Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Alasan Pentingnya Memasukkan Kriteria Spiritualitas dalam Merekrut Karyawan

12 November 2020   13:52 Diperbarui: 14 November 2020   14:37 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bekerja. (sumber: thinkstockphoto.com via kompas.com)

"Spiritualitas bukanlah semata tentang kegiatan ritual keagamaan, melainkan juga peresapan nilai-nilai mulia spiritual ke dalam hati seseorang yang meyakini urgensi kebenarannya."

Apa yang seringkali menjadi landasan sebuah insitutsi, lembaga, ataupun korporasi bisnis dalam merekut calon tenaga kerjanya? Tingkat pendidikan; Nilai akademis; Kemampuan berkomunikasi; Kepribadian; atau masih ada kriteria yang lain? 

Secara umum kemampuan intelektual dan juga sisi emosi seringkali menjadi pertimbangan utama dalam merekrut calon tenaga kerja baru. Mengapa? Karena bisa jadi hanya kedua hal tadi saja yang paling memungkinkan untuk diukur. 

Ada tes akademis dan juga ada tes psikologis. Keduanya merupakan pilar uji yang menjadi andalan para pencari pekerja untuk mendapatkan pekerja incarannya. 

Namun ada aspek lain yang berkaitan dengan nilai-nilai spiritual masih belum sepenuhnya terakomodasi dalam kriteria perekrutan calon karyawan.

Mungkin karena penilaian terhadap aspek ini sukar diukur secara kuantitatif atau karena pihak perekrut berasumsi bahwa kualitas spiritual seseorang sudah terwakili dari penilaian secara psikologis selama pelaksaan tes maupun penilaian langsung saat bertatap muka atau bisa jadi tidak dipertimbangkan samasekali.

Situasi ini tentu memantik ketidakpastian bahwa nilai-nilai spiritualitas itu sebenarnya dibutuhkan atau tidak dalam menunjang kredibilitas seseorang. 

Seseorang dengan keterampilan teknis mumpuni dan mahir memerankan sisi psikologisnya belum tentu cakap secara spiritual. Sudah berapa banyak pekerja yang memainkan permainan "kotor" selama menunaikan pekerjaannya demi suatu alasan tertentu? 

Praktik-praktik semacam ini seperti menjadi sesuatu yang jamak ditemui di beberapa tempat padahal sejatinya merupakan perbuatan yang salah. Apapun alasan terjadinya hal itu seharusnya bisa dicegah sejak awal mengingat setiap perbuatan seseorang sebenarnya merepresentasikan nilai-nilai spiritual yang diyakininya. 

Apabila orang-orang yang menunaikan setiap pekerjaan menjunjung tinggi nilai spiritual luhur itu tentu keadaannya akan baik-baik saja. Dengan kata lain tercipta suasana kerja yang sehat dan bebas kecurangan model apapun.

Dalam banyak kasus, motivasi bekerja seseorang mungkin lebih banyak dimaknai sebagai upaya mengejar sisi materi saja. Kalaupun aspek spiritual dibicarakan bisa jadi hal itu hanya sebuah formalitas dan retorika belaka. Tidak lebih. 

Karena dalam implementasinya hampir setiap pekerja akan menggerutu jika gajinya tidak naik atau mungkin akan protes keras saat terlambat dibayar. Dalam kesempatan yang lain bisa jadi motivasi untuk masuk kerja meredup karena bosan dengan rutinitas yang sama dari waktu ke waktu. 

Mengapa hal semacam ini bisa terjadi? Salah satu alasannya adalah karena menjalani karir dimaknai tidak lebih dari sekadar sarana mencukupi kebutuhan diri sendiri. 

Padahal pekerjaan yang apapun yang dilakukan dari semua latar belakang profesi sebenarnya memiliki nilai manfaat yang besar bagi orang lain. Dengan catatan kita mamahami esensi dibalik keberadaan sebuah profesi.

Menilai profesi operator mesin produsen air mineral disatu sisi hanyalah memastikan mesin tetap beroperasi normal, efisine, dan mencapai target sehingga korporasi pemilik bisnis mendapat keuntungan dari sana. 

Sementara disisi lain aktivitas itu sebenarnya juga merupakan upaya kita untuk membantu menyediakan minuman yang baik dalam mengobati dahaga orang-orang diluar sana. 

Pemaknaan tentang sisi spiritualitas berbagi dan bermanfaat bagi sesama inilah yang jarang meresap direlung hati terdalam. Sehingga aktivitas pekerjaan yang dijalani dari waktu ke waktu tak lebih dari upaya kegiatan rutin membosankan. Sebuah rutinitas yang hanya ditangkap manfaatnya dari sisi materi saja, tidak lebih. 

Seandainya nilai-nilai spiritualitas benar-benar diresapi secara mendalam maka hal itu akan menciptakan "gereget" didalam hati sehingga menjadi lebih produktif dalam menunaikan pekerjaan yang digeluti.

Satu hal lagi yang tidak boleh diabaikan dari peran keberadaan sisi spiritualitas ini adalah menyangkut hubungan interaksi kepada sesama. Mereka yang menjunjung tinggi prinsi-prinsip dalam spiritualitas tentang bagaimana seharusnya manusia itu bermanfaat bagi yang lain akan membentuk iklim kerja untuk saling membantu satu sama lain. 

Ilustrasi interview kerja | Sumber gambar : www.naceweb.org
Ilustrasi interview kerja | Sumber gambar : www.naceweb.org
Motivasi saling membantu itu bukan karena iming-iming bonus, akan tetapi demi untuk menjadi manusia terbaik. Apabila hal ini dipahami secara merata dan dijalankan oleh semua elemen terkait maka betapa harmonisnya hubungan yang terjalin dalam suatu komunitas itu. 

Semakin harmonis hubungan yang terjalin antar personalnya, hal itu sepertinya akan menggaransi pencapaian yang lebih besar bagi organisasi tersebut secara keseluruhan.

Dimulai dari...

Inilah  alasan penting mengapa nilai-nilai spiritualitas perlu dilibatkan dalam kriteria merekrut calon pekerja baru. Organisasi yang sehat tanpa kecurangan, produktif, dan harmonis hanya akan tercipta apabila orang-orang yang terlibat didalamnya memahami nilai-nilai mulia ini. 

Barangkali yang menjadi tantangan selanjutnya adalah terkait metode atau tools apa yang dipakai untuk mengukur aspek ini sehingga lebih mudah diimplementasikan dalam praktik. Bukan sebatas teori diatas kertas saja. Mengingat sebenarnya nilai manfaat dari spiritualitas sangatlah luar biasa dan layak apabila hal itu menjadi bagian yang harus dimiliki oleh pa

ra pencari kerja. Sehingga bukan semata tentang keterampilan teknis atau kemampuan psikologis yang diperhatikan, aspek spiritual juga menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya.

Lalu darimana memulainya? Seharusnya hal itu dimulai dari lembaga pendidikan yang menjadi kawah candradimuka bagi para calon pekerja baru itu. 

Mereka tidak cukup digembleng untuk urusan teknis dan psikis, atau diajari berorganisasi dan komunikasi tidaklah cukup sementara nilai-nilai mulia spiritual terabaikan. 

Mengingat pengajaran spiritualitas terkesan masih menjadi sesuatu yang terpisah dengan kegiatan sehari-hari, bisa jadi darisanalah start awalnya. 

Semua harus dipadukan  dan diterjemahkan dalam kontkes yang lebih luas. Segala aktivitas ritual kita sebenarnya memiliki sisi training yang apabila diresapi prosesnya niscaya akan memberikan pengaruh besar terhadap perubahan perilaku orang-orangnya. 

Oleh karena itu setiap orang yang beragama diajarkan untuk khusyuk dalam beribadah. Bukan semata agar ibadahnya diterima, tetapi juga agar memberikan manfaat dengan meresapnya nilai-nilai pengajaran spiritual itu tadi ke dalam relung hati terdalam.


Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun