Beberapa waktu lalu pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan pengumuman bahwa setiap warga negara yang menerima SMS blast dari Kemenkes diwajibkan untuk mengikuti program vaksinasi COVID-19 yang sedianya akan dimulai pada pertengahan Januari 2021 mendatang.Â
Sebagaimana diketahui bahwa saat ini pemerintah Indonesia sudah mendatangkan sekitar 3 juta dosis vaksin Sinovac yang bakal segera dipergunakan setelah mengantungi izin dari BPOM.Â
Meskipun pemerintah menyatakan bahwa periode awal pemberian vaksin akan diperuntukkan kepada beberapa kalangan tertentu seperti tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang di fasilitas kesehatan, TNI, kepolisian, aparat hukum, dan lain-lain sebagaimana yang tertuang dalam Permenkes No.84 Tahun 2020 tentang daftar prioritas warga negara yang berhak menerima vaksin, namun tidak sedikit warga "biasa" yang khawatir dengan pewajiban terkait vaksinasi ini.Â
Tidak sedikit yang mempertanyakan perihal keampuhan vaksin Sinovac yang diproduksi oleh perusahaan farmasi asal China itu. Bahkan mereka rela menunggu lebih lama untuk mendapatkan vaksin asalkan itu adalah vaksin yang lain seperti Pfizer misalnya atau Sinovac yang sudah "generasi ke-3" alias sudah mengalami tahap pernah dipakai vaksinasi beberapa kali sehingga bisa diketahui kualitasnya benar-benar ampuh atau tidak.
"Ketika negara sudah mewajibkan vaksinasi kepada warganya maka negara pun harus memastikan keamanan sekaligus kenyamanan warga negaranya dalam rangka menaati program vaksinasi itu."
Menurut informasi yang beredar, ada sekitar tujuh jenis vaksin yang kemungkinan bakal digunkan dalam rangka vaksinasi di Indonesia. Beberapa vaksin tersebut antara lain yang diproduksi oleh Sinovac, Moderna, Pfizer Inc, Novavax Inc, Sinopharm, AstraZeneca, dan PT Bio Pharma.Â
Tapi seiring saat ini dosis yang tersedia baru dari Sinovac maka narasi kekhawatiran pun beredar di masyarakat. Meskipun bisa jadi sebenarnya kekhawatiran itu kurang beralasan.Â
Hanya bagaimanapun juga seharusnya kekhawatiran ini setidaknya didengar oleh para pemangku kepentingan mengingat di Amerika Serikat saja yang bakal segera melakukan vaksinasi warga negaranya diberikan kebebasan memilih antara menggunakan vaksin dari  Pfizer atau Moderna yang menurut mereka paling nyaman.Â
Mereka diberikan kesempatan untuk mempelajari kedua jenis vaksin tersebut sebelum memutuskan untuk memilih salah satunya (Tulisan Azrul Ananda, HappyWednesday : Vaksin untuk Ayah). Hal ini menurut saya cukup memberikan kelegaan bagi seorang warga negara untuk menentukan sendiri vaksin teraman untuk kesehatannya. Sesuatu yang barangkali bisa menjadi pertimbangan bagi para petinggi negara ini.
Sebuah kekhawatiran yang menghantui diri kadangkala menjadi sebab musebab yang terabaikan dari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Bahkan tidak sedikit pakar medis yang menyatakan bahwa kekhawatiran yang mengendap dalam diri seseorang berpotensi melemahkan sistem imun yang dimilikinya.Â
Belum lagi apabila mengaitkannya dengan sistem keyakinan dimana dalam konteks ini bisa saja seseorang yang divaksinasi tidak akan memberikan dampak apapun atau justru sebaliknya jikalau mereka yang divaksin meyakini bahwa vaksin yang masuk kedalam tubuhnya justru sebagai jalan penyakit.
Tapi mengingat pada periode awal ini negara kita masih bergantung pada vaksin Sinovac saja maka tidak ada jalan lain selain memberdayakan source yang sudah ada. Poin pentingnya adalah lembaga terkait harus benar-benar bisa menggaransi kualitas dari vaksin produksi Sinovac bisa memberikan dampak positif bagi penggunanya, bukan sebaliknya.Â