Saat orang lain menjadi api, dan kita menanggapinya dengan menjadi api juga maka lama-kelamaan akan terjadi "kebakaran". Jika si bos tidak terima dengan sikap "api" anak buahnya maka bukan tidak mungkin perkataan "Saya kamu pecat" akan terucap dari mulut si bos tadi.Â
Apabila hal itu yang terjadi maka suasana akan semakin terasa buruk. Lain halnya ketika salah seorang yang berseteru itu memilih untuk menjadi air. Memilih untuk meredam dan mendinginkan situasi.Â
Didengarkan saja amarah si bos, dianggukin saja kepala kita saat menerima petuah demi petuah darinya. Lambat-laun ia juga akan mereda dengan sendirinya. Agar tidak terus mendongkol, cukup jaga "input" dari si bos sebatas berada pada otak kita saja, jangan merasuk ke hati. Coba lihat sisi lain dimana kita menempatkan diri pada posisinya. Dimaklumi.
Memang buakan perkara gampang untuk melakukannya. Butuh kesabaran, "jam terbang" yang tinggi, serta keterampilan mengelola emosi didalam diri kita masing-masing.Â
Tapi semakin kita terbiasa menerima petuah si bos, maka biasanya "otot" emosi kita akan lebih kuat dan tahan menerima pressure dari si bos tadi.Â
Cukup bagi kita melakukan yang terbaik, do the best. Berusaha untuk terus memperbaiki diri. Perkara hasil akhirnya akan seperti apa, serahkan pada yang Maha Mengatur Segalanya. Ambil hikmah dari setiap peristiwa.
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H