Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menilik Rumitnya Peran Orangtua pada Masa PJJ

20 Juli 2020   14:28 Diperbarui: 30 Juli 2020   00:08 3417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang murid baru tingkat Sekolah Dasar (SD) mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) secara daring dari rumahnya di Blitar, Jawa Timur, Senin (13/7/2020). (Sumber Gambar: ANTARA FOTO/IRFAN ANSHORI)

Dunia pendidikan di Indonesia belakangan ini memang menyimpan dilema. Pendidikan tatap muka untuk sementara mesti dihindari seiring pandemi Covid-19 yang masih berada dalam taraf mengkhawatirkan. Sehingga solusi sementara adalah dengan menerapkan metode Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).

Dalam tulisan saya terdahulu yaitu "Menyoal Kesiapan Infrastruktur Penunjang Pendidikan Jarak Jauh" dan "Mas Nadiem Jangan Tutup Mata terhadap Masalah Pendidikan Jarak Jauh Ini" aspek sarana dan prasarana penunjang PJJ.

Itu merupakan masalah utama yang mesti diberikan perhatian besar agar supaya pendidikan benar-benar bisa dinikmati secara merata oleh segenap putra-putri Bangsa Indonesia untuk mendapatkan porsi pendidikan yang layak dan semestinya.

Namun ternyata selain permasalahan infrastruktur penunjang PJJ, beberapa orang tua juga mengeluhkan terkait bagaimana mereka harus bisa membagi peran untuk mengarahkan putra-putrinya saat mengikuti prosesi PJJ sehari-hari. Terlebih bagi para orang tua yang memiliki lebih dari satu putra-putri dengan level pendidikan yang berbeda-beda.

Dengan jam waktu kegiatan belajar mengajar yang bisa dibilang bersamaan, bisa dibayangkan betapa repotnya menjalani peran sebagai orang tua di rumah.

Seorang ayah atau ibu yang dituntut untuk mengakomodasi PJJ sang buah hati kemungkinan besar akan menghadapi situasi yang rumit untuk dituntaskan. 

Mereka bukan hanya melulu menemani anaknya yang belum terbiasa dengan prosesi PJJ, tetapi juga harus merampungkan pekerjaan rumah lainnya sebagaimana hari-hari biasa mereka kerjakan.

Dengan kata lain, para orang tua harus bekerja lebih ekstra dibanding sebelumnya. Mengatur ritme pekerjaan dan mengelola fokus perhatian terkait hal-hal apa saja yang perlu dituntaskan terlebih dahulu. 

Berikut ini mungkin beberapa di antara tantangan yang mesti dihadapi oleh para orang tua dengan segala kerumitan yang membarenginya.

1. Mindset Anak terkait Belajar dari Rumah

Bisa dibilang bahwa PJJ yang saat ini berlaku di Indonesia tak lebih dari sesuatu yang terjadi tanpa disangka-sangka sebelumnya. Serba mendadak dan belum terkonsep secara matang sebelumnya. Biasanya anak-anak menjalani pendidikan secara tatap muka dan bermain bareng dengan teman-teman sekolahnya kini mendadak berubah total harus menjalani semuanya dari rumah.

Ketika biasanya keusilan dan rasa bosan bisa diobati para peserta didik melalui canda gurau, hal itu kini sulit untuk dilakukan karena "keharusan" untuk hidup lebih menyendiri. Dan sesuatu yang paling menuntut penyesuaian adalah pola pikir atau mindset dari seluruh murid yang menjalani pendidikannya dengan cara yang sepenuhnya berbeda.

Selama ini mungkin seorang anak tatkala berhadapan dengan gadget dimaknai dengan keadaan sedang bersantai, bermain game, menggunakan media sosial, atau menikmati sajian digital menarik lainnya. Kini dengan adanya keharusan untuk menunaikan PJJ maka berada didepan gadget harus dipahami secara berbeda.

Ada saat dimana seorang anak tidak boleh seenaknya sendiri memainkan perangkat gadget dan mengalihkan fokus perhatiannya diluar proses belajar mengajar. Minimal ada jam-jam tertentu dimana seorang anak harus menata pikiran selayaknya ia sedang berada didalam ruang kelas mengikuti pelajaran sekolah.

Adalah peran orang tua untuk mengondisikan situasi supaya sang anak memiliki cara berfikir yang demikian. Seorang anak perlu diberikan arahan dan pemahaman supaya mereka menjalani PJJ dengan sebagaimana seharusnya. Dan hal ini tentunya butuh proses serta pendampingan untuk beberapa periode waktu tertentu.

2. Membagi Peran sebagai Orang Tua dan "Guru"

Selama PJJ akan ada sebagian porsi tugas guru yang diambil alih oleh orang tua. Seorang guru yang "digugu" dan "ditiru" itu pasti tidak akan mampu secara optimal mengekspresikan hal-hal yang sepatutnya ia lakukan. Jangkauan pandangan guru akan terbatas pada tulisan atau paling banter sorotan kamera dilayar gadget miliknya. Selebihnya guru akan lebih banyak tidak tahunya.

Apakah sang murid mengenakan pakaian seragam secara utuh atau hanya memakai baju atasan seragam saja saja, sang guru mungkin tidak tahu. Demikian juga apakah sang murid sepenuhnya berfokus pada pelajaran atau membuka dan mengurusi hal lain selain mata pelajaran, sang guru juga bisa saja tidak tahu.

Adalah "mata" orang tua yang bisa melakukan fungsi pengawasan itu. Ketika sang anak lebih memilih bermain game ketimbang mempelajari sebuah materi pelajaran, maka tugas orang tua untuk "meluruskan" kembali hal itu.

Seorang guru akan terus memantau aktivitas mengajarnya. Memastikan setiap siswa-siswi paham dengan pelajaran yang diikuti serta memahami setiap penugasan yang ada.

Para siswa dibimbing dan diarahkan tentang bagaimana seharusnya mereka mengambil tindakan atas pemahaman terkait suatu materi pelajaran. Fungsi ini tentu akan menemui banyak kendala selama PJJ apabila orang tua tidak berupaya untuk mengambil peran disana.

3. Komunikasi dengan Guru Pengajar

Para orang tua diharapkan mampu menjadi penjembatan komunikasi antara siswa dengan gurunya. Setiap siswa dengan semua kekhasan yang dimilikinya, begitupun dengan guru yang menjalani tugas profesinya. 

Keduanya tentu memiliki "ruang kosong" yang memungkinkan terjadi tidaknya sebuah kokeksi satu sama lain. Ruang kosong itu bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan saat proses belajar secara tatap muka dilakukan. 

Namun seiring PJJ yang terjadi maka ruang kosong itu untuk sementara harus diisi oleh sesuatu yang lain. Dalam hal inilah orang tua benar-benar harus terlibat aktif untuk menjadi fasilitator pendidikan sang anak.

Dibandingkan dengan proses belajar tatap muka yang mana saat sebuah kebingungan terjadi maka sang anak bisa langsung melayangkan unek-uneknya kepada gurunya secara langsung, selama berlangsung PJJ situasinya bisa jadi berbeda. Kita ambil contoh ketika proses PJJ ini baru pertama kali dilangsungkan.

Situasi dimana sang anak selaku siswa-siswi sekolah belum memahami betul prosedur penyiapannya, maka orang tua harus turun langsung untuk berkomunikasi dengan guru perihal apa-apa yang perlu dilakukan dalam hal ini. 

Orang tua harus memastikan bahwa anaknya bisa mengikuti kegiatan belajar dengan selayaknya.

4. Fokus Berganda (Tugas Anak -- Tugas Rumah Tangga)

Para orang tua tentunya harus memastikan buah hatinya bisa mengikuti kegiatan belajar secara maksimal meskipun itu dari rumah. Segala persiapan tentu harus diperhatikan dengan segala dukungan yang diperlukan. 

Begitupun dengan pengawasan terhadap anak juga tidak boleh kendor mengingat PJJ sangat rentan dengan gangguan pada fokus sang anak saat belajar.

Namun, sebagai orang tua kita juga memiliki tugas dan tanggung jawab lain yang tidak boleh diabaikan. Ketika biasanya seorang ibu harus berbelanja kebutuhan sehari-hari dan memasak untuk keluarganya, dengan adanya PJJ hal itu tidak serta merta dihilangkan.

Sang ibu pasti harus tetap berbelanja, dan pasti tetap harus memasak. Apalagi saat sang suami masih harus bekerja dan juga membutuhkan perhatian. Tugas seorang ibu akan meningkat drastis dalam kadar yang luar biasa.

Bagi keluarga yang memiliki asisten rumah tangga barangkali tidak akan terlalu kewalahan. Akan tetapi bagaimana dengan kalangan keluarga "biasa"? Merekrut asisten rumah tangga tentu bukan solusi yang berlaku umum mengingat setiap keluarga tentu memiliki batasannya masing-masing.

Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi setiap orang tua untuk membagi peran dan mengatur prioritas tugasnya. Apalagi bagi mereka yang memiliki putra-putra lebih dari satu. 

Lebih rumit lagi tatkala sang ayah dan ibu sama-sama bekerja. Perhatian mereka terhadap sang anak pasti akan mengalami banyak kendala. Mungkin setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam menangani masalah ini. 

Satu hal yang paling diperlukan disini adalah kedisiplinan dan kemandirian sang anak dalam mengikuti PJJ. Menanamkan karakter terkait apa yang seharusnya dan sepatutnya dilakukan barangkali merupakan kunci dari semuanya.

PJJ memang menuntut peran lebih orang tua dalam aspek pendidikan formal setiap anak. Namun memang sepatutnya setiap orang tua mengambil peran dan proses tumbuh kembang anak-anaknya. 

Kita memang tidak bisa berlepas diri atas proses pembelajaran yang dijalani anak-anak kita dan lantas menyerahkan sepenuhnya hasil akhir dari suatu proses pendidikan kepada para guru di sekolah.

Orang tua mesti menanmkan hal-hal mendasar tentang arti penting kedisiplinan, kejujuran, kepatuhan, dan lain sebagainya yang sayogyanya memang harus diajarkan sejak dini. Bahkan sebelum sang anak memasuki dunia sekolahan.

Salam hangat,
Agil S Habib 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun