Malah ia berbuat aksi yang layak untuk dikutuk. Melakukan dua tindakan kejahatan besar dalam waktu hampir bersamaan. Mungkin bisa dibilang kalau almarhum Rangga dan juga ibunya merupakan korban dari kegagalan sistem tersebut.
Kasus pembunuhan dan perkosaan yang terjadi di wilayah Birem Bayeun, Aceh Timur itu seharusnya membuka mata kita bahwa kebijakan semacam asimilasi itu tidak boleh sembrono dilakukan. Padahal sejatinya kebijakan ini sudah dikritik banyak kalangan kala pertama kali diberlakukan beberapa bulan lalu. Namun ternyata pemerintah masih bergeming dengan keputusan tersebut.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Rangga sudah pergi kehadirat Sang Kuasa. SB selaku pelaku juga sudah ditangkap dan diamankan pihak kepolisian dan ia harus kembali masuk ke penjara. Entah berapa lama vonis hukumannya nanti. Dan diluar sana bukan tidak mungkin ada SB "yang lain" yang bisa saja melakukan kejahatan serupa dan mengancam keselamatan Rangga "yang lain" termasuk ibunya "yang lain".Â
Mungkinkan negara yang pernah memberlakukan kebijakan asimilasi ini mengakui bahwa peristiwa ini adalah bagian dari kurang visionernya mereka dalam memutuskan sesuatu? Atau bisa jadi hal ini hanya dianggap sebagai peristiwa kejahatan "biasa" sebagaimana aksi kriminalitas pada umumnya. Semoga pengorbanan Rangga dalam menjadi martir bagi ibunya membuat kita belajar banyak hal.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H