Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia Butuh Presiden Militer, Ekonom, atau "Tukang" Mebel?

9 September 2020   07:33 Diperbarui: 9 September 2020   07:29 10567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selentingan yang terus mengusik posisi Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden masih saja terjadi hingga saat ini. Apalagi dengan kondisi pandemi yang tak kunjung membaik meski sudah beberapa bulan berlalu sejak kasus pertama COVID-19 diumumkan oleh presiden awal Maret 2020 lalu.

Pernyataan Presiden Jokowi baru-baru ini yang menyinggung bahayanya mengencangkan laju ekonomi sedangkan ancaman kesehatan akibat virus corona COVID-19 masih tinggi dinilai sebagian kalangan sebagai sikap yang terlambat. Semestinya hal itu disadari sejak lama, dan bukannya baru sekarang ini.

Tingginya angka infeksi COVID-19 di Indonesia tak ayal membuat beberapa negara lain seperti Malaysia, Hungarian, UEA, hingga Afrika Selatan memberlakukan aturan melarang adanya kunjungan warga negara Indonesia ke wilayahnya demi menghindari penularan.

Indonesia seolah dipandang sebagai ancaman berbahaya bagi negara lain, bukan sebagai mitra yang patut untuk didekati dan dirangkul.

Entah sebagai bentuk keprihatinan atau upaya menghibur diri dari kenyataan yang tengah terjadi saat ini, beberapa orang tertentu berandai-andai apabila presiden Republik Indonesia (RI) adalah Bapak Rizal Ramli (RR). Seorang ekononom senior dan begawan ekonomi Indonesia yang sudah memiliki nama besar serta rekam jejak mumpuni dalam mengatasi problematika bangsa.

Lebih lanjut RR sendiri mengatakan apabila dirinya menjadi presiden maka rakyat akan jauh lebih bangga menjadi petani ketimbang sebagai tukang ojek. Memang ada kesan go digital yang diusung oleh pemerintahan sekarang membuat pelaku transportasi daring seolah lebih diperhatikan ketimbang para petani yang sebenarnya memiliki potensi lebih besar dalam memperbaiki ekonomi bangsa ini.

Bagaimanapun juga kalangan yang berseberangan dengan tata kelola perekonomian yang diusung pemerintah tidak sedikit yang menjadikan RR sebagai "kiblat" pandangan ekonominya.

Selain RR yang berlatar ekonom, opini publik juga sempat mengapungkan narasi "kerinduan" akan presiden berlatar militer yang identik dengan ketegasan.

Apa yang dilakukan para jenderal terdahulu selama mengisi posisi sebagai RI 1 sepertinya masih banyak membekas di hati masyarakat bahwa seorang pemimpin tertinggi haruslah ia yang memiliki "power" besar, penuh komitmen, dan mengusung langkah pasti dalam kinerjanya.

Meski sebenarnya tidak dipungkiri juga bahwa akan selalu ada sisi lemah dari sosok kepemimpinan militer yang pernah terjadi di masa lalu, hanya saja sepertinya sebagian diantara masyarakat kita tengah merindukan sosok seperti itu.

Sudah lima tahun lebih negara ini dipimpin oleh sosok yang sangat berbeda latar belakangnya dengan para presiden terdahulu yang umumnya adalah orang tertinggi dalam kelompoknya seperti pemimpin partai, ulama besar, teknokrat, jenderal militer, dan sejenisnya. Presiden Jokowi dinilai sebagai sosok yang merepresentasikan "wong cilik" dan memiliki latar belakang sebagai "tukang" mebel.

Karier politik beliau yang luar biasa membuat banyak orang terkagum-kagum, terutama pada masa awal-awal kemunculannya. Hanya saja ketika periode berjalan tidak sedikit yang menaruh kekecewaan.

"Asal-usul" beliau yang "hanya" petugas partai hanyalah salah satu pemantik keraguan itu. Ditambah "skill" ala pengusaha mebel jikalau dijadikan rujukan mengelola negara sebesar Indonesia rasa-rasanya kurang pas. Sehingga tidak sedikit yang menganggap kepemimpinan beliau hanyalah mengandalkan pencitraan semu dan klaim kedekatan dengan akar rumput.

Kondisi pandemi yang masih terjadi di Indonesia ini jelaslah butuh penanganan yang tegas dan cepat. Bukan tindakan grusah-grusuh dan kontraproduktif antar satu kebijakan dengan kebijakan yang lain. Sang pemimpin tertinggi haruslah ia yang punya kredibilitas tinggi untuk menggiring kinerja bawahannya dalam satu komando yang terarah, jelas, penuh komitmen, dan sistematis.

Kebijakan maju mundur dan inkonsisten adalah gambaran lemahnya peran pemimpin. Percuma saja memiliki para menteri hebat apabila sang pemimpin tertinggi kurang cakap dalam mengarahkan.

Ibarat sekumpulan singa apabila dipimpin oleh seekor kambing maka para singa itu hanya akan mengembik saja dan kehilangan aumannya. Sehingga setiap pemimpin mestilah bisa menjadi singa yang layak dijadikan panutan para anak buahnya untuk bekerja penuh dedikasi.

Tidak masalah apapun latar belakang sang pemimpin, militer, ekonom, teknokrat, bahkan pengusaha mebel, dan petani sekalipun tetap berhak memimpin bangsa besar ini asalkan memiliki sikap yang tepat sebagai pemimpin.

Mampu menjadi singa yang memimpin armadanya, menunjukkan auman sehingga meskipun anak buahnya "kambing" sekalipun tetap bisa mengaum lantang hingga ke negeri seberang. 

Salam hangat,
Agil S Habib

Refferensi:
[1]; [2]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun