Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Catatan di Balik Label Presiden Terkuat untuk Jokowi

21 Oktober 2020   11:38 Diperbarui: 21 Oktober 2020   11:43 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi | Sumber gambar : www.kompas.com

"Kekuatan itu penting bagi seorang presiden. Utamanya untuk mendukungnya dalam mengambil kebijakan tak populis tapi sejatinya untuk mensejahterakan rakyat mayoritas. Presiden hanya perlu memproteksi dirinya agar tidak terbawa oleh arus kepentingan orang-orang yang berambisi melanggengkan kekuasaannya. Dengan begitu sosok presiden benar-benar akan menjadi pemimpin yang diikuti, bukan mengikuti."

Periode pertama masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah selesai. Dan tidak terasa kini beliau sudah menapaki masa satu tahun era kepemimpinannya yang kedua berpasangan dengan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin yang "menggantikan" Wapres sebelumnya yaitu Bapak Jusuf Kalla (JK). 

Bukan sebuah perjalanan yang ringan untuk dilalui Presiden Jokowi dalam mengemban amanah memimpin republik ini. Selentingan hingga tudingan pun bermunculan yang dialamatkan kepada beliau. Tidak sedikit yang menilai beliau sebagai salah satu presiden terlemah Republik Indonesia seiring berbagai dinamika yang terjadi selama ini.

Meskipun begitu ternyata penilaian yang beredar di ruang publik melalui beberapa lembaga survei dan juga atas penilaian beberapa pakar, Presiden Jokowi justru dinilai sebagai salah satu presiden paling berhasil dan paling kuat pengaruhnya jika dibandingkan dengan para presiden Republik Indonesia (RI) terdahulu. 

Dari rilis survei yang dilakukukan oleh Indobarometer, keberhasilan Presiden Jokowi menunaikan tugas kepresidenan dianggap lebih baik daripada seluruh presiden terdahulu setelah almarhum Presiden Soeharto. Dengan kata lain Presiden Jokowi adalah presiden paling berhasil  nomor 2 selama perjalanan republik ini.

Bukan hanya itu, Presiden Jokowi yang oleh sebagian kalangan dianggap lemah itu justru menurut penilaian beberapa pengamat merupakan sosok presiden dengan kekuatan politik terkuat setelah Presiden Soeharto yang memimpin Indonesia selama 32 tahun itu. 

Dengan masa jabatan yang "baru" menginjak 6 tahun penilaian semacam ini cukup mengejutkan, terlebih masih ada sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sudah genap memimpin selama 10 tahun atau Presiden Soekarno yang menjadi presiden Indonesia dari semenjak proklamasi kemerdekaan di tahun 1945 hingga digantikan oleh Presiden Soeharto tahun 1967. Itu sekitar 20 tahun lebih.

Alasan Dibalik Label Terkuat

Adapun alasan terkait anggapan Presiden Jokowi sebagai yang terkuat nomor 2 setelah Soeharto didasari oleh beberapa hal. Pertama, dukungan mayoritas partai politik (parpol). Seperti yang kita tahu hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat (PD) saja yang tidak merapat ke pemerintah. 

Sedangkan segenap partai pengisi parlemen yang lain sudah menjadi pendukung setia Presiden Jokowi. Besarnya dukungan ini jelas memberikan kekuatan politik yang luar biasa bagi presiden. Bisa dibilang untuk saat ini semua lini berada dalam genggaman sang presiden. Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai bahwa hanya gejolak internal saja yang bisa menggoyahkan kepemimpinan Presiden Jokowi.

Bukankah semasa Presiden SBY berkuasa mayoritas parpol juga merapat ke pemerintahan? Tapi kerekatan koneksi yang terjalin waktu itu sepertinya tidak sekuat sekarang. Masih ingat ketika digelar sidang paripurna untuk memutuskan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada masa Presiden SBY? Hanya suara Demokrat saja yang mendukung kebijakan tersebut. Sedangkan partai yang lain ramai-ramai menolak. 

Termasuk partai-partai yang terlibat dalam kekuasaan. Bandingkan dengan pengambilan suara Omnibus Law Uang-Undang Cipta Kerja beberapa waktu lalu, semua partai pendukung pemerintah dengan suara bulat menyetujui pemberlakuan Omnibus Law. Hal ini menunjukkan bahwa ada soliditas yang kuat didalam lingkaran pendukung pemerintahan sehingga semestinya pemerintah tidak perlu terlalu parno menyikapi dinamika politik yang dihadirkan oleh KAMI ataupun simpatisan Habib Rizieq Shihab (HRS). Kekuatan istana dan parlemen pendukungnya rasa-rasanya terlalu kuat untuk ditandingi mereka.

Kedua, militansi dari para buzzer dan influencer di media sosial. Merebaknya media sosial dimasyarakat ternyata juga memberikan keuntungan tersendiri bagi Presiden Jokowi. Terutama keberadaan dari para pendukung setia beliau yang bersemayam dibalik layar dunia maya. Narasi, argumentasi, dan cuitan yang mereka unggah seringkali menjadi "pelindung" yang kuat terhadap eksistensi sang presiden. Sampai-sampai kondisinya memunculkan sangkaan bahwa para buzzer dan influencer militan itu dibayar oleh pihak istana untuk melindungi segala macam apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh presiden dan segenap jajarannya di istana.

Ketiga, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selaku partai pemimpin barisan pendukung gerbong pemerintahan sepertinya sudah cukup belajar dalam kurun waktu 10 tahun saat menjadi oposisi pemerintah. Mereka telah mengintip celah kelemahan yang dimiliki Demokrat dan juga SBY kala memimpin republik ini dan bertekad membuat sesuatu yang berbeda. Kendali ini sepertinya diterapkan betul oleh PDIP dalam "menyeiramakan" suara parpol pendukung sehingga tetap setia pada Jokowi kapanpun dan apapun situasinya.

Keempat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada dibawah "kendali" presiden. Revisi Undang-Undang KPK yang kontroversial itu sedikit banyak memang mengundang kecurigaan publik terkait upaya pelemahan KPK. Namun disisi lain hal ini juga menunjukkan bahwa salah satu lembaga "liar" yang sebelumnya menjadi pemicu runtuhnya kekuasaan Partai Demokrat kini mulai berhasil dijinakkan. 

Apa yang terjadi pada Nazarudin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, hingga Anas Urbaningrum adalah bukti bahwa KPK berhasil memporak-porandakan Demokrat. Sedangkan kala kasus Harun Masiku menyeruak hingga kini sepi kelanjutan ceritanya. Semakin nyaman para elit yang mendukung keberadaan sang presiden dari intipan KPK maka akan berimbas juga pada kekuatan sang presiden itu sendiri. Bagaimanapun juga parpol adalah pengusung sosok presiden.

Dengan segala dukungan yang ada tidak mengherankan jika keberadaan Presiden Jokowi tak tergoyahkan samasekali. Setiap narasi yang menyudutkan presiden bisa langsung dilibas tanpa membuat risau. Disatu sisi, kekuatan besar yang dimiliki Presiden Jokowi jikalau diberdayakan secara tepat maka akan mampu memperbaiki kualitas republik ini. Sebaliknya, jika kekuatan besar itu "diselewengkan" maka hanya akan membikin kacau republik.

Memang ada banyak sekali dugaan yang menyebut pemerintahan sekarang mirip dengan gaya order baru (orba). Meskipun sebenarnya tudingan itu juga harus dibuktikan lagi. Selama ini politik kita juga masih betkutik dengan upaya untuk hidup dari pemilu kepemilu. Hal inilah yang mesti dirubah agar kemajuan bangsa ini tidak tergadaikan oleh syahwat kekuasaan. Dan kita selaku rakyat Indonesia tentu berharap Pak Jokowi mampu berbuat sesuatu terhadap semua ini. Toh, beliau sudah tidak akan maju lagi sebagai presiden pada pilpres 2024 mendatang. Beliau pernah mengatakan akan nothing to lose. Semoga sikap itu tidak hanya diterapkan keluar, tetapi juga kedalam lingkungan internal sang presiden sendiri. Ketegasan sang presiden akan menjadi ujian kelayakan apakah beliau pantas disebut presiden paling berhasil atau justru sebaliknya.      


Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4]; [5]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun