanya yang terjadi di beberapa negara yang terlalu gencar mencetak uang sampai akhirnya terjadi hiperinflasi. Sementara dollar sendiri yang memiliki banyak peminat menjadikan penciptanya lebih leluasa jikalau harus mencetak uang lebih banyak lagi. Mereka yang mengendalikan dollar benar-benar punya kuasa luar biasa untuk mengatur dunia.

Padahal dollar hanyalah sebuah uang kertas. Dan sepertinya inilah salah satu hal yang melandasi Zaim Saidi untuk menggalakkan penggunaan dinar dan dirham sebagai pengganti alat tukar mata uang kertas. Dalam hal ini uang kertas yang terimbas langsung adalah rupiah selaku alat tukar resmi pembayaran di negara Indonesia. 

Bagaimanapun juga rupiah memiliki hubungan keterkaitan dengan mata uang lain di dunia termasuk dollar atau yang lain. Tapi sepertinya kita harus mengakui bahwa rupiah sebenarnya tidak bersalah dalam hal ini. Kalau bisa dibilang rupiah tidak tahu apa-apa dengan tudingan sihir mata uang kertas tersebut. 

Justru kita harus terus menggalakkan pergerakan rupiah sehingga eksistensinya tetap terjaga. Saat ini mungkin rupiah masih kalah dan berstatus lemah dihadapan beberapa mata uang asing seperti dollar, euro, pounsterling, dan sebagainya. Tapi bukan tidak mungkin suatu saat kondisi akan berbalik apabila segenap elemen bangsa ini bersinergi dan mencari cara untuk mewujudkan sebuah gagasan besar 1 rupiah = 14.000 dollar, bukan sebaliknya 1 dollar = 14.000 rupiah. Mungkinkah?

 

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun