Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sia-sia Pemakzulan Jokowi

4 Juni 2020   11:03 Diperbarui: 4 Juni 2020   11:05 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini cukup ramai pemberitaan perihal pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari jabatannya. Isu ini merebak pasca terjadinya tindakan intimidasi dari pihak tidak bertanggung jawab terhadap pihak penyelenggaran diskusi yang mengangkat topik tentang pemberhentian presiden sehingga membuat diskusi tersebut batal dijalankan.

Efek lanjutannya, tudingan bahwa demokrasi Indonesia terbelenggu pun menyeruak. Sindiran bahwa pemerintah anti kritik pun mengemuka.

Apalagi dalam waktu tidak jauh berbeda ada seorang mantan prajurit yang dijemput aparat pasca mengutarakan uneg-unegnya dalam sebuah surat terbuka yang meminta Presiden Jokowi mundur dari jabatannya. Politisi Fadli Zon pun sempat menyebut bahwa demokrasi Indonesia saat ini tak lebih dari sebuah demokrasi abal-abal.

Gayung bersambut, beberapa tokoh seperti Din Syamsudin juga menyebut bahwa pemakzulan presiden pada negara demokrasi adalah dimungkinkan. Tentu dengan syarat ketentuan berlaku. Ada konstitusi yang mengatur untuk itu.

Mekanismenya tidak sembarangan dan butuh proses sangat panjang dan rumit. Menurut Din, ada tiga syarat untuk memakzulkan kepala negara.

Pertama, tidak adanya keadilan. Kedua, tidak memiliki ilmu pengetahuan dan tidak mempunyai visi kepemimpinan yang kuat dalam mewujudkan cita-cita nasional. Ketiga, pemimpin kehilangan kewibawaan dan kemampuan memimpin terutama dalam masa krisis.

Selain ketiga hal tersebut, pemakzulan juga dimungkinkan apabila kepemimpinan yang dilakukan cenderung represif dan diktator.

Sedangkan menurut mantan Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari, kebijakan pandemi tidak serta merta membuat presiden bisa dijatuhkan. Seburuk apapun keputusan itu selama tidak melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) maka pemakzulan tidaklah dimungkinkan.

Terlepas dari persyaratan UUD yang mesti dipenuhi untuk sebuah upaya pemakzulan, sebenarnya kita juga mesti berfikir panjang apakah konsekuensi dari pemakzulan tersebut benar-benar memberikan efek yang positif.

Jikalau memang Presiden Jokowi bisa dimakzulkan, lalu bagaimana? Siapa yang akan maju menggantikan Jokowi sebagai presiden apabila tindakan pemakzulan terealisasi? Apakah sang pengganti benar-benar mampu menciptakan titik balik kebijakan atau justru membuat semuanya semakin memburuk? Ada sekelumit pertanyaan yang menggelayuti benak kita apabila pemakzulan tersebut sampai terjadi. Mari kita periksa hitung-hitungannya.

Apabila seorang presiden dimakzulkan, lantas siapa yang berkewenangan mengemban tugasnya? Wakil presidennya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun