Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Terkait Sanksi Pelanggaran Protokol Kesehatan, Pemerintah Jangan Naif

14 Juli 2020   15:20 Diperbarui: 15 Juli 2020   19:01 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi | Sumber gambar : jatim.suara.com / Biro Pers Sekretariat Presiden

Angka terinfeksi COVID-19 di Indonesia sudah mencapai angka 76.981 kasus per kemarin (13/07), dengan angka tambahan penderita baru yang mencapai ribuan kasus setiap harinya. 

Bahkan beberapa kali memecahkan rekor jumlah infeksi harian pasca dilonggarkannya aktivitas publik dan berakhirnya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah. 

Apalagi pemerintah juga gencar mempromosikan diksi "new normal" kepada masyarakat agar turut membantu roda perekonomian bisa berputar kembali. 

Sayangnya, kurangnya antisipasi dan banyaknya pelanggaran terhadap protokol kesehatan membuat angka terinfeksi COVID-19 bukannya menurun malah justru semakin meningkat beberapa waktu belakangan. 

Tak ayal Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sewot melihat kenyataan ini dan menyentil beberapa daerah yang mengalami pertambahan kasus cukup signifikan. 

Puncaknya, baru-baru ini presiden menyatakan bahwa pemerintah tengah menggodok kemungkinan diterapkannya sanksi-sanki bagi masyarakat yang tidak patuh terhadap ketentuan protokol kesehatan. 

Adapun sanksi-sanksi yang mungkin diberlakukan diantaranya meliputi denda, kerja sosial, hingga hukuman pidana ringan. Melihat perkembangan yang terjadi sejauh ini, tidakkah sikap pemerintah tersebut merupakan sebuah kenaifan?

Merunut sejenak ke belakang perihal awal mula masuknya pandemi COVID-19 di Indonesia maka yang paling harus bertanggung jawab terhadap semua peristiwa ini adalah pemerintah. 

Sikap meremehkan di masa awal pandemi adalah biang kerok dari carut marutnya kondisi Indonesia saat ini. Kebijakan-kebijakan yang diambil selama masa pandemi pun demikian, kurang tepat sasaran seperti dalam pelaksanaan Program Kartu Pra Kerja. 

Belum lagi menyangkut koordinasi dengan daerah yang masih penuh masalah, kisruh Bantuan Sosial (Bansos), dan angka pengangguran yang terus menukik tinggi. 

Media-media asing pun menyoroti cara kerja pemerintah yang terksan kurang sigap ini. Bahkan Indonesia sudah "berhasil" mengalahkan Amerika Serikat (AS) terkait angka kematian akibat COVID-19. Hal ini merupakan imbas dari cara penanganan pandemi yang buruk. Diperparah lagi promosi "pembodohan" pada kalung anticorona yang sempat viral itu.

Seiring dengan rekam hitam "gaya" pemerintah dalam menangani pandemi ini, menyasar masyarakat sebagai pihak terduga paling bersalah terkait pelanggaran protokol kesehatan sebenarnya menimbulkan banyak pertanyaan. 

Seharusnya pemerintahlah yang lebih dahulu harus diberi sanksi mengingat keteledoran yang mereka lakukan sudah membikin sengsara seluruh elemen bangsa. 

Kalaupun pada akhirnya rakyatlah harus ikut bertanggung jawab, maka hendaknya pemerintah lebih rasional dalam memberlakukan sesuatu yang mereka sebut sanksi itu. 

Kalau disuruh membayar denda, harusnya presiden mikir bahwa ditengah situasi seperti ini setiap rupiah itu begitu berharga. Kalau yang terkena denda adalah mereka yang penghasilannya pas-pasan, atau bahkan tidak punya penghasilan jelas, maka mau membayar menggunakan apa? 

Lain halnya jikalau pelanggar itu adalah pejabat tinggi bersaku tebal misalnya. Rakyat udah sengsara kok masih saja diporotin. Apakah dana Bansos yang diterima masyarakat itu nantinya yang perlu dibayarkan?

Terkait pidana ringan, wujudnya akan seperti apa? Dimasukkan penjara selama 24 jam, beberapa hari, atau selama apa? Apakah seperti itu nantinya implementasi dari hukuman pidana ringan akibat melanggar protokol kesehatan. 

Apakah hukuman semacam itu bisa memberikan nilai manfaat bagi pelakunya? Yang ada kita hanya menambah status warga negara menjadi narapidana. Pidana pelanggaran protokol kesehatan. 

Tepatkah hal semacam ini dilakukan? Jika memang sanksi ini yang nantinya dipilih, maka seperti apa hukuman pidana ringan bagi pemangku kepentingan yang alpa mengurus pandemi hingga menyebar luas ke seluruh negeri?

Masyarakat harus didisiplinkan dengan cara yang mendidik dan memberikan azas manfaat bagi dirinya dan sekaligus orang lain. Menghukum para pelanggar protokol kesehatan dengan denda, hukuman pidana, atau menyuruh push up menurut saya tidak akan memiliki nilai tambah. 

Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Sehingga opsi yang paling memungkinkan adalah dengan mengharuskan kerja sosial seperti menanam pohon untuk penghijauan, relawan penyalur bansos, penyuluh sosialisasi penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan peduli kebersihan kepada lingkungan sekitar, pengumpul layanan zakat dari kalangan mampu, dan lain sebagainya. 

Untuk mendidik seseorang tidak selalu harus menggunakan cara mempersalahkan mereka, tetapi juga bisa dengan memberdayakan dan memberi mereka kepercayaan. 

Bukankah cara yang lebih "ekstrim" dari ini sudah beberapa kali dilakukan? Seperti saat ada kalangan artis yang menghina Pancasila tetapi malah dijadikan duta Pancasila atau artis pemakai narkoba tapi justru menjadi duta anti narkoba. Melakukan kerja sosial terasa lebih memberi manfaat bagi sesama.

Silahkan pemerintah mengupayakan segala cara untuk menuntaskan pandemi ini. Ingat, menuntaskan. Bukan lagi sebatas berdamai atau hidup berdampingan. Kita yang sengsara atau COVID-19 yang musnah. Strateginya harus menyeluruh. Pemerintah harus visioner melihat bahwa pandemi ini bisa dituntaskan dalam batas waktu tertentu. Harus mempunya target jelas. Haruskah pengelola negeri ini diajarkan konsep SMART?

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi : [1]; [2]; [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun