Beberapa waktu lalu saya sempat membaca artikel di Kompasiana yang menjabarkan beberapa profesi yang kemungkinan tergerus oleh zaman atau dalam istilah kekiniannya terdisrupsi. Beberapa jenis profesi seperti petugas pintu tol, pengayuh becak, loper koran, teller bank, dan beberapa jenis profesi lain dalam beberapa tahun mendatang kemungkinan akan hilang dari peredaran.Â
Dunia yang semakin canggih membuat beragam pekerjaan bisa dituntaskan oleh suatu hal saja sehingga segala sesuatu menjadi jauh lebih ringkas. Permasalahannya yang ringkas dan efisien itu ternyata juga memakan "korban". Profesi atau pekerjaan lama yang telah lebih dulu eksis terpaksa harus tersingkir oleh karena tidak dibutuhkan lagi.Â
Kalaupun masih ada kemungkinan yang menggunakan jasa mereka jumlahnya sudah sangat jauh berkurang. Dengan kondisi semacam itu lantas apakah kita yang termasuk sebagai pelaku profesi tersebut hanya bisa pasrah terhadap keadaan? Tidak adakah sesuatu yang bisa dilakukan untuk menjadikan diri kita ini tetap berdaya ditengah perubahan besar yang menghinggapi zaman ini?
Disrupsi adalah keniscayaan, dan hal itu bukan saat ini saja terjadi. Sejak masa peradaban awal hingga sekarang dunia terus-menerus berubah. Menenggelamkan peradaban lama dan diganti oleh peradaban baru yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman. Saat dahulu kita mengenal Kodak selaku perusahaan terbesar di bidang fotografi, kini keberadaannya seolah hilang tak berbekas.Â
Ia tergusur oleh foto dengan teknologi digital. Rol film selaku produk andalannya pun tak lagi dilirik oleh konsumen. Demikian juga dengan kisah produksi rekaman lagu-lagu para musisi. Piringan hitam, kaset, DVD, hingga akhirnya berformat digital. Industri percetakan buku lambat laun juga bernasib serupa.Â
Sebagian orang sudah beralih menggunakan e-book. Akibat dari pergeseran gaya hidup itu maka sebagian profesi yang bergantung terhadapnya juga terkena dampaknya. Hanya sebagian diantara kita dengan kemampuan beradaptasi terbaiklah yang mampu bertahan melalui masa-masa perubahan itu.
Ketika profesi lama hilang apakah dengan begitu saja kita bisa berganti haluan pada profesi yang baru? Disatu sisi hal itu bisa jadi merupakan suatu keharusan. Namun disisi yang lain mengubah arah profesi tidaklah semudah yang dikira. Belajar keterampilan baru, sudut pandang baru, pendekatan baru, dan lain sebagainya.Â
Butuh upaya lebih untuk mencapainya. Belum lagi keberadaan "pemain" lama yang mungkin saja tidak "ramah" menyambut kedatangan kita. Sehingga apabila kita ingin terus eksis di dunia baru ini maka kita juga harus bisa memberikan sisi kebaruan dari profesi tersebut sehingga para pengguna profesi itu merasa bahwa kitalah opsi terbaik untuk dipilih.
Kita sering membicarakan juga beberapa profesi yang kemungkinan akan bersinar di masa yang akan datang. Profesi yang akan digandrungi banyak orang untuk menjalani era baru ini. Profesi-profesi seperti programmer, desainer, ahli data, penulis konten, digital marketer, praktisi kesehatan dinilai memiliki peluang itu.Â
Menilik profesi yang dijalani saat ini mungkin tidak sedikit dari kita yang merasa profesi-profesi "masa depan" itu amat jauh dari jangkauan. Bagaimana mungkin kita menuju kesana sedangkan basic knowledge kita tidak ada samasekali? Bagaimana cara kita membangun transisi atas profesi kita saat ini dengan profesi masa depan kita? Dibutuhkan beberapa hal untuk menyikapi kondisi ini secara tepat.
1. Disruptive Mindset atau Growth Mindset