Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Fenomena Jual Beli "Underwear" Bekas Artis Terjadi karena Apa?

30 November 2020   07:55 Diperbarui: 30 November 2020   08:07 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pakaian bekas | Sumber gambar: kompas.com

"Budaya malu dan menjunjung tinggi etika adalah identitas penting yang sekaligus dibanggakan bangsa kita sedari dulu. Namun sepertinya hal itu belakangan semakin memudar seiring ketidakberdayaan kita menangkal pemikiran liar yang masuk dari segala penjuru. Begitu banyak fenomena tidak normal yang seharusnya membuat kita tersadar bahwa ada yang salah dengan semua ini."

Beberapa waktu lalu ada sebuah transaksi "aneh" yang terjadi di mana salah seorang artis wanita dengan bangga menjual bekas pakaian dalamnya (underwear) kepada publik dengan harga yang terbilang cukup konyol. 

Seorang artis berprofesi DJ dengan inisial DC melakukan "lelang" baju dalam bekasnya dengan nominal cukup fantastis senilai kurang lebih 50 juta rupiah. 

Tanpa tedeng aling-aling hal itu ia publikasikan melalui instagram pribadinya sehingga bisa disaksikan oleh jutaan pengguna media sosial. Dan luar biasanya baju dalam bekas tersebut laku oleh seorang pembeli pria. Entah karena sebuah fantasi atau motivasi macam apa sehingga seseorang rela membeli barang semacam itu dengan harga yang sebetulnya bisa dipergunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat.

Apabila yang diperjualbelikan di sini adalah pakaian bekas dalam rupa baju, celana, ada jenis pakaian lain yang layak untuk "dipertontonkan" maka sepertinya hal itu lebih logis untuk dilakukan. 

Namun untuk pakaian dalam bekas pakai? Rasanya-rasanya kurang etis melakukan jual beli barang semacam ini. Lebih tidak etis lagi adalah tatkala transaksi terjadi antara pria yang membeli underwear bekas milik wanita. 

Sepertinya motivasi yang paling mendasari hal ini lebih kepada sensasi. Jikalau artis sang penjual underwear bekas beralasan bahwa tidak berpenghasilan selama 7 bulan sebagai alasannya menjual "barang pribadi" yang dimilikinya, maka sebenarnya ia memiliki pilihan untuk menjual jenis pakaiannya yang lain seperti misalnya baju saat manggung, atau beberapa barang berharga lainnya. 

Terlebih ada informasi yang mengatakan bahwa underwear yang dijual itu dalam kondisi bekas terpakai alias belum dicuci. Katanya biar lebih "alami". Tapi apakah jual beli macam ini pantas dilakukan?

Tidakkah ini membuat kita semakin khawatir dengan aktivitas penuh keanehan yang dilakukan orang-orang di zaman ini? Kita yang katanya memiliki adat ketimuran ternyata mempertontonkan perilaku yang terbilang vulgar seperti itu. Jual beli pakaian bekas memang wajar dilakukan. 

Akan tetapi jika kasusnya seperti yang terjadi pada artis yang menjual underwear bekas pakai miliknya itu justru lebih terkesan menjual fantasi kepada orang lain. 

Kalau boleh dibilang antara penjual dan pembelinya sama-sama menunjukkan perilaku jual beli yang "menodai" kegiatan jual beli itu sendiri. Si pembeli memang berhak membeli apa saja dengan begitu banyaknya uang yang dimilikinya. Tapi ketika itu dilakukan untuk membeli underwear bekas pakai milik artis? Sulit rasanya berkata-kata untuk menjelaskannya. Fenomena macam apa sebenarnya yang tengah terjadi pada sekelompok orang di negeri ini?

Membeli Sensasi Mengobral Fantasi

Sensasi adalah salah satu alat paling ampuh untuk menarik perhatian. Terkadang suatu tindakan tidak penting, konyol, aneh, kontroversial, bahkan amoral sekalipun selama hal itu memicu sensasi publik maka seringkali hal itu dilakukan orang-orang berkepentingan demi menaikkan popularitasnya. Tak peduli citra yang terbangun adalah citra positif ataupun negatif selama hal itu membuat mereka bisa dikenal publik lebih luas. 

Sudah berulang kali terjadi pernyataan atau aksi kontroversial bermunculan padahal hal itu sebenarnya mengumbar aib diri mereka sendiri. Ketika skandal intim artis dibuka ke publik hal itu sama sekali tidak membuat mereka tertunduk malu. Demikian pula saat aksi saling lapor kepada pihak kepolisian juga dilakukan demi sebuah sensasi. Tapi ujung-ujungnya tidak jelas akhir dari drama penuh ketidakjelasan itu. Sebatas sensasi yang tidak jarang isinya justru memantik fantasi publik sehingga berangan-angan di luar batas.

Mengobral sensasi dengan melakukan tindakan yang mengumbar aib pribadi atau mempertunjukkan sesuatu yang sensitif dan menjadi rahasia bagi orang luar memang merupakan sesuatu yang ampuh untuk mengkreasi sebuah peristiwa viral. 

Melalui bukunya Contagious: Rahasia Di Balik Produk dan Gagasan Yang Populer, Jonah Berger menuliskan bahwa sesuatu yang sebelumnya lebih bersifat khusus dan pribadi lantas dijadikan hal yang umum akan memicu terjadinya peristiwa viral atau populer. 

Jika dikaitkan dengan konteks kasus skandal artis atau sejenisnya maka kita bisa melihat bahwa urusan ranjang artis itu adalah hal yang sebenarnya rahasia dan tabu dibicarakan di muka umum. Ketika hal itu kemudian dibuka ke publik tentunya akan memantik rasa penasaran yang besar orang-orang untuk mengetahuinya. 

Demikian pula ketika sebuah underwear milik artis kemudian diobral kepada semua orang yang ingin memilikinya, maka situasi serupa juga akan terjadi. Bukan tidak mungkin sebenarnya banyak orang yang diam-diam memiliki fantasi aneh dan menyukai sensasi yang berlebihan di sekitarnya. Hanya saja sebagian orang dengan terang-terangan menunjukkannya sedangkan sebagian yang lain masih menjaga etika untuk menutupinya atau minimal tidak menunjukkannya sebagai bahan konsumsi orang banyak.

Femomena semacam ini bukan tidak mungkin akan kembali terjadi pada masa-masa mendatang ketika hal-hal yang seharusnya tabu dibuka kemuka umum justru dilakukan demi sebuah popularitas instan yang sifatnya hanya sementara. 

Mengobral etika demi sebuah popularitas itulah barangkali yang membuat bangsa ini semakin kehilangan identitasnya. Ketika budaya malu sudah semakin diabaikan maka seperti apa nasib bangsa ini ke depan tatkala para calon pemimpinnya semakin mengabaikan identitas ketimuran yang sedari dulu dibanggakan itu.


Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi:
[1]; [2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun