Sebagai salah satu program andalan yang diusung pasangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, kartu Pra Kerja menemukan momentum implementasinya selama periode pandemi COVID-19 ini. Kartu Pra Kerja merupakan sebuah program pelatihan yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan, terutama mereka yang sedang mencari pekerjaan dengan tujuan utama untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.Â
Setiap warga negara berusia 18 tahun keatas yang sedang tidak sekolah atau kuliah diperbolehkan untuk mendaftar. Selain itu, program Kartu Pra Kerja ini juga diberikan oleh pemerintah kepada pelaku Usaha mikro/kecil yang terdampak penghidupannya oleh sebab pandemi COVID-19.
Peserta program Kartu Pra Kerja mendapatkan beragam jenis pelatihan untuk memperkaya keterampilannya seperti pelatihan berjualan secara online, pelatihan fotografer, penguasaan aplikasi komputer, kursus bahasa, keterampilan untuk perawatan kecantikan, dan lain sebagainya. Bekerja sama dengan beberapa platform penyedia pelatihan online kartu Pra Kerja memberi kesempatan kepada masyarakat untuk belajar sebanyak mungkin.Â
Memungkinkan mereka menguasai banyak keterampilan sehingga siap dipakai untuk jalan mencari nafkah. Selain itu, setiap peserta program akan mendapatkan insentif bantuan paska selesainya program tersebut untuk dipergunakan sebagai "modal masa transisi" seperti menyiapkan aplikasi lamaran kerja, modal usaha, dan lain sebagainya.Â
Bisa dibilang bahwa program ini memang memiliki tujuan sangat mulia bagi kesejahteraan masyarakat. Manfaatnya luar biasa apabila benar-benar terlaksana sesuai rencana. Paling tidak seperti itulah narasi yang disampaikan oleh si empunya program.
Polemik Kartu Pra Kerja
Indahnya narasi dari program Kartu Pra Kerja sepertinya sangat berbeda dengan realisasi di lapangan. Selepas kemunculannya yang menggaet start up Ruang Guru miliki eks staf khusus milenial Presiden Jokowi, Belva Devara, program ini dinilai penuh dengan potensi penyelewenangan. Penunjukan Ruang Guru dianggap tidak memenuhi syarat transparansi alias asal tunjuk. Sesuatu yang pada akhirnya membuat Belva Devara undur diri dari posisinya sebagai stafsus presiden.
Beberapa waktu berlalu saat polemik hubungan program Kartu Pra  Kerja dan Ruang Guru ramai dibicarakan, belakangan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan agar pelaksanaan program ini ditunda dulu sampai ada perbaikan tata kelolanya. KPK menemukan beberapa masalah yang berisiko menimbulkan kerugian negara. Dan hal itu menyangkut proses pendaftaran, kemitraan dengan platform digital, materi pelatihan, dan pelaksanaan program.
Terkait dengan potensi masalah ini, sebelumnya pihak Indonesia Corruption Watch (ICW) sudah mengemukakan beberapa masalah tersebut. Diantaranya yaitu tidak adanya standar harga serta adanya beberapa pelatihan yang mirip namun memiliki harga yang berbeda-beda. ICW menilai informasi yang disampaikan oleh platform penyedia layanan program juga masih minim sehingga rentan memunculkan kecurigaan publik, sehingga muncul peluang untuk adanya perbuatan curang.Â
Selain itu, ada juga lembaga pelatihan yang masih dipertanyakan kemampuannya dalam hal memberikan pelatihan. Hal ini tentu berisiko membuat pelatihan yang dilaksanakan dalam program Kartu Pra Kerja terkesan sembarangan dan asal jadi. Sedangkan kualitas hasil pelatihannya sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Sedangkan mengacu hasil kajian yang dilakukan oleh KPK masalah terkait inefektivitas program ini sudah bermula sejak proses pendaftaran. Dalam hal ini terdapat ketidaksinkronan antara jumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan peserta yang mendaftar program tersebut. Jumlah yang di PHK ternyata jauh lebih banyak dibanding yang mendaftar, Selain itu, kebanyakan mereka yang mendaftar menurut data KPK dinilai bukan sebagai target yang disasar dalam program ini.
Kemudian terkait dengan kemitraan platform digital. Kerja sama yang dijalin ternyata tidak melewati mekanisme Pengadaan Barang Jasa (PBJ) juga melanggar Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 3 Tahun 2020 dimana penetapan mitra resmi program ini sudah terlebih dahulu dilakukan sebelum manajemen pelaksana terbentuk. Juga berisiko memunculkan konflik kepentingan sebagaimana yang terjadi pada Ruang Guru.
Sebagian pihak juga menyebutkan bahwa materi yang disampaikan dalam program Kartu Pra Kerja ini terkesan pasaran dan bisa dengan mudah ditemui di internet. Data KPK menyebut ada sekitar 89% program pelatihan yang tersedia secara gratis di internet tapi masuk sebagai "kurikulum" program kartu pra kerja. Serta 13% saja dari materi pelatihan yang dinilai memenuhi syarat.
Terakhir adalah terkait pelaksanaan program. Pihak KPK menilai bahwa metode pelaksanaan program Kartu Pra Kerja yang dilakukan secara daring ini berpotensi fiktif, tidak efektif, serta dapat merugikan negara. Metode pelatihan yang diberikan ada satu arah tanpa memiliki mekanisme kontrol atas penyampaian materi tersebut kepada peserta pelatihan. Apakah materi bisa dipahami dengan baik atau tidak oleh peserta hal itu sepertinya diabaikan.
Akan menjadi percuma saja apabila sebuah program yang dinarasikan dengan baegitu baik pada mulanya lantas dalam realisasinya jauh panggang dari api. Mutu program sama sekali tidak merepresentasikan janji manis dari program tersebut. Malah terkesan serampangan, sembarangan, dan hanya buang-buang uang. Apabila pelaksanaan program tersebut masih carut-marut seperti sekarang, maka Program Kartu Pra Kerja memang harus segera dihentikan pelaksanaannya. Paling tidak sampai masalah-masalah yang terjadi bisa dituntaskan.
Sangat disayangkan sekali program yang begitu bertujuan mulia ini harus terhenti hanya karena pelaksanaan yang sembarangan. Butuh keseriusan untuk mengelola sebuah pelatihan yang menyangkut pengembangan diri Sumber Daya Manusia (SDM). Apalagi saat program itu kebanyakan dilakukan secara daring, tanpa tatap muka secara langsung.Â
Pemerintah harus membenahi hal ini apabila memiliki keinginan untuk membuat program tersebut berlaku efektif bagi masyarakat. Dimasa pandemi seperti sekarang, akan sangat memalukan apabila sampai ada program penuh kesia-siaan seperti itu. Lebih baik uangnya diberikan secara langsung kepada masyarakat ketimbang untuk mendanai program yang tidak bisa dipertanggungjawabkan mutunya.
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Refferensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H