Beberapa waktu lalu di sekitaran lingkungan tempat tinggal saya ada sebuah ruko yang baru selesai dibangun. Terdapat beberapa slot ruangan yang sepertinya akan disewakan untuk menjadi tempat usaha.
Sebagian sudah mulai diisi dengan usaha bengkel, warung makan, toko elektronik, hingga toko pakaian. Tapi yang menarik perhatian saya waktu itu adalah dibukanya sebuah usaha rental game "playstation" atau biasa populer dengan sebutan rental PS.
Menurut saya pribadi, permainan ini legend banget. Apalagi dulu saat generasi pertamanya, Playstation 1 (PS 1). Anak-anak generasi 90-an sangat antusias sekali memainkan game ini.
Hanya saja berhubung harganya tidak terjangkau oleh semua kalangan pada masa itu, rental PS menjadi salah satu tempat yang paling menarik untuk dikunjungi. Biarpun tidak bermain, tapi menyaksikan orang lain bermain sudah cukup mengasyikkan.
Pada masa jayanya PS 1 dulu, sebuah rental PS di lingkungan masa kecil saya anak-anak sudah mengerubuti rumah yang merentalkan PS-nya sedari pagi hingga malam hari.
Bagi mereka yang sangat ingin mencoba bermain setidaknya harus menyiapkan uang Rp 1.000 hingga Rp 2.000 untuk setengah jam hingga satu jam permainan.
Sebagian yang lainnya, yang uang sakunya lebih banyak bisa sedikit menambah durasi bermainnya. Hingga 2 jam atau lebih. Tidak jarang saat itu kami menyisihkan sebagian uang saku sekolah kami demi agar bisa bermain PS sepulang sekolah.
Permainan-permainan yang tersaji dalam PS 1 masih cukup diingat sampai saat ini. Winning Eleven (WE), Street Fighter, Mortal Kombat, Taken, dan lain sebagainya adalah deretan teratas permainan populer yang paling sering dimainkan. Saat bermain game pertarungan, tidak jarang joystick menjadi "sasaran" emosi para pemainnya.Â
Dipencet dengan kasar, cepat, seolah-olah hal itu bisa direalisasikan dalam aksi pemain di layar permainan.
Belum lagi ketika memainkan game balapan, serasa joystick itu bisa dibelokkan ke kanan atau kekiri dan terkadang keatas. Seru. Asyik. Akibatnya seringkali joystick mengalami "somplak". Beberapa tombol tidak berfungsi dengan baik. Maklum, dipakai secara bergantian.
Evolusi Game
Ketika generasi terbaru PS muncul, saat itu PS 2, ingin sekali rasanya mencobanya. Tapi kebetulan saya yang masih tinggal di desa masih belum berkesempatan untuk itu.
Dan konon kabarnya harganya lebih mahal. Untuk sewa permainan perjamnya setingkat lebih mahal dibanding PS 1. Dan sepertinya evolusi PS terus berlanjut ke PS 3 dan seterusnya, yang kini sudah masuk evolusi ke-5.
Bagi saya pribadi, PS 2 sudah menjadi generasi tertinggi PS yang pernah saya mainkan.
Mungkin karena saya tidak terlalu menggandrungi game sehingga tidak terlalu antusias menyambut generasi terbaru PS, Nintendo, X-Box, dan lain sebagainya.Â
Memainkan game PS 1 saya rasakan saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Dan PS 2 paling sering saya mainkan saat duduk di bangku SMA.
Biarpun saat itu sebenarnya sudah ada PS 3, tapi rental PS yang dekat dengan tempat kos waktu itu adalah PS 2.
Dan harganya juga cukup terjangkau, Rp 2.000 per jam. Bermain dua jam bonus satu jam. Kalau sedang suntuk dengan sekolah, saya bisa memainkannya selama 6 jam nonstop. Puas.
Selepas lulus SMA lama sekali rasanya saya tidak memainkan permainan itu. Beberapa kali melihat ada rental PS buka, tapi rasanya sudah berbeda sekali dengan dahulu.
Apalagi dengan semakin berkembangnya smartphone yang memungkinkan segala jenis game bisa dimainkan di sana. Rental PS sudah tidak semenarik dulu lagi. Barangkali nasibnya sudah sama seperti warung internet (warnet) atau yang lebih dulu lagi warung telepon (wartel).
Perkembangan teknologi telah menggerus eksistensi keduanya. Dan rental PS pun sepertinya juga mengalami nasib serupa.
Ketika menjumpai adanya beberapa rental PS yang masih beroperasi saya kemudian berfikir, apakah usaha semacam itu masih cukup menguntungkan?
Suatu waktu saya bertanya terkait berapa tarif permainan per jamnya, seorang kawan menjawab masih Rp 2.000 untuk PS 2. Saya kurang tahu untuk generasi PS setelahnya.Â
Dari beberapa informasi yang pernah saya baca, tarif listrik per kWh per jamnya adalah sekitar Rp 1.352.
Sebuah forum diskusi menyebutkan bahwa kebutuhan kWh untuk sebuah televisi berukuran 21 Inch + sebuah PS 2 adalah sekitar 0,09 kWh atau 0,09 kWh x Rp 1.352 = Rp 121,68.
Dibandingkan tarif Rp 2.000 per jam tentunya masih cukup menguntungkan.Â
Tapi barangkali tantangan dari bisnis rental PS ini adalah pada biaya sewa tempatnya.
Biaya sewa tempat sebenarnya sangat bervariasi. Tapi angkanya bisa pada kisaran 30 juta rupiah per tahun.
Dengan asumsi jumlah hari dalam satu tahun adalah 360 hari, maka tarif per harinya adalah sekitar Rp 83.333 atau kita sebut saja Rp 85.000 per hari.Â
Dengan rerata keuntungan dari satu jam permainan saja adalah sekitar Rp 1.878,32 (Rp 2.000 -- Rp 121,68), maka biaya sewa sebesar Rp 83.000 sudah bisa tercover dengan sewa permainan selama 4,44 jam.
Itu hanya untuk satu televisi dan satu PS 2. Tinggal dihitung kelipatannya saja apabila ada beberapa televisi plus PS 2 yang dipakai. Juga disesuaikan dengan daya televisi yang dipakai. Di luar biaya perawatan dan penerangan lampu tentunya.
Tapi kalau dilihat sekilas sebenarnya bisni rental PS ini masih cukup menguntungkan. Apalagi jika membuakanya di rumah sendiri tanpa sewa tempat.
Hanya tantangannya sekarang adalah apakah masih banyak yang berminat menggunakannya?
Saat ini hampir setiap orang memiliki gadget, dari anak kecil hingga yang tua sekalipun. Kebanyakan dari smartphone itu cukup menunjang untuk diinnstal game yang kualitasnya tidak jauh dengan yang ditawarkan oleh rental PS.
Mereka bisa berganti-ganti game semau mereka dan bisa selama apa memainkannya. Tak perlu membayar tarif per jam. Cukup isi kuotanya saja. Dan baterai tentunya. Semua itu sudah lebih dari cukup untuk mengalahkan pamor rental PS.
Bagaimana, masih berminat mendatangi rental PS terdekat?
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Refferensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H