Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Karyawan "Bad Boy" Vs "Good Boy", Siapa Lebih Tahan Menghadapi Tekanan Pekerjaan?

19 November 2020   08:26 Diperbarui: 19 November 2020   08:32 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bukan masalah bad boy atau good boy terkait mana yang lebih baik dalam menghadapi tekanan pekerjaan. Besarnya ambisi untuk meraih tujuan bisa jadi merupakan senjata yang paling diperlukan untuk mengatasinya. Setiap orang butuh panduan untuk mengarahkan dirinya sehingga selaras dengan ambisi yang ia miliki dan pada akhirnya melewati setiap tekanan yang ada dengan sikap yang luar biasa."

Istilah "bad boy" atau "good boy" umumnya dipakai untuk menggambarkan kepribadian seseorang dalam lingkungan pergaualan. Bad boy merupakan sebutan untuk mereka yang terkesan bengal, bandel, pembangkang, urakan, dan terkesan masa bodoh. 

Sebaliknya good boy merupakan representasi dari anak yang "lurus", tidak banyak tingkah, disiplin, dan senantiasa taat pada aturan. Meskipun terlihat bad boy sebagai kelompok yang "bukan pilihan" serta good boy sebagai sosok idaman tapi tidak menutup kemungkinan bahwa ternyata bad boy pun memiliki sisi keunggulan tertentu yang menjadikannya tahan menghadapi berbagai tekanan. 

Kesan pemberani dan bermental baja sering terpancar dari para bad boy dalam menjalani kehidupannya. Bahkan di lingkungan kerja pun para karyawan bertipe bad boy ini juga punya daya tahan mental yang mumpuni menghadapi tekanan pekerjaan yang ada.

Antara karyawan bertipe bad boy maupun good boy sebenarnya memiliki potensi yang sama terkait kekuatan mentalitas menghadapi tekanan kerja. Akan tetapi sosok bad boy cenderung memiliki naluri keharusan untuk lebih kuat mentalnya mengingat label bad boy tersebut. 

Tentunya mereka yang disebut bad boy merasa punya "integritas" agar tidak disebut sebagai bad boy yang cengeng. Selain itu, sosok bad bay biasanya sering berhadapan dengan penegak aturan atau penegak kedisiplinan. Sikap melawan merupakan bagian dari mereka. 

Dan umumnya orang-orang yang punya kecenderungan melawan adalah para pribadi penuh hasrat dan motivasi. Mereka ada pejuang idealisme yang kuat sehingga merasa perlu untuk menabrak aturan yang dinilai menghalangi ekspresi diri. 

Seorang bad boy tidak selamanya disebut sebagai pribadi yang buruk atau terlebih sampah masyarakat. Apabila diarahkan secara tepat bukan tidak mungkin energi melimpah yang mereka miliki itu bisa menjadi pemicu antusiasme yang luar biasa.

Terkait dengan karyawan bertipe bad boy ini saya memiliki seorang rekan yang berhasil menapaki karir hingga jenjang factory manager. Padahal sejak masa kuliah ia dikenal sebagai sosok bad boy yang gemar berantem, suka mengakali atasannya, dan sangat sering menjadi sasaran kemarahan sang bos. 

Namun kepribadiannya yang energik dan terkadang masa bodoh itu membuat luapan amarah sang atasan sebagai angin lalu yang tidak membuat nyalinya ciut. 

Konfrontasi dengan pihak lain sudah menjadi hal yang biasa baginya. Dan lambat laun potensinya sebagai bad boy itulah yang justru mengantarkannya pada jenjang karir yang mumpuni saat ini.

Lantas apakah good boy tidak lebih baik dari para bad boy? Belum tentu juga. Tidak sedikit para pemilik karir sukses dalam pekerjaan dengan kepribadian demikian. 

Bahkan lebih dari itu mereka yang sangat pemalu, suka menyendiri, dan kurang pandai bergaul ternyata juga bisa memiliki pencapaian hebat dalam karirnya. 

Jika rekan saya tadi adalah seorang bad boy yang berhasil, maka teman dari rekan saya tadi yang berkarakter tertutup, pemalu, anak rumah, serta segenap kriteria good boy lain justru kini berani tampil sebagai salah satu kandidat kepala daerah. 

Hal ini tentu bukan pencapaian sepele mengingat lika-liku menuju posisi tersebut jelas dipenuhi rintangan dan hambatan. Dan ternyata seorang good boy pun bisa dan banyak yang berhasil melakukannya. Dalam konteks karir sebagai karyawan profesional pun jumlahnya juga tidak kalah banyak.

Faktor Penentu

Potensi yang dimiliki bad boy memang luar biasa, namun hanya jika mereka mengambil langkah yang terarah. Bukan cenderung menjadi pengacau yang merusak suasana. Mereka butuh visi dan ambisi untuk mencapai sesuatu hal yang luar biasa. 

Butuh tujuan untuk diraih dalam beberapa waktu kedepan. Demikian halnya dengan para good boy harus dikeluarkan potensi besar dari dirinya agar tidak terkesan menjadi sosok yang mudah terintimidasi oleh tekanan pekerjaan. 

Good boy sekalipun harus berani mengambil risiko atas suatu tindakan jikalau hal itu mendukung upaya pencapaian visi besarnya. Dan untuk memastikan bahwa kedua tipe kepribadian ini bisa berbuat sesuatu yang luar biasa dalam karirnya maka ambisi besar perlu terus ditumbuhkan dalam diri mereka. 

Sebuah ambisi yang menguat dalam diri guna meraih tujuan tertentu adalah driver yang hebat dalam mengarahkan seorang bad boy ataupun good boy untuk membuat pencapaian hebat dalam hidupnya.

Terkait dengan ambisi untuk meraih tujuan ini adakalanya seperti bangkit begitu saja didalam diri dan menginspirasi seseorang untuk berbuat lebih. Sementara bagi yang lainnya terasa sulit untuk mendapatkan. 

Disinilah peran seorang mentor, pembimbing, ataupun pendamping diperlukan. Yang mampu menjadi pemberi masukan, saran, sekaligus menjadi teman bertukar pikiran dalam menyikapi suatu persoalan. 

Sebenarnya bukan bad boy atau good boy yang menjadi inti persoalannya. Justru yang berada "dibalik layar" itulah yang menentukan kemana mereka akan menapak. 

Sebuah tekanan pekerjaan akan dianggap biasa apabila seseorang telah meyakinkan dirinya untuk mewujudkan tujuan besar di kemudian hari. Ambisi besarnya akan mampu mengatasi setiap jengkal tekanan yang menghadangnya.


Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun