Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menyikapi Fenomena "Ditulung Mentung" dalam Dunia Kerja

5 Agustus 2020   06:57 Diperbarui: 5 Agustus 2020   06:53 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : www.talenta.co / shutterstock

Sebagian orang menyebut bahwa kondisi yang terdapat di dunia kerja itu keras dan penuh intrik. Layaknya sebuah politik yang sarat akan kepentingan dan egoisme pribadi. 

Melindungi diri sendiri jauh lebih penting ketimbang apapun, bahkan jikalau hal itu sampai harus mengorbankan orang lain. Asalkan diri pribadi selamat dan terhindar dari masalah, tidak jadi soal apabila rekan kerja lain harus menerima imbas negatif karenanya.

Sebagai sesama kerja sudah sewajarnya berorientasi terhadap kepentingan si empunya perusahaan atau pemilik organisasi bisnis. Keberadaan tekanan adalah hal yang lumrah terjadi disebuah lingkungan kerja seiring tuntutan bahwa setiap tugas dan tanggung jawab mesti dituntaskan dengan sebaik-baiknya. 

Namun, efek samping dari hal ini adalah munculnya kecenderungan untuk melindungi diri masing-masing dari potensi masalah seperti amukan atasan, sanksi dari perusahaan, dan sejenisnya. Sehingga terkadang sebuah kepercayaan seorang pekerja kepada sesama rekan kerjanya bisa menjadi bumerang bagi dirinya. 

Niatan baik untuk membantu mempermudah pekerjaan orang lain bukan tidak mungkin akan berbuntut panjang akan lahirnya suatu masalah. Apalagi tatkala tindakan kita untuk membantu tersebut memiliki risiko tinggi. 

Saat risiko tersebut benar-benar terjadi, seorang rekan kerja yang kita bantu bisa saja berlepas diri darinya dan melimpahkan sepenuhnya bahwa kesalahan tersebut adalah akibat kontribusi kita saja.

Hal ini pernah dialami oleh salah seorang kerabat yang harus menelan pil pahit menjadi orang yang disudutkan, public enemy, dan menjadi pesakitan akibat keputusannya membantu sesama rekan kerja justru membuatnya dipersalahkan. 

Dalam upayanya tersebut memang ada sedikit miskomunikasi, tapi sang rekan tahu bahwa kerabat saya tadi bertindak sesuai permintaannya. Namun tatkala ada pihak ketiga yang merasakan efek "buruk" dari tindakan yang diambil kerabat saya tadi, rekannya justru mengatakan bahwa dirinya tidak tahu menahu atas hal itu. 

Sehingga tudingan sebagai orang yang bersalah pun disematkan kepada kerabat tersebut. Apadaya niatan untuk menolong justru berakhir dengan tidak sesuai harapan. 

Rekan kerja kerabat saya tersebut yang sejatinya mau ditolong malah mentung (mukul). Sungguh menyakitkan sekali rasanya. Sebuah kepercayaan yang didasari niatan baik untuk membantu malah disalahmanfaatkan.

Apakah kalian pernah mengalami situasi semacam ini? Apabila diantara kita sekarang tengah menjalani profesi sebagai seorang pekerja di sebuah lembaga, institusi, atau korporasi tertentu dimana kita didalamnya menjadi seorang pelaksana dan mendapatkan gaji darinya maka mau tidak mau kita harus bersiap menghadapi situasi serupa. 

Memang menaruh kepercayaan kepada orang lain itu penting. Akan tetapi terkadang bersikap waspada juga tidak kalah pentingnya. Setiap niatan kita membantu rekan kerja haruslah dilandasi aturan yang jelas dan "bukti" kerjasama atau koordinasi dimana masing-masing pihak sama-sama tahu. 

Hal ini diperlukan agar suatu saat terjadi masalah maka hal itu tidak menjadikan diri kita sebagai pesakitan mengingat tindakan itu dilakukan dengan persetujuan dan pengetahuan bersama.

Selain itu, sebagai seorang pekerja yang menjalankan instruksi maka jangan langsung percaya apabila diminta melakukan suatu tindakan yang mana disana tidak terdapat rantai komando secara langsung. 

Lakukan kroscek serta klarifikasi kepada beberapa pihak terkait apakah pernyataan rekan kerja tadi benar-benar bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya atau tidak. 

Semua tindakan sebaiknya didasarkan pada data dan fakta, bukan karena perasaan tidak enak, sikap menghargai, atau kasihan terhadap orang lain. Bagaimanapun juga sisi emosi seseorang seringkali memiliki tingkat kerapuhan yang tinggi sehingga berakibat pada tindakan yang irasional. 

Mungkin gegara terlalu kasihan kepada orang lain hal itu justru membuat kita melanggar aturan. Syukur kalau orang-orang yang dikasihani itu ikut serta bertanggungjawab atas efek yang timbul setelahnya. 

Lalu bagaimana kalau tidak? Lingkungan kerja yang harmonis dan kuat ikatan kekeluargaannya merupakan gambaran ideal tempat kerja yang didamba banyak orang. 

Tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa akan selalu ada kepentingan yang tidak bisa kita kendalikan penuh mengingat tempat-tempat kerja itu bukan milik kita seutuhnya. Peraturan-peraturannya bukan kita yang membuat. 

Kita hanyalah bagian kecil dari komunitas itu. Sehingga akan jauh lebih aman apabila kita mendasari setiap tindakan kita disana berdasarkan data dan fakta serta pertimbangan rasional dengan risiko terkecil. Terkadang sebuah kepercayaan itu bersyarat, bukan?

Salam hangat,

Agil S Habib 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun