Pemberitaan terkait adanya perusahaan yang merugi adalah sesuatu yang biasa. Apalagi ketika hal itu terjadi ditengah masa pandemi. Namun kasus kerugian yang dialami PT Pertamina pada semester I 2020 ini terlihat memiliki sisi yang tidak biasa.Â
Apalagi kala sang Komisaris Utama (Komut) Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok pernah sesumbar bahwa apabila Pertamina selama 7 bulan tidak untung maka akan ia bubarkan.Â
Ahok mengatakan bahwa sudah menjadi tugasnya untuk menyelamatkan uang Pertamina. Ia digaji memang untuk itu. Sayangnya optimisme yang berlebih itu seperti menjadi bumerang tersendiri bagi Ahok.Â
Menganggap bahwa Pertamina akan terus baik-baik saja ternyata tidaklah semudah mengatakannya. Kenyataan yang harus dihadapi adalah Pertamina tengah menderita kerugian mencapai 11 trilin rupiah. Sebuah kerugian yang termasuk paling besar selama kurun waktu beberapa tahun terkahir.
Apabila mencermati sebab musebabnya mengapa kerugian tersebut terjadi maka penjabarannya akan panjang kali lebar kali tinggi. Biarlah pakar ekonomi yang mengurus masalah itu.Â
Hanya saja kilahan yang disampaikan Ahok bahwa dirinya tidak dilapori oleh Direktur Utama (Dirut) terkait kerugian besar yang dialami Pertamina terasa aneh.Â
Terkesan bahwa Ahok tengah lepas tanggung jawab dari masalah ini. Padahal rasanya hampir tidak mungkin laporan keuangan sepenting itu tidak sampai diketahui sosok selevel Komut.Â
"Mbalelo" sekali sang dirut jikalau sampai menutup-nutupi kondisi keuangan perusahaan sebesar Pertamina. Menurut versi Ahok, padahal dirinya sudah meminta laporan data tersebut sejak lama. Tapi mengapa juga baru digembar-gemborkan sekarang?
Publik tentu masih ingat perihal pernyataan yang dialamatkan kepada Ahok terkait sebutan komut rasa dirut. Sebutan ini muncul seiring seringnya Ahok muncul ke muka publik ketimbang sang dirut Pertamina sendiri.Â
Selain itu Ahok juga masih beberapa kali turut mengomentari kepemimpinan Anies Baswedan dalam mengurus DKI Jakarta. Tanpa dinyana justru Pertamina yang kelabakan. Carut marut kinerjanya pasca COVID-19 melanda.Â
Sesuatu yang kemudian dijadikan sebagai kambing hitam atas kerugian yang dialami Pertamina. Mulai hari ini sebaiknya Ahok merubah caranya memimpin Pertamina. Tidak banyak berkoar atau tampil ke dahapan publik. Fokus memperbaiki kinerja, evaluasi internal, dan membuat langkah perbaikan yang akurat.
Dengan kondisi seperti sekarang tentu saja Pertamina harus segera berbenah. Menunggu pandemi usai tapi tidak berbuat apa-apa sama artinya dengan pasrah dan menyerah terhadap keadaan.Â
Memang benar bahwa kinerja mayoritas perusahaan-perusahaan migas dunia lesu ditengah kondisi pandemi. Hampir semuanya merugi kecuali Aramco, perusahaan minyak raksasa miliki kerajaan Arab Saudi.Â
Meskipun begitu Pertamina jelas tidak bisa membiarkan hal ini berlarut-larut. Semester pertama 2020 sudah lewat. Tinggal bagaimana strategi perbaikan pada semester selanjutnya.Â
Apabila kondisinya masih sama, maka tanpa dibubarkan Ahok sekalipun Pertamina akan bubar dengan sendirinya. Apakah itu yang dikehendaki?Â
Pertamina "hanya" rugi, dan bukan bangkrut. Semoga "pawang" energi negeri kita tercinta ini bisa segera bangkit dari keterpurukannya.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H