"Setiap lantunan doa yang kita lantunkan merupakan kalimat afirmasi dan penguat keyakinan diri. Semakin intens afirmasi itu dilafalkan maka akan menguatkan sistem keyakinan kita bahwa sesuatu itu benar adanya. Demikian halnya dengan rezeki. Kita akan tetap memilikinya apapun situasi dan kondisi yang menghadang. Namun sudahkah kita menguatkan keyakinan itu?"
Satu hal yang sudah sejak lama saya yakini hingga kini adalah perihal jatah rezeki yang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta kepada kita selaku hamba-Nya.
Meskipun konteks rezeki tersebut menuntut upaya kita untuk menggapainya tapi minimal alokasi yang sudah ditetapkan Sang Empunya Rezeki tidak akan pernah tertukar dengan jatah milik orang lain. Tugas kita adalah menjemputnya melalui langkah ikhtiar dalam batas jangkauan kemampuan diri masing-masing.
Biarpun disatu sisi kebanyakan dari kita mempercayai bahwa rezeki itu sudah digariskan oleh-Nya, disisi lain masih terbersit suatu keraguan bahwa dalam kondisi tertentu jatah rezeki kita akan diserobot oleh orang lain.
Betapa banyak kisah-kisah kecurangan untuk memperkaya diri sendiri karena khawatir akan kekurangan nafkah atau karena ketamakan untuk mendapatkan lebih dari yang dibutuhkan.
Selain itu betapa rapuhnya keyakinan kita tatkala muncul selentingan kabar yang menyebutkan bakal terganggunya "ladang" rezeki kita semisal pemberitaan tentang pandemi COVID-19 yang menggerus banyak lapangan kerja dan menyebabkan pengangguran. Atau sudah gelisah luar biasa tatkala kabar gaji tidak naik mulai menyeruak.
Atau pikiran yang jauh menerawang ke depan bahwa untuk beberapa waktu ke depan apakah kita bisa makan atau tidak sementara penghasilan yang diperoleh amat sangat terbatas.
Dari sudut pandang tertentu kekhawatiran atau kegelisahan semacam ini memang lumrah terjadi.
Sedangkan dari sudut pandang yang lain sejatinya kita tidak perlu merisaukan hal itu semua karena rezeki setiap makhluk sudah ditentukan.
Kita hanya perlu terus berusaha sembari diiringi sikap tawakal atau berserah diri kepada-Nya.
Sikap semacam ini memang bukan merupakan sesuatu yang mudah dilakukan. Kekhawatiran terhadap jatah rezeki masih menjadi sesuatu yang kerapkali menggelayuti benak setiap orang yang bekerja mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. "Otot" keyakinan terhadap Sang Pemberi Rezeki sepertinya masih banyak yang harus dikuatkan lagi.
Perlu sebuah cara untuk mengasah keyakinan hati kita bahwasanya setiap orang itu sudah ditentukan jatah rezekinya masing-masing dan kita masih akan tetap eksis di dunia ini selama jatah tersebut belum "dicairkan" semua oleh pemilik-Nya.
Dhuha adalah Training Keyakinan Rezeki
Dalam banyak pembahasan melalui ceramah, diskusi, buku, dan lain sebagainya hampir selalu disebutkan bahwa ibadah Sholat Dhuha merupakan aktivitas ritual yang memiliki "khasiat" untuk memperlancar aliran rezeki seseorang.
Saya pun juga meyakininya demikian. Namun saya juga memandang bahwa Sholat Dhuha khususnya juga merupakan metode pelatihan yang mampu membentuk keyakinan di dalam diri pelakunya agar senantiasa memandang secara optimis bahwa hari-harinya akan senantiasa tercukupi.
Kekhawatiran kehilangan jatah rezeki lambat laun akan sirna dan kerapuhan dari kabar yang mengusik aliran rezeki pun akan menghilang dengan sendirinya. Mengapa?
Karena semakin kuatnya keyakinan bahwa Sang Empunya Rezeki sudah pasti menjamin rezekinya untuk kita dengan catatan kita tetap berupaya dan berusaha melakukan yang terbaik dari apa yang kita bisa.
Dengan demikian kuncinya akan kembali pada diri kita masing-masing. Rezeki kita tidaklah ditentukan oleh pemerintah yang mengatur UMP. Tidak juga karena diserobot oleh orang-orang sekitar.
Atau karena sebab musebab lain. Apabila pandangan seperti itu sudah merasuk kedalam dada maka kita akan lebih ringan dalam mengarungi hari-hari mencari nafkah.
Tidak ada yang perlu dirisaukan mengingat jatahnya sudah ada. Hanya saja jangan sampai beranggapan bahwa lebih baik tidak melakukan apa-apa karena toh sudah pasti dapat.
Pandangan seperti ini adalah salah kaprah. Hal itu tidaklah menganggap pentingnya sisi ikhtiar sebagai cara untuk merubah sesuatu.
Perlu ada keseimbangan dalam menyikapi persepsi tentang rezeki dimana kita harus menjaga sisi ikhitiar sembari tetap memgang teguh keyakinan bahwa tidak akan pernah jatah rezeki kita hilang karena ulah orang lain.
Keyakinan bahwa kita akan tetap mendapatkan jatah rezeki tersebut perlu diasah dari waktu ke waktu. Dengan menunaikan ibadah Sholat Dhuha setiap hari itu sama artinya dengan kita berlatih setiap hari untuk menguatkan otot keyakinan terhadap zat Pemberi Rezeki.
Seperti halnya ketika berlatih untuk banyak jenis kegiatan yang lain, melatih otot keyakinan terhadap porsi rezeki juga butuh waktu.
Tidak cukup satu hari, dua hari, atau sepuluh hari saja. Mungkin butuh seumur hidup melakukannya mengingat dinamika terkait rezeki itu sendiri terus saja terjadi sepanjang hayat kita.
Dua rakaat, empat rakaat, hingga dua belas rakaat memiliki keutamaannya masing-masing dimana semakin tinggi rakaatnya maka dampaknya juga semakin luar biasa. Namun jangan terburu nafsu.
Karena yang lebih penting adalah kontinyuitas melakukannya. Repetisi dari ritual ibadah ini apabila benar-benar diresapi akan membangun keyakinan yang kuat dan semakin kuat dari waktu ke waktu.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H