Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pentingnya Kurikulum Pengembangan Diri bagi Karyawan

5 Oktober 2020   07:14 Diperbarui: 6 Oktober 2020   01:02 2027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manusia adalah elemen terpenting dalam sebuah organisasi yang bisa sangat menentukan kualitas pencapaian kinerja| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

"Karyawan pun butuh dikembangkan. Bukan sebatas pada keterampilan, pengetahuan, atau wawasan kerja. Akan tetapi juga menyangkut karakter para karyawan agar mereka terus bertumbuh menjadi manusia seutuhnya. Bukan semata sebagai pekerja yang diperas keringat dan pikirannya dengan kompensasi sejumlah rupiah."

Hampir setiap perusahaan memiliki divisi yang terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM). Baik itu dengan label Divisi Human Resources Development (HRD) atau mungkin disebut juga dengan Personalia. 

Idealnya, keberadaan dari divisi tersebut adalah berperan untuk mengoptimalkan keberadaan manusia sebagai sumber daya pendukung paling vital dari sebuah organisasi bisnis. 

Manusia adalah elemen terpenting dalam sebuah organisasi yang bisa sangat menentukan kualitas pencapaian kinerja dari organisasi tersebut secara keseluruhan. Sehingga tidak mengherankan apabila ada begitu banyak program-program pelatihan dan pengembangan diri yang ditawarkan khusus untuk satu elemen penting ini.

Akan tetapi tidak sedikit dari keberadaan HRD maupun Personalia yang belum menjalankan fungsi kerjanya secara optimal. Fokusnya masih cenderung pada absensi karyawan, kedisiplinan kerja, penegakan tata tertib perusahaan, dan sejenisnya. 

Sedangkan terkait dengan perbaikan kualitas SDM sendiri bisa dibilang cukup minim. Beberapa perusahaan mungkin memiliki cukup "kesadaran" untuk mengirimkan sebagian dari anggota timnya untuk berangkat mengikuti program pelatihan tertentu. 

Namun intensitasnya pun sepertinya bisa dihitung dengan jari. Padahal hampir semua organisasi bisnis mengharapkan produktivitas yang tinggi dari para pekerjanya. Sayangnya aspek-aspek penopang menuju hal itu masih jauh dari harapan.

Ketika suatu perusahaan merencanakan sebuah program pelatihan pengembangan diri, terkadang hal itu dilakukan tanpa perhitungan yang matang. Dalam artian sebatas mencari tahu kira-kira informasi, wawasan, dan keterampilan apa yang bisa menunjang perbaikan produktivitas kerja. 

Setelah itu akan dibuatkan materi seperti halnya anak sekolahan melalui presentasi, pretes, post tes, diskusi, tanya jawab, atau sejenisnya. Seiring dengan kompleksnya suatu organisasi bisnis, tidak jarang setiap program pelatihan itu diserahkan sepenuhnya kepada divisi-divisi terkait perihal apa-apa saja yang mereka butuhkan. 

Dengan load pekerjaan yang dimiliki oleh setiap divisi maka program pelatihan SDM menjadi terkesan sebagai suatu formalitas belaka. Asal memenuhi target jumlah pelatihan, yang penting peserta sudah menerima materi, atau lebih parah lagi jika sekadar memenuhi klausul dari sebuah syarat sertifikasi semata.

Hak Pengembangan Diri Karyawan

Segenap SDM yang terlibat dalam suatu organisasi bisnis sangat layak untuk diperhatikan. Mereka pun pantas mendapatkan apresiasi pendidikan berupa program pengembangan diri secara intensif. 

Perlu adanya sebuah kurikulum khusus untuk membentuk SDM perusahaan agar mereka bertumbuh dan berkembang menjadi sosok seperti apa. Keberadaan kurikulum tersebut diharapkan membuat program pengembangan diri perusahaan menjadi terpola secara jelas dengan tujuan besar di penghujung program pengembangan diri tersebut. 

Ilustrasi pengembangan diri karyawan | Sumber gambar : www.linovhr.com
Ilustrasi pengembangan diri karyawan | Sumber gambar : www.linovhr.com
Keterampilan, wawasan, dan pola pikir karyawan perlu dibentuk sedemikian rupa sehingga terkoneksi dengan tujuan besar organisasi bisnis dimasa depan. Sehingga semua orang yang terlibat dalam unit kerja benar-benar berfungsi optimal satu sama lain.

