Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies adalah "Musuh Bersama" Jokowi dkk?

13 Mei 2020   07:24 Diperbarui: 13 Mei 2020   07:21 1990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru Ini Gubernur DKI Jakarta "curhat" kepada media asing perihal kendala dan hambatan yang ia alami dalam upaya menanggulangi pandemi COVID-19. 

DKI Jakarta merupakan wilayah dengan korban tertinggi, sehingga tidak mengherankan apabila sang gubernur begitu berhasrat untuk melakukan langkah-langkah penanganan secepat dan sesigap mungkin. 

Anies mengklaim bahwa sebenarnya ia dan jajarannya sudah menangkap "sinyal" pandemi ini jauh sebelum kasus merebak seperti sekarang. Namun ia merasa tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah perihal kekhawatirannya itu. 

Bahkan saat korban semakin bertambah dan ia merasa harus me-lockdown Jakarta, hal itu justru direspon "negatif" oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Lockdown adalah kewenangan pemerintah pusat, demikian pernyataan pemerintah saat itu. Belum lagi perihal pembatasan transportasi publik yang dianulir oleh pemerintah pusat. 

Dan belakangan silang pendapat juga kembali terjadi antara Anies dengan tiga menteri dari Kabinet Indonesia Maju terkait penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) di wilayah DKI Jakarta. 

Terakhir, narasi optimis pemerintah pusat yang menyatakan kasus mulai melandai sepertinya disangkal oleh Anies. Bahkan gubernur DKI Jakarta ini menilai pemerintah harus lebih cermat terhadap data. 

Karena menurutnya sejauh ini belum ada data yang menunjukkan narasi pemerintah itu adalah benar adanya. Ada lagi? Sepertinya begitu untuk waktu-waktu mendatang.

Keengganan Anies untuk mengangguk sepaham dengan yang diyakini oleh pemerintah menjadikan seolah ia sebagai "musuh bersama" pihak-pihak yang sebarisan dengan pemerintah. 

Bukan hanya para elit, tetapi juga para mitra pendukung yang tidak mendapatkan tempat duduk di pemerintahan. Setiap celah kekurangan dalam kebijakan Anies akan menjadi sasaran empuk bagi mereka yang memang memiliki "hobi" untuk mengkritisi sang gubernur. 

Padahal didaerah lain para pemimpinnya belum tentu lebih baik dari Anies atau lebih penurut ketimbang Anies dalam mengikuti arahan pemerintah pusat. Kita tentu masih ingat kala Walikota Tegal memutuskan lockdown kotanya tanpa persetujuan pemerintah pusat. 

Mungkin karena Tegal tidak "sepenting" Jakarta, atau memang karena pemimpinnya tidak cukup memiliki popularitas menuju kandidat capres, atau karena Tegal berada dibawah komando Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang "sekubu" dengan Pak Jokowi dan kawan-kawan (dkk).

Dalam survei elektabilitas terbaru yang dilakukan oleh Indonesia Election and Strategic (IndEX) Research, Ganjar Pranowo mengalami peningkatan elektabilitas paling tinggi. Membuatnya mengungguli Anies Baswedan serta semakin mendekati elektabilitas Prabowo Subianto yang masih menempati posisi pertama. 

Seiring dengan elektabilitas Prabowo yang mengalami penurunan berdasarkan survei IndEX Research tersebut, dan keberadaan Prabowo yang sekarang lebih mudah "dijinakkan" karena berada dalam barisan yang sama dengan Jokowi dkk maka memang hanya Anies saja yang perlu untuk "dilawan". 

Dalam politik, setiap momen atau peristiwa yang terjadi dalam pengelolaan sebuah negara adalah area melancarkan intrik dan strategi menuju kekuasaan. 

Bahkan sebuah krisis seperti pandemi COVID-19 yang terjadi sekarang merupakan "kesempatan" untuk mengupayakan menuju raihan kekuasaan periode selanjutnya. Pemilihan umum presiden 2024. 

Barangkali kepentingan terselubung inilah yang lantas menghambat sinkronisasi pemerintahan pusat dan daerah, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Lebih kompleks lagi, pusat pemerintahan Indonesia yang "dikuasai" Jokowi dkk berada dalam area teritori Anies Baswedan. 

Dengan kata lain, DKI Jakarta berada dalam dualisme yang rentan menciptakan kontradiksi kebijakan, ketidaksinkronan visi serta pandangan, hingga adu kuat pengaruh masing-masing pihak.

Luka Lama

Mungkin situasinya akan berbeda jikalau Gubernur DKI Jakarta bukan Anies atau yang sebarisan dengan Anies. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) misalnya. Atau sebaliknya jika presidennya berasal dari barisan Anies Baswedan, Prabowo misalnya, maka ketidaksinkronan lebih bisa dihindari. 

Meski pilpres telah usai, kontestasi pilkada DKI Jakarta sudah rampung, tapi sisa-sisa "pertarungan" itu masih membekas. Sepertinya masih ada rasa tidak terima atas keputusan demokrasi yang berlangsung di negeri ini. 

Karena jikalau semua sudah berlapang dada terhadap semua yang terjadi di masa lalu, maka seharusnya akan jauh lebih mudah untuk bersinergi dan selaras dalam langkah dan tindakan. Atau bisa jadi ada "luka lama" yang turut berperan disini. 

Keputusan Presiden Jokowi untuk me-reshuffle posisi Anies Baswedan dari posisi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada periode pemerintahan pertama masih menyisakan "luka".

 Padahal saat itu kurang apa Anies? Ia sudah mempelopori gerakan Indonesia Mengajar jauh sebelum ia menjadi menteri. Tapi baru ditengah perjalanan ia lantas diganti oleh Muhadjir Effendi. Nama terakhir adalah salah seorang menteri yang turut "bersitegang" dengan Anies terkait penyaluran Bansos COVID-19.

Apakah semua serba kebetulan? Kalau diperhatikan lagi sepertinya ada benang merah dari "perang dingin" pemerintah pusat dan pemerintah daerah DKI Jakarta.

Entah itu "kubu" Jokowi dkk yang memandang sinis Anies, atau sebaliknya Anies masih menyisakan sakit hati pada Jokowi. Semua masih menjadi misteri. Dan sepertinya COVID-19 turut "berperan" menguak sebagian dari misteri itu. 

Bukan tidak mungkin COVID-19 sebenarnya adalah sebuah "kebijakan" dari Sang Pencipta untuk menguji seberata utuh persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa. Atau kita dan segenap pemimpin negeri ini masih merupakan bagian dari barisan yang mudak sakit hati?  

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi :

[1]; [2]; [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun