Kelompok elit ini termasuk orang-orang yang bisa bersantai biarpun tidak bekerja berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun lamanya. Uang mereka sudah lebih dari cukup untuk menghidupi diri mereka berikut keluarganya sampai akhir hayat. Jadi tidak ada kepentingan untuk repot-repot berspekulasi mengeluarkan uangnya untuk sesuatu yang berisiko besar dimasa pandemi ini.
Mereka akan mulai melangkah kembali apabila situasi sudah kondusif salah satunya ketika vaksin sudah disuntikkan ke publik. Kelompok elit ini akan kembali menggencarkan langkahnya apabila ancaman kesehatan tak lagi membayangi. Hanya saja hal itu belum akan terjadi dalam waktu dekat, yang artinya kondisi perekonomian secara keseluruhan akan tetap mandek atau berputar minimalis saja.
Dalam hal ini sepertinya pemerintah tengah berupaya untuk "memaksa" para konglomerat itu untuk membelanjakan uangnya kembali melalui pajak nol persen mobil baru. Barangkali mereka yang berduit banyak itu tergoda hatinya untuk merogok koceknya lebih banyak dan lebih dalam. Mumpung harga murah dan bisa dapat mobil mewah. Belum ada jaminan berhasil memang mengingat beberapa kebijakan terdahulu seperti insentif pajak industri dan lain sebagainya juga tidak terlalu menampakkan hasil. Apabila cara ini kembali menemui jalan buntu maka tidak adakah cara lain bagi bangsa ini untuk keluar dari kesulitan ini?
Memutar Ekonomi dengan Prinsip Berbagi
Ippo Santosa, salah seorang motivator kondang dan pakar otak kanan pernah menguraikan bahwa uang dalam definisi internasionalnya disebut sebagai "currency". Berasalah dari kata "current" atau arus. Arus itu idetik dengan aliran sehingga uang itu harus tetap mengalir untuk membuatnya tetap bernilai. Aktivitas bisnis seringkali dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk menciptakan aliran tersebut. Sehingga ketika bisnis banyak yang mandek seperti sekarang maka buyarlah semuanya. Padahal cara untuk menciptakan aliran masih ada lagi yang lain. Sedekah.
Sedekah atau berbagai adalah cara yang ampuh untuk menciptakan aliran uang kembali terjadi. Mereka yang cukup mampu atau sangat mampu memberikan sebagian harta atau uang miliknya kepada yang kurang mampu atau tidak mampu. Tidak harus dalam jumlah banyak. Minimal 2.5% saja dari apa yang dimiliki.
Jikalau hal itu dilakukan oleh satu orang saja mungkin tidak terlalu terasa dampaknya. Akan tetapi jika seluruk kelompok elit berkenan melakukan itu maka bisa dibayangkan betapa besar manfaat yang diciptakannya. Jikalau para konglomerat negeri ini bersedia melakukan cara ini selama beberapa waktu maka sepertinya roda ekonomi kita akan kembali menggeliat.
Di masa pandemi ketika kondisi ekonomi dikatakan memburuk, orang-orang seperti Jeff Bezos dan segenap pengusaha digital ternama justru menguruk keuntungan besar darinya. Sebagian uang berlari menuju mereka. Terkumpul menjadi satu dan konsisten bertahan disana. Kalaupun dikeluarkan jumlahnya tidaklah seberapa. Bukan tidak mungkin situasi serupa juga terjadi di negeri ini ketika sekumpulan konglomerat tetap bisa menikmati kekayaan ditengah situasi orang-orang kebanyakan justru menjerit mencari makan.
Seandainya para konglomerat itu berkenan untuk membagikan sebagian dari apa yang mereka miliki. Karena sebenarnya sebagian dari harta kita itu merupakan hak dari orang lain juga. Khususnya mereka yang memiliki kondisi "khusus" seperti fakir miskin dan sejenisnya.
Selain menunggu vaksin agar para "penguasa" uang itu kembali membelanjakan harta miliknya, kita berharap bahwa insentif pajak nol persen untuk mobil baru turut bisa memberikan efek positif terhadap kondisi perekonomian bangsa ini.
Di luar itu kita mungkin hanya bisa berharap agar nurani berbagi para konglomerat itu terketuk untuk membagikan sebanyak mungkin harta miliknya kepada orang lain. Tidak perlu takut miskin karena tidak ada orang yang menjadi miskin karena sedekah atau berbagi. Namun apabila beberapa hal tadi masih belum bisa berjalan sesuai harapan barangkali pemerintah harus mampu memaksa mereka agar pemilik modal besar itu agar bergegas membantu bangsanya. Mungkin bukan KAMI yang memiliki kekuatan besar menyelamatkan bangsa ini khususnya terkait dengan kondisi ekonomi, melainkan mereka para kelompok elit, konglomerat, yang jumlahnya hanya ratusan orang itu.