Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rem Darurat PSBB Akhirnya Ditarik, Cukupkah Hanya DKI Jakarta?

10 September 2020   07:33 Diperbarui: 10 September 2020   19:29 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PSBB | Sumber gambar : hype.grid.id

Semalam (09/09) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan pengumuman bahwa kawasan DKI Jakarta akan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) "normal" sebagaimana layaknya PSBB diawal pandemi beberapa bulan lalu. Keputusan ini diambil seiring terus melonjaknya kasus penularan COVID-19 di masyarakat khususnya di kawasan DKI Jakarta.

Kebijakan PSBB kembali diambil mengingat kapasitas fasilitas layanan kesehatan yang sudah mendekati ambang batasnya. Apabila hal itu dibiarkan maka tidak lama lagi akan terjadi over kapasitas dan pelayanan yang diberikan pun menjadi tidak optimal sehingga risiko kematian pun akan meningkat secara signifikan.

Angka positivity rate DKI Jakarta seperti yang disampaikan oleh Gubernur Anies Baswedan saat ini sudah mencapai 13,2 persen. Ini artinya dari 100 orang yang dites maka 13 diantaranya dinyatakan positif mengidap COVID-19. 

Angka ini juga sudah jauh melampaui positivity rate aman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu maksimal 5 persen.

Namun masih sedikit lebih baik dari positivity rate nasional yang sudah mencapai 18,4 persen. Kondisi ini tak ayal membuat Indonesia kini "ditakuti" oleh negara lain. Sayangnya bukan karena capaian luar biasa dalam artian positif, akan tetapi karena ketidakmampuan dalam mengendalikan situasi pandemi yang terjadi.

Beberapa negara ramai-ramai memberlakukan larangan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) untuk masuk ke negaranya, sedangkan sebagian negara yang lain melarang warga negaranya untuk datang memasuki Indonesia demi mencegah potensi penularan.

Menilik kondisi DKI Jakarta yang sedianya bakal memberlakukan PSBB ketat mulai tanggal 14 September mendatang tentunya hal ini patut diapresiasi. 

Meskipun ada konsekeuensi yang harus diterima sebagai akibat adanya pembatasan, tapi aspek kesehatan dan keselamatan nyawa masyarakat tentu harus diutamakan diatas segalanya.

Apalagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah "mengakui" bahwa pemulihan kesehatan jauh lebih penting ketimbang pemulihan ekonomi yang belakangan begitu getol dijalankan.

Dengan demikian PSBB sepertinya menjadi opsi terbaik untuk melindungi kesehatan publik selama vaksin belum tersedia. DKI Jakarta sebagai sentral dari ekonomi Indonesia saat ini mau tidak mau harus bisa bertahan ditengah situasi yang jauh dari kondusif ini.

Kenyataan bahwa DKI Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB hanyalah satu langkah saja dari upaya negeri ini memerangi pandemi COVID-19. Namun patut diingat bahwa positivity rate DKI Jakarta yang masih lebih kecil dari positivity rate nasional menandakan bahwa masih ada wilayah lain yang lebih tinggi kasus penularannya.

Provinsi Jawa Timur disinyalir memiliki angka positivity rate tertinggi di Indonesia mengalahkan DKI Jakarta. Sejauh ini Pulau Jawa khususnya memang telah menjadi episentrum persebaran COVID-19 di Indonesia yang mana jumlahnya jauh melampaui pulau-pulau lain di nusantara.

Sikap pemerintah daerah DKI Jakarta yang memutuskan untuk menarik tuas rem darurat PSBB jelas tidak bisa berdiri sendiri. Wilayah lain juga mesti turut ambil bagian untuk menurunkan positivity rate secara nasional.

Dengan kata lain PSBB tidak bisa hanya sebatas dilakukan oleh DKI Jakarta saja, melainkan juga harus dilakukan oleh daerah-daerah lain khususnya yang memiliki angka terjangkit COVID-19 yang cukup tinggi. 

Apabila hal ini dilakukan maka pemerintah pusat harus menopang kehidupan masyarakat yang berada dalam kawasan terdampak seperti memberikan bantuan sosial (bansos) atau sejenisnya

Bisa dibilang saat ini kita sedang kembali ke titik awal di mana pandemi ini dimulai. Kesadaran pemerintah sudah berbeda ketimbang saat awal pandemi. 

Dengan demikian diharapkan tidak perlu lagi ada kontradiksi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah dalam upaya menangkal pandemi. Semoga sinergi bisa dilakukan oleh semua pihak.

DKI Jakarta dan beberapa daerah lain sudah menyatakan dirinya untuk kembali menerapkan PSBB. Namun itu sepertinya belum cukup apabila tujuan kita adalah menanggulangi COVID-19 dalam skala nasional. 

Rem darurat PSBB sepertinya harus ditarik tuasnya oleh pemerintah pusat sebagai pihak yang memiliki kewenangan paling besar.

Salam hangat,
Agil S Habib

Refferensi:
[1]; [2]; [3]; [4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun