Baru-baru ini mengemuka "keluhan" dari seorang tokoh yang kritis terhadap pemerintah perihal dirinya yang menjadi sasaran serangan buzzer yang "mengaku" sebagai pembela Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama ini Rizal Ramli (RR) memang dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap pemerintah.Â
Bahkan sejak ia masuk dalam rombongan pemerintah sekalipun hal itu juga sudah dilakukannya. Mengkritisi kinerja Sri Mulyani sudah menjadi hal yang biasa. Termasuk program-program strategis pemerintah yang lainnya pun juga tak luput dari kritiknya. Sehingga tidak mengherankan tatkala mereka yang mengaku sebagai "pendukung setia" lantas melakukan "serangan balasan" kepada RR.Â
Sayangnya wujud serangan balasan itu nyata-nyata terlihat sebagai sebuah serangan frontal, bukan upaya untuk memberikan pemahaman atau menyamakan persepsi. Sehingga para buzzer tersebut bukannya mengerek citra Jokowi menjadi lebih baik malah sebaliknya.
Pertanyaannya sekarang, apakah secara "resmi" seorang presiden seperti Bapak Jokowi membutuhkan buzzer-buzzer untuk "melindungi" dirinya dari serangan kritik? Padahal jelas-jelas pada beberapa kesempatan terdahulu Presiden Jokowi menegaskan bahwa beliau tidak peduli dengan segala hujatan yang diterimanya. Bagi beliau adalah kerja, kerja, dan kerja. Lalu mengapa para buzzer tersebut merasa sampai harus melakukan serangan balik kepada para pengkritik presiden? Mungkinkah Jokowi mengharap adanya dukungan seperti yang para buzzer lakukan?
Muncul sebuah anggapan bahwa sebenarnya Jokowi enggan menertibkan para buzzer yang cenderung memperburuk citranya itu. Entah karena tidak mampu mengendalikan atau memang sengaja dibiarkan berlaku apa adanya. Tapi yang jelas para buzzer tersebut telah menghadirkan situasi yang seakan menunjukkan adanya keterpecahbelahan dan permusuhan didalam negeri ini.Â
Bisa jadi para buzzer tersebut memang begitu cintanya kepada Jokowi sehingga melakukan segala cara untuk menangkal segala serangan yang menyasar sang junjungan. Atau bisa jadi juga ada sosok-sosok "kasatmata" yang bersembunyi dibalik ketiak Jokowi, yang memanfaatkan keberadaan Jokowi, yang mengeruk keuntungan dengan menebeng nama Jokowi, dan mereka bersedia membayar mahal para buzzer untuk mengamankan zona nyamannya. Sedangkan Jokowi sendiri tidak tahu menahu itu semua.
Kalau boleh dibilang sebenarnya Jokowi tidak membutuhkan para buzzer untuk melindungi jabatannya. Sudah ada konstitusi dan undang-undang yang menjadi pelindung keabsahan jabatan seorang presiden berikut jajarannya. Tidak perlu repot-repot mempergunakan "jasa" buzzer untuk mengamankan jabatan yang sudah menjadi amanah rakyat melalui mekanisme demokrasi yang sah.Â
Justru menggunakan  jasa buzzer malah berpotensi memperkeruh suasana. Seperti yang terjadi belakangan ini ketika RR menjadi sasaran serangan para buzzer. Sedangkan kemampuan RR cukup mumpuni untuk memberikan sumbangsih terhadap perbaikan bangsa ini.Â
Kritik RR kepada pemerintah adalah wajar. Sebagai bentuk kecintaan beliau kepada negeri ini. Demikian juga dengan Presiden Jokowi yang memiliki semangat serupa. Barangkali jalan yang ditempuh antara pemerintah dengan pihak-pihak yang kontra pemerintah memang berbeda, akan tetapi semangatnya SEHARUSNYA sama-sama untuk kemaslahatan negeri ini.
Mengapa Presiden Jokowi butuh buzzer? Saya yakin sebenarnya presiden tidak butuh. Dan kemungkinan besar apabila hal itu ditanyakan langsung kepada beliau maka jawaban serupa akan beliau sampaikan. Masalahnya adalah para oknum yang memiliki kepentingan dan mengeruk keuntungan dari keberadaan sosok Jokowi disana.Â
Mereka memahami bahwa Jokowi tidak boleh diusik barang sedikitpun. Agar jera maka para buzzer bayaran pun dikerahkan sehingga para pengkritik enggan untuk melakukan tindakan serupa di kemudian hari. Lantas apakah seperti ini demokrasi di negeri ini berjalan?
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Refferensi :
[1]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H