Kurikulum pengembangan diri karyawan hendaknya tidak hanya mencakup aspek pengetahuan atau keterampilan teknis saja. Hal-hal lain yang terkait dengan karakter, spiritualitas, dan sebagainya juga penting untuk diperhatikan. Dan untuk mengerjakan sebuah grand design untuk program ini pastilah butuh effort cukup besar. Penyusunan program tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Demikian pula kurikulum yang diberikan tidak asal comot dari laman media internet atau sekadar mengadopsi milik korporasi besar lainnya. Semuanya butuh penyesuaian dan sinkronisasi terhadap kondisi yang terjadi pada masing-masing organisasi bisnis. Ada beberapa ciri khas yang perlu diakomodasi mengingat selalu ada yang spesial dari setiap organisasi bisnis tersebut. Terlebih lagi orang-orangnya.

Jika semua orang perlu belajar sepanjang hayatnya, maka semestinya bukan hanya para pelajar atau mahasiswa saja yang perlu melakukan upaya pengembangan diri. Para pekerja pun tetap harus mendapatkan kesempatan serupa. 

Mereka juga berhak untuk dikembangkan dirinya. Barangkali sebagian karyawan telah berupaya melakukannya secara mandiri. Namun mengapa hal itu tidak coba "diambil alih" oleh organisasi? 

Terutama organisasi bisnis yang menaungi para karyawan tersebut? Mengingat meningkatnya kualitas SDM para karyawan adalah sebuah keuntungan tersendiri bagi perusahaan untuk mencapai sesuatu yang besar di masa yang akan datang.

Tujuan Besar itu Bermula dari Manusianya

Setiap perusahaan tahu tujuannya. Setiap organisasi bisnis memiliki goal besar yang ingin diraih. Akan tetapi apakah mereka juga sudah mengetahui cara menuju tujuan besar itu? 

Apabila jawabannya adalah mengetahui caranya maka mereka tidak akan pernah mengabaikan satu aspek vital bernama manusia. Setiap orang yang terlibat didalamnya harus ditempa sedemikian rupa sehingga cukup cakap untuk menjadi penopang kinerja perusahaan.

Pernah menyaksikan film "300" yang mana tiga ratus prajurit gagah berani dengan nyali tiada tara dan keterampilan luar biasa berangkat ke medan perang menghadapi ribuan pasukan musuh? 

Sang pemimpin prajurit tersebut, King Leonidas, memberikan "syarat" khusus tentang siapa-siapa saja yang boleh masuk dalam barisan satuannya. Mereka harus cukup cakap untuk bekerja sebagai tim, memiliki keterampilan bertempur yang sama kuat, dan bisa berdiri sama tegak saat menghalau serangan lawan. 

Ketika ada seorang prajurit "cacat" yang mengutarakan keinginannya untuk masuk dalam pasukan ia ditolak mentah-mentah oleh sang raja. Bukan karena rasis, tapi karena ia tidak ingin membahayakan kesatuannya.

Segenap SDM yang berada dalam naungan organisasi perlu diberikan keterampilan yang mumpuni serta diharapkan memiliki karakter yang kuat dalam pribadinya. Dengan begitu mereka akan cukup cakap untuk membawa panji kebesaran organisasinya ke "medan laga". 

Program pengembangan diri prajurit Spartan dalam kisah "300" adalah dengan mengirimkan anak-anak mereka ke alam liar untuk bertarung menaklukkan setiap tantangan dan mara bahaya. 

Apabila berhasil melalui ujian itu maka kelak mereka akan tumbuh menjadi prajurit yang luar biasa. Demikian halnya dengan pengembangan diri para karyawan pun semestinya juga dilakukan dengan pola yang jelas, sistem yang runut, dan metode yang berkualitas. 

Sehingga hasil akhir program pengembangan diri itu akan sesuai harapan. Sudahkah organisasi tempat kita bernaung memiliki kurikulum pengembangan diri yang berkualitas?


Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun