Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Bung Karno Tahu Kelakuan Puan

8 Oktober 2020   07:08 Diperbarui: 8 Oktober 2020   07:23 1411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani saat sidang paripurna pengesaan UU Omnibus Law Cipta Kerja | Sumber gambar : tribunnews.com

"Apa yang terjadi dengan bangsa ini sekarang seperti menunjukkan suatu kemunduran atas kondisi bangsa yang telah diproklamirkan sejak 75 tahun lalu. Entah apa yang dirasakan para founding father apabila melihat kondisi ini. Mereka yang memahami ajaran Soekarno sebagai cara untuk mensejahterakan rakyat justru menunjukkan perilaku yang sebaliknya." 

Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) beberapa waktu lalu memicu banyak lahirnya drama politik. Aksi masa besar-besaran para buruh untuk melakukan demonstrasi penolakan telah berlangsung beberapa hari.

Demikian pula para mahasiswa juga ikut turun menyuarakan suara penolakan terhadap undang-undang yang dinilai merampas hak-hak para buruh tersebut.

Di samping hal itu, drama lainnya juga terjadi terkait dengan sikap resek pimpinan sidang sekaligus Ketua DPR RI Puan Maharani yang tertangkap kamera mematikan mikrofon perwakilan fraksi Partai Demokrat yang sedang mengutarakan pendapatnya di sidang Paripurna. 

Tak ayal hal inipun mengundang sindiran pedas berbagai kalangan perihal perilaku tak elok sang pimpinan yang seharusnya mampu mewadahi seluruh aspirasi wakil rakyat. Tapi ternyata hal itu diabaikan. Justru kesan yang ditangkap adalah pebungkaman terhadap hak bersuara dan mengutarakan pendapat orang lain.

Meskipun dalih diutarakan terkait alasan mematikan mikrofon itu adalah karena politisi Partai Demokrat berbicara melebihi batas waktu 5 menit, kenyataannya hal itu diragukan.

Bahkan Irwan Fecho selaku "korban" di sini menyatakan bahwa dirinya baru berbicara sekitar 2 menit sebelum mikrofonnya tiba-tiba dimatikan. Apa yang dilakukan oleh Puan Maharani sangatlah disayangkan mengingat sebenarnya dalam hal ini Partai Demokrat juga tidak cukup kuat suaranya untuk menentang pengesahan RUU Cipta Kerja.

Dengan dukungan mayoritas partai politik di parlemen, Partai Demokrat hanya "berduet" dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja yang menyuarakan penolakan. Sedangkan selebihnya bulat sepakat menyetujui Omnibus Law diketuk menjadi undang-undang.

Kondisi tersebut sebenarnya tidak akan merubah apapun jikalau Irwan Fecho dibiarkan untuk tetap bersuara dengan sebagaimana mestinya. Justru sikap DPR khususnya Puan Maharani tersebut semakin memperburuk citra wakil rakyat dimata publik. Bahkan belakangan muncul tagar "#mositidakpercaya" kepada para wakil rakyat yang dinilai tidak merepresentasikan kehendak rakyatnya.

Perbuatan Puan dengan keisengan tangannya itu sepertinya semakin menambah keraguan publik terhadap kualitas kepemimpinan sang cucu proklamator Indonesia, Bung Karno. Sang founding father mungkin akan sangat kecewa melihat sikap dari cucunya tersebut.

Apalagi jika ditilik ke belakang bahwa keluarga Soekarno menyimpan "dendam" atas perlakuan era order baru (orba) kepada sang proklamator pasca purna tugasnya sebagai presiden pertama Republik Indonesia. Soekarno seperti dibungkam dan terasing dari rakyatnya.

Namun kini salah satu "ciri khas" zaman orba yaitu membungkam aspirasi orang lain malah ditiru oleh cucunya sendiri. Tangan iseng Puan telah membuka mata publik tentang tabiat sesungguhnya dari wakil yang mereka percayai itu.

Siapa Wakil Kita Sekarang?

Melihat perilaku para wakil rakyat yang suka kucing-kucingan dalam mengesahkan undang-undang kontroversial hal itu seakan memantik pertanyaan tentang siapa sebenarnya wakil kita. Siapa yang patut untuk dipercaya menyampaikan aspirasi masyarakat.

Mereka yang kini duduk di tempat nyaman gedung dewan, pun juga sebagai eksekutif pemerintahan sepertinya lupa bahwa keberadaan mereka adalah atas kehendak rakyat. Ketika perbuatan yang mereka lakukan cenderung menghianati kepercayaan rakyat maka harus kepada siapa lagi rakyat mengadu?

Tidak ada wadah atau lembaga konstitusional dalam negara ini selain DPR yang hedaknya mampu mewakili kehendak rakyat. Apakah rakyat harus menciptakan DPR lain yang lebih layak dipercaya ketimbang yang ada sekarang?

Bisa dibilang keperacayaan publik semakin hari semakin mendekati titik nadir terhadap para wakilnya. Pemerintahnya sering bikin ulah, dilengkapi dengan para anggota dewan yang memiliki kecenderungan serupa. Lantas mau dibawa kemana masa depan negeri ini?

Demonstrasi besar-besaran kaum buruh pun sepertinya dianggap sebagai angin lalu. Justru rakyat dibenturkan dengan para aparat yang seharusnya menjadi pelindung mereka.

Sungguh miris sekali rasanya jikalau bapak bangsa kita, sang proklamator dan presiden pertama Indonesia Soekarno melihat situasi bangsa ini sekarang. Sayangnya hal itu salah satunya justru dipicu oleh mereka-mereka yang katanya menganut paham Soekarnoisme.

Salam hangat,
Agil S Habib

Refferensi:
[1]; [2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun