Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Abu-abu Zonasi Pandemi

15 Agustus 2020   12:24 Diperbarui: 15 Agustus 2020   12:43 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi COVID-19 terjadi hampir di seluruh penjuru tanah air. Beberapa daerah ada yang terkategori hijau, kuning, oranye, merah, bahkan hitam. Menggambarkan tingkat perseberan di masing-masing wilayah.

Daerah yang masuk zona hijau bisa dibilang sebagai tempat paling aman dan nyaman dari potensi penularan virusi corona COVID-19 ini. Potensi penularannya semakin besar seiring perubahan zona ke kuning, oranye, hinggar merah, bahkan hitam.

Saat ini pemerintah, khususnya kementerian pendidikan dan kebudayaan, sudah memberikan kelonggaran kepada daerah-daerah yang termasuk ke dalam zona hijau untuk mengaktifkan kembali kegiatan belajar tatap muka. Dan diperbarui lagi bahwa zona kuning juga mendapatkan kesempatan serupa.

Sedangkan bagi zona yang lebih rawan dari itu sejauh ini masih belum diperbolehkan. Bagaimanapun, sebuah daerah yang masuk kelompok zona hijau tentulah memiliki banyak keuntungan. Batasan-batasan social distancing bisa "sedikit" diabaikan, begitupun keharusan memakai masker bisa "sedikit" dilonggarkan.

Selain itu, ada kebanggaan tersendiri bagi daerah-daerah yang masuk kedalam zona hijau karena menciptakan kesan bahwa daerah tersebut aman terkendali. Siapa yang tidak mau daerahnya dilabeli sebagai daerah yang aman dan nyaman?

Namun demi menuju kawasan terkategori zona hijau pandemi COVID-19 hal itu tidaklah mudah. Diperlukan kedisiplinan, ketegasan, dan juga dedikasi tinggi untuk memastikan itu semua.

Ada sebuah opini yang menyatakan bawha beberapa daerah demi mendapatkan sebutan zona hijau melakukan upaya kamuflase dengan cara meminimalisir tes COVID-19 di daerahnya. Karena dengan semakin sedikit warga yang berstatus positif COVID-19 maka daerah tersebut bisa dibilang memiliki tingkat penularan rendah.

Begitupun sebaliknya. Jikalau sebuah daerah tidak lagi mendapati satupun warganya yang terinfeksi virus tersebut maka daerah itu akan disemati sebagai zona hijau.

Sayangnya, "persyaratan" ini berpotensi "diakali" dengan minimnya tes COVID-19 yang dilakukan. Jumlah pengujian yang dilakukan tidaklah masif. Disatu sisi mungkin karena keterbatasan dana. Tapi disisi lain bisa jadi karena tujuan untuk mendapatkan sematan zona hijau virus corona.

Situasi ini membuat zonasi persebaran virus justru menjadi abi-abu. Yang zona hijau belum tentu sebenarnya hijau. Demikian juga yang kuning ataupun oranye belum tentu demikian. Sangat mengkhawatirkan apabila sebuah daerah disemati zona hijau padahal sebenarnya masih zona merah.

Kebijakan yang diambil akibat sematan zona tersebut bisa jadi salah. Diantaranya kebijakan untuk membuka kembali sekolah serta beberapa kegiatan lain. Selain itu, penularan bisa saja terjadi diluar kendali tanpa adanya kewaspadaan atau rendahnya kewaspadaan yang dipicu oleh label zona hijau atau setingkatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